Minggu, 29 September 2019

20.59 -

Penyertaan Allah Tritunggal



Seorang Sarjana telah mencari pekerjaan selama hampir lima belas tahun. Tetapi sampai saat ini dia belum juga mendapatkan pekerjaan, bahkan sekarang ini uangnya pun tinggal 1 Dollar. Karena merasa lapar dia memutuskan untuk masuk restoran dan membeli makanan senilai 1 Dollar

Sebelum makan dia berdoa, tetapi ketika dia membuka matanya, dia melihat 3 orang penggemis kurus yang sangat lapar dan merekapun meminta makanan kepada pemuda tersebut. Karena pemuda ini memiliki belas kasihan terhadap 3 orang tersebut, maka dia pun memberikan semua makanannya, dan dia memutuskan untuk meninggalkan 3 orang tadi. 

Tetapi 3 orang tersebut berkata biarkanlah kami mendoakanmu, sebelum engkau pergi, dan 3 orang itu pun mendoakan pemuda tadi dan memberinya coin tua.

Setelah itu pemuda tersebut pergi ke tempat tinggalnya yaitu di kolong jembatan, dan membaringkan diri diatas koran, tetapi sebelum dia menggelar koran tersebut untuk di jadikan tikar, dia melihat iklan-iklan di koran tersebut, lalu membacanya. 

Salah satu  iklan tersebut tentang coin tua yang hilang Tahun 1955. Di situ di katakan bahwa siapa yang menemukan coin tersebut akan mendapatkan imbalan/hadiah senilai 10 juta Dollar. Dia memeriksa coin tua tersebut, ternyata memang sama seperti yang ada di iklan tersebut. 

Kemudian dia bergegas ke alamat yang tertera di koran tersebut, dan setelah di konfirmasi keaslian coin tersebut ternyata memang benar itu coin yang mereka cari, dan mereka pun mengeluarkan cek senilai 10 juta Dollar.

Pemuda tadi keluar dari kantor periklanan tadi dengan suka-cita, dia hendak menemui 3 pengemis tadi. Ketika dia bertanya kepada pelayan restoran, pelayan tersebut mengatakan bahwa mereka telah pergi dan menitipkan surat, lalu pemuda tersebut membukanya dan membacanya, di situ ada tertulis :

" Jangan takut akan hari esok, karena Kami Bertiga yang engkau beri makan, adalah : Allah Bapa, Allah Anak, dan Roh kudus, Kami selalu ada di setiap orang yang mendapat penderitaan, ketidak adilan, penindasan, akan tetapi walaupun demikian adanya mereka tetap setia pada perintah-Ku, Mereka tidak pernah berputus asa, Kami Bertiga selalu menyertai mereka sampai akhir zaman.

Ini adalah kisah nyata.

Janji-Nya: 

Yoh 14:23-26  » Jawab Yesus: "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. ... Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.

Rm 8:26 » Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan).

19.39 -

Protestantisme: Sola Fide, Sola Scriptura, Sola Gratia, dan Predestinasi



Protestantisme awalnya merupakan suatu gerakan pembaharuan Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther. Luther adalah seorang pastur Katolik dari ordo Santo Agustinus dan mengajar Kitab Suci di universitas Witenberg-Jerman. Ia seorang imam yang bersemangat dan saleh. Luther mendalami karya Agustinus terutama mengenai Teologi Rahmat. 

Puncak pencariannya akan Allah akhirnya sampai pada apa yang disebutnya sebagai “pengalaman menara.” Ia memprotes Simonisme (penjualan harta rohani yaitu sakramen pengakuan) yang dilakukan Gereja pada waktu itu untuk pembangunan Basilika St. Petrus di Roma. Gagasan terkenal waktu itu adalah “sekeping uang yang diletakan pada kotak persembahan maka satu jiwa diselamatkan.” 

Puncak protes Luther ketika ia menempelkan 95 dalil di depan pintu masuk universitas Witenberg. Protes Luther terhadap Gereja didukung oleh raja-raja di Jerman waktu itu yang tidak begitu senang terhadap Gereja Katolik. 

Gerakan pembaharuan ini akhirnya mengarah kepada perpisahan antara Gereja Katolik dan pengikut Luther yang melahirkan gereja-gereja Protestan. Gerakan ini dilanjutkan oleh tokoh-tokoh seperti John Calvin, Zwingli, Wesley, dan lain-lain. 

Ada empat pokok penting dalam teologi Luther yaitu: Sola Fide, Sola Scriptura, Sola Gratia dan ajaran tentang Predestinasi.

Sola Fide berarti “hanya iman.” Artinya manusia hanya bisa selamat melulu karena iman kepada Yesus Kristus, bukan karena perbuatan-perbuatannya sendiri. Dasar Kitab Suci dari gagasan ini terdapat dalam Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma 4:5; 5:1; 9:32; 11:6-7. Iman itu sendiri pada gilirannya adalah semata-mata kasih karunia Allah (Sola Gratia). Lalu ungkapan Sola Scriptura yang berarti “hanya Alkitab” mau mengatakan bahwa Alkitab adalah satu-satunya sumber penghayatan dan pengajaran iman

Ketiga ajaran ini mencerminkan perbedaan ajaran Protestan dan Katolik.

Menurut iman Katolik, kita memang dibenarkan Allah melulu karena iman bukan perbuatan kita, iman adalah anugerah semataNamun begitu orang dibenarkan karena iman, orang juga dituntut untuk hidup sesuai dengan martabat KristianinyaOrang Kristiani harus menghayati imannya dalam perbuatan atau tindakan yang nyata. 

Santo Yakobus mengatakan: “Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati.” Lagi “iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong.” “Iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan iman menjadi sempurna” (Yak 2:21-22).

Akan tetapi di lain pihak perbuatan tanpa iman hanyalah kosong belaka. Setiap perbuatan orang Kristiani akan memiliki nilai kalau dilakukan dalam iman. Paulus juga mengatakan: “kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar" (Flp 2:12). 

Jadi, keselamatan manusia merupakan hasil kerja sama antara Allah dan manusia meskipun pada awal mulanya Allah yang memulai keselamatan dalam diri kita

Singkatnya dapat dikatakan bahwa meskipun Gereja Katolik mengakui iman adalah anugerah dari Allah, namun usaha (perbuatan) menusia sangat penting. 

Luther juga berpendapat bahwa kodrat manusia sama sekali telah dirusak oleh dosa asal, sehingga apa saja yang dilakukan manusia hanya dosa dan kebusukan belaka dan dengan demikian tidak memiliki nilai keselamatan.

Mengenai Sola Scriptura ajaran Katolik mengatakan bahwa selain Kitab Suci, Tradisi Suci juga merupakan sumber iman. Tradisi Suci merupakan bentuk Sabda Allah yang tidak dituliskan dalam kata-kata melainkan dihayati (sejak zaman para rasul hingga sekarang), dalam ibadat, ajaran, dan cara hidup Kristiani. 

Tradisi Suci tidak tertulis dalam Kitab Suci tetapi dihidupi dalam keseharian dalam penghayatan iman sebagai orang Kristiani.

Selain ketiga sola di atas perbedaan yang cukup tajam antara Protestan dan Katolik adalah mengenai ajaran “predestinasi.” 

Predestinasi berarti manusia sudah ditentukan untuk selamat atau dihukum (Misal: Yoh 17:12, Rm 8:28). 

Ajaran ini dianut oleh Luther, bagi dia jemaat Gereja adalah orang-orang pilihan Tuhan untuk diselamatkanSebaliknya orang lain yang tidak dipilih Tuhan akan binasa. (ajaran ini membuat pengikut Luther tidak kenal kompromi dengan agama lain).

Ajaran predestinasi memiliki konsekuesi yang cukup besar terhadap perbuatan manusia. Apapun yang dilakukan manusia, walaupun itu baik tidak mendatangkan keselamatan kalau ia bukan orang pilihan Allah. 

Demikian juga sebaliknya perbuatan jahat yang dilakukan oleh orang pilihan Allah tidak membatalkan keselamatan sebab sejak awal ia ditentukan untuk diselamatkan. Itu semua bertentangan dengan iman Gereja Katolik.

(Sumber : carmelia.net)

19.16 -

Apologetika



Apologetika atau apologetics adalah pembelaan keyakinan Kristiani mengenai Allah, Kristus, Gereja dan tujuan hidup umat manusia

Pembelaan ini dapat ditujukan kepada pemeluk agama lain, anggota komunitas Kristiani yang lain, warga komunitas sendiri yang ragu-ragu atau kepada orang beriman biasa yang ingin mengerti bahwa iman mereka dapat dipertanggungjawabkan.

Santo Petrus dalam suratnya yang pertama mengatakan: “Siap sedialah pada segala waktu untuk memberikan pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab tentang pengharapan yang ada padamu” (1Ptr 3:15). 

Dengan demikian apologetika berkaitan dengan teologi dasar, yaitu mengenai dasar-dasar iman Kristiani. 

Teologi Apologetika banyak dipakai oleh para bapa Gereja (abad II – abad VIII) untuk membela iman Kristiani terhadap serangan dari pihak bidat-bidat sesat pada zaman itu.

Tidak sedikit terjadi bahwa umat Katolik kita dewasa ini tidak mampu memberikan pertanggungan jawab terhadap berbagai persoalan iman yang sering ditanyakan baik oleh agama lain, Gereja lain, maupun oleh kalangan anggota Gereja sendiri. 

Selain itu, umat Katolik banyak diombang-ambing oleh berbagai ajaran bidat yang sebenarnya bukan ajaran Kristiani yang benar. 

Maka tujuan utama apologetika adalah memberi pertanggungan jawab dan membela ajaran Kristiani yang benar yang didasarkan pada Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium.

(Sumber : carmelia.net)

18.57 -

Peran Ayah dalam Keluarga Katolik



Peran seorang ayah dalam keluarga Katolik sangat penting. Coba tengok keluarga Nazareth. Yosep, meski mendapati Maria sudah mengandung dari Roh Kudus, ia tetap total menjadi seorang ayah.

Bagi Yosep, Tuhan yang datang memberitahu rencana-Nya melalui mimpi sudah cukup untuk membuatnya mengambil keputusan. Ia merawat Yesus hingga dewasa dan memulai karya-Nya.

Seorang ayah dalam keluarga Katolik mestinya mempunyai semangat yang sama. Semangat yang mau memberi diri demi keutuhan dan perkembangan keluarganya. Dengan begitu, keluarga kecilnya akan hidup dalam lindungan kasih Allah.

Mengingat peran ayah dalam keluarga Katolik yang sangat penting tersebut, seorang laki-laki mesti menyiapkan diri dengan sangat baik ketika ia memutuskan untuk menikah. Tidak main-main, ia harus membawa kegembiraan dalam keluarga kecilnya.

Maka Kitab Suci yang adalah Kabar Gembira dapat menjadi sumber inspirasi bagi seorang ayah dalam keluarga Katolik dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya.

Berikut ini adalah 5 ayat Kitab Suci yang darinya kita belajar dan melatih diri sebagai seorang calon ayah yang sukses.

1. Memberi contoh (3 Yoh 1: 4 » Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran)

Peran ayah dalam keluarga Katolik tak dipungkiri adalah memberi contoh. Ia harus bisa menjadi teladan bagi sanak keluarga dan seisi rumahnya. 

2. Memberi kasih sayang (Mzm 103:13 » Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.

Seorang ayah dalam keluarga harus bisa memancarkan kasih sayang kepada semua orang di sekitarnya. Kedewasaan seorang ayah terukur melalui kasih sayang yang ia perlihatkan dalam keluarga.

3. Menyediakan yang terbaik (Mat 7:9-11 » Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya)

Gambaran yang sangat indah tentang hati seorang ayah dalam keluarga Katolik. Di sana dikatakan bahwa seorang ayah adalah sosok yang selalu menyediakan roti dan ikan. Maka seorang ayah dalam keluarga mesti menyediakan yang terbaik buat anak-anak dan istrinya. Ia mesti mencukupi kebutuhan jasmani dan rohani mereka.

4. Seorang guru (Ams 4:1-2 » Dengarkanlah, hai anak-anak, didikan seorang ayah, dan perhatikanlah supaya engkau beroleh pengertian, karena aku memberikan ilmu yang baik kepadamu; janganlah meninggalkan petunjukku.

Seorang ayah mempunyai tugas untuk mengajarkan hal-hal baik kepada anak-anaknya.

5. Pewaris nilai-nilai kebajikan (Ams 20:7 » Orang benar yang bersih kelakuannya, berbahagialah keturunannya)

Dalam ilmu sosial kita diajarkan bahwa keluarga adalah pranata sosial pertama, di mana seorang anak belajar tentang nilai-nilai. Maka di situlah peran seorang ayah, yaitu mewariskan nilai-nilai yang baik dan benar kepada anak-anaknya.

(Sumber: Katolikpedia.id). 

18.39 -

Kasih Ibu



Suatu pagi di sebuah perkampungan miskin, tampak seorang ibu dengan penuh semangat sedang mengolah adonan untuk membuat tempe. Pekerjaan membuat dan menjual tempe telah digelutinya selama bertahun-tahun sepeninggal suaminya.

Saat membuat adonan, sesekali pikirannya menerawang pada sepucuk surat yang baru diterima dari putranya yang sedang menuntut ilmu di rantau orang. Dalam surat itu tertulis, "Bunda tercinta, dengan berat hati, ananda mohon maaf harus minta dikirim uang kuliah agar dapat mengikuti ujian akhir. Ananda mengerti bahwa bunda telah berkorban begitu banyak untuk ananda. Ananda berharap secepatnya menyelesaikan tugas belajar agar bisa menggantikan bunda memikul tanggung jawab keluarga dan membahagiakan bunda. Teriring salam sayang dari anakmu yang jauh".

Dua hari lagi adalah hari pasaran. Biasanya tempe hasil buatan si ibu di bawa ke pasar untuk dijual. Kali ini, tempe yang dibuat dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya, dengan harapan agar mendapatkan lebih banyak uang untuk dikirim ke anaknya.

Sehari menjelang hari pasar, hati dan pikiran si ibu panik karena tempe buatannya belum jadi, entah karena konsentrasi yang terganggu atau porsi tempe yang dibuat melebihi dari biasanya. Si ibu pun sibuk berdoa dengan khusuk di sela-sela waktu yang tersisa menjelang keberangkatannya ke pasar, memohon kepada Tuhan diberi mujizat agar tempenya siap di jual dalam keadaan jadi. Tetapi sampai tiba di pasar, tempenya masih belum jadi juga.

Sepanjang hari itu dagangannya tidak laku terjual. Si ibu tertunduk sedih, matanya berkaca-kaca membayangkan nasib anaknya yang bakal tidak bisa mengikuti ujian. Menjelang hari pasar usai, tiba-tiba datang seorang ibu berjalan dengan tergesa-gesa, "Bu, saya nyari tempe yang belum jadi, dari tadi nggak ada! Ibu tahu, saya harus cari ke mana?"

"Untuk apa, tempe belum jadi kok dicari?" tanya si penjual heran.

"Saya mau membeli untuk dikirim ke anak saya di luar kota, dia sedang ngidam tempe khas kota ini," kata ibu calon pembeli. Ibu penjual tempe ternganga mendengar kata-kata yang baru didengarnya, seakan tak percaya pada nasib baiknya, seolah tangan Tuhan memberi kemurahan kepadanya. Akhirnya, tempe dagangannya diborong habis tak bersisa. Dia begitu senang, bersyukur dan menambah keyakinan bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan diri umatnya selama manusia itu sendiri tidak putus asa dan tetap berjuang.

Ora et Labora. Memang, doa dan usaha harus seiring dan sejalan dalam perjalanan hidup setiap manusia. Doa dibutuhkan untuk mengingatkan kita agar senantiasa menapak langkah di jalan benar yang direstui oleh yang Maha Kuasa dan tetap mampu bersikap sabar, gigih dan ulet saat menghadapi segala macam halangan, rintangan dan cobaan, sekaligus mampu memelihara antusiasme dalam memperjuangkan apa yang telah kita tetapkan demi mewujudkan kesuksesan.

Sabtu, 28 September 2019

15.47 -

Bahaya karunia karismatik



Apakah Anda percaya pada mujizat? Suster Briege McKenna telah melakukannya. Sejak dia disembuhkan dari radang sendi yang melumpuhkan, dia telah melayani banyak orang sakit di seluruh dunia. Pada suatu hari saat hendak berdoa, ada seseorang yang datang minta tolong padanya untuk mendoakan saudaranya yang sedang sakit keras. Dalam keadaan bingung, dia lalu memutuskan untuk berdoa terlebih dahulu. 

Dalam doanya dia bertanya: “Tuhan, mengapa Engkau tidak mengizinkan aku pergi untuk mendoakan saat ini?” Jawab Tuhan dalam hatinya: “Siapa yang mengutusmu dan yang memberi kuasa? Sebelum kamu melayani, kamu harus terlebih dahulu menimba kekuatan pada-Ku seperti Yesus, Anak-Ku, Ia tidak berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya.” 

Ketika kita berdoa, Allah akan terus-menerus memasukkan spirit-Nya sehingga kita mempunyai keinginan seperti apa yang dikehendaki-Nya (Mzm 80:19; Flp 2:13; Rm 8:26-27). 

Ketika kita menerima kehendak Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, kita menemukan bahwa Allah memberikan kita kekuatan, keberanian, dan martabat yang bergema sampai ke sorga. Hal ini bergema sampai ke sorga karena mereka tidak berada jauh darinya sorga segera berada di dalam hati kita (Mother Angelica). 


Marilah kita belajar dari Mat 7:21-23

Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan (1) kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami (2A) bernubuat demi nama-Mu, dan (2B) mengusir setan demi nama-Mu, dan (2C) mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" 

» (1) Kehendak Allah adalah kebijaksanaan tertinggi. Oleh karena itu norma tertinggi di dalam kehidupan Kristiani adalah melakukan kehendak Allah. Yesus adalah teladan ketaatan dalam melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Ibr 10:7; Yoh 6:38; 4:34; Flp 2:8). 

Apa yang menjadi “hasrat” (keinginan/harapan yang kuat) Tuhan akan datang seiring dengan pengenalan atas kedaulatan Allah. Ketidakmampuan kita melakukan kehendak Tuhan (tidak taat), bukti kuat bahwa kita kurang mengenal Tuhan dengan benar. Jadi, antara melakukan kehendak Allah dan kehendak sendiri beti (beda tipis). 


(2ABC) Pelayanan karismatik mudah sekali mendapatkan penghargaan dari sesama manusia (Gal 1:10 » masih mau mencoba berkenan kepada manusia, bukanlah hamba Kristus). Oleh karena itu Yesus memberi peringatan keras agar kita tidak “gagal paham” dalam melakukan kehendak Allah. 

Akibat dari “gagal paham” ini menyebabkan kita tergelincir dalam dosa kesombongan, mencuri kemuliaan Tuhan sehingga kita tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Karunia Roh tidak bisa bergerak tanpa otoritas dari pemilik-Nya, yaitu Tuhan

Meskipun kita gagal paham dalam melakukan kehendak Allah, tetapi “mengapa mujizat masih terjadi?” Karena kamu minta sesuatu dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak (Yoh 14:13). 

Ingatlah! Kita hanyalah bejana tanah liat, kesanggupan kita adalah pekerjaan Allah. Ketika kita setia memikul tanggung jawab, giat selalu dalam pekerjaan Tuhan (senang dan rela ... oleh karena Kristus) maka “hukum alamdipatahkan oleh-Nya (giat melakukan pekerjaan, tubuh akan mengalami kelelahan, namun ketika giat melakukan pekerjaan Tuhan, tubuh akan mengalami kebugaran). 

Kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kita (2 Kor 4:7; 2 Kor 3:5; Mat 25:23; 1 Kor 15:58; 2 Kor 12:10). Oleh karena itu janganlah ada kesombongan di hati ketika melayani dengan karunia karismatik, tetapi layanilah seorang akan yang lain oleh kasih (Gal 5:13). 

Jadi, apabila kita telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepada kita, hendaklah kita berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk 17:10). 

Setiap orang awam, karena karunia-karunia yang diterimanyamenjadi saksi dan sarana hidup perutusan Gereja sendiri menurut ukuran anugerah Kristus (KGK 913).


(Sumber: Warta KPI TL No. 173/IX/2019 » Renungan KPI TL Tgl 22 Agustus 2019, Dra Yovita Baskoro, MM). 

15.43 -

Keikutsertaan awam dalam jabatan Kristus

[KGK 897] "Yang dimaksudkan dengan awam di sini adalah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap umat kristiani dalam Gereja dan dunia" (LG 31).



[KGK 898] "Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari Kerajaan Allah, dengan mengurus hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Tugas mereka yang istimewa yakni: menyinari dan mengatur semua hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemuliaan Sang Pencipta dan Penebus" (LG 31).

[KGK 899] Prakarsa para awam Kristen sangat dibutuhkan dalam usaha mencari sarana dan jalan, untuk meresapi keadaan-keadaan kemasyarakatan, politik, dan sosial ekonomi dengan tuntutan iman dan kehidupan Kristen. Tentu usaha ini termasuk kehidupan Gereja:

"Umat beriman atau lebih tepat lagi kaum awam, berdiri di garis terdepan kehidupan Gereja; melalui mereka Gereja adalah unsur kehidupan bagi masyarakat manusiawi. Oleh karena itu mereka, dan justru mereka, harus memiliki suatu keyakinan yang makin dalam, bahwa mereka tidak hanya termasuk dalam Gereja, tetapi merupakan Gereja, artinya, persekutuan kaum beriman di dunia di bawah bimbingan Paus sebagai kepala dan para Uskup yang bersatu dengan dia. Mereka adalah Gereja (Pius XII, Wejangan 20 Pebruari 1946, dikutip dalam CL 9).

[KGK 900] Kaum awam, seperti juga semua umat beriman, telah menerima dari Allah tugas kerasulan berkat Pembaptisan dan Penguatan; karena itu mereka mempunyai hak dan kewajiban, baik sendiri-sendiri maupun dalam persekutuan dengan orang lain, untuk berusaha supaya semua manusia di seluruh dunia mengenal dan menerima berita keselamatan ilahi. Kewajiban ini lebih mendesak lagi, apabila orang tertentu hanya melalui mereka dapat menerima Injil dan mengenal Kristus. Dalam persekutuan gerejani kegiatan mereka sekian penting, sehingga kerasulan pastor sering tidak dapat berkembang sepenuhnya tanpa mereka.

Keikutsertaan awam dalam jabatan Kristus sebagai imam

[KGK 901] Kaum awam sebagai "orang yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib dipanggil dan disiapkan, supaya secara makin limpah menghasilkan buah Roh dalam diri mereka. Sebab semua karya, doa-doa dan usaha kerasulan mereka, hidup mereka selaku suami isteri dan dalam keluarga, jerih payah mereka sehari-hari, istirahat bagi jiwa dan badan mereka, bila dijalankan dalam Roh, bahkan beban-beban hidup bila ditanggung dengan sabar, menjadi kurban rohani, yang dengan perantaraan Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Kurban itu dalam perayaan Ekaristi, bersama dengan persembahan tubuh Tuhan, penuh khidmat dipersembahkan kepada Bapa. Demikianlah para awam pun sebagai penyembah Allah, yang di mana-mana hidup dengan suci, membaktikan dunia kepada Allah" (LG 34) (Bdk. LG 10).

[KGK 902] Secara khusus orang-tua mengambil bagian dalam pelayanan pengudusan, "dengan hidup berkeluarga dalam semangat kristiani serta mengusahakan pendidikan kristiani anak-anak mereka" (CIC, can. 835 § 4).

[KGK 903] Kalau memenuhi semua persyaratan, para awam dapat dilantik untuk pelayanan tetap sebagai lektor atau akolit (Bdk. CIC, can. 230 §1). "Di mana kebutuhan Gereja memintanya, dan bila tidak ada pelayan-pelayan rohani, juga kaum awam meskipun bukan lektor atau akolit, dapat menjalankan beberapa tugas, yakni melakukan pelayanan sabda, memimpin doa-doa liturgis, memberikan permandian, dan membagikan Komuni Suci, menurut ketentuan-ketentuan hukum" (CIC, can. 230 § 3).

Keikutsertaan awam dalam jabatan Kristus sebagai nabi

[KGK 904] "Kristus Nabi Agung telah memaklumkan Kerajaan Bapa dengan kesaksian hidup maupun kekuatan sabda-Nya. Ia menunaikan tugas kenabian-Nya hingga penampakan kemuliaan sepenuhnya bukan saja melalui hierarki ... melainkan juga melalui para awam"(LG35).

"Pelajaran yang membawa pertobatan kepada iman ... dapat menjadi tugas setiap pengkotbah, malahan setiap orang beriman" (Tomas Aqu., s.th. 3,71,4, ad 3).

[KGK 905] Kaum awam melaksanakan tugasnya sebagai nabi juga melalui penginjilan, "yakni pewartaan Kristus, yang disampaikan dengan kesaksian hidup dan kata kata". Pewartaan yang dijalankan oleh kaum awam ini "memperoleh ciri yang khas dan daya guna yang istimewa justru karena dijalankan dalam keadaan-keadaan biasa dunia ini" (LG 35).

"Kerasulan semacam itu tidak hanya terdiri dari kesaksian hidup saja. Rasul yang sejati mencari kesempatan-kesempatan untuk mewartakan Kristus dengan kata-kata baik kepada mereka yang tidak beriman ... maupun kepada kaum beriman" (AA 6) (Bdk. AG 15).

[KGK 906] Awam beriman, yang mampu dan yang berpendidikan khusus, dapat juga turut bekerja dalam pelajaran katekese (Bdk. CIC, cann. 774; 776; 780), ilmu pengetahuan teologi, (Bdk. CIC, can. 229) demikian juga dalam kerasulan media komunikasi (Bdk. CIC, can. 823 §1).

[KGK 907] "Sesuai dengan pengetahuan, kompetensi, dan kedudukannya, mereka mempunyai hak, bahkan kadang-kadang juga kewajiban untuk menyampaikan kepada para gembala rohani pendapat mereka tentang hal-hal yang termasuk kesejahteraan Gereja dan untuk memberitahukannya kepada kaum beriman kristiani lainnya, tanpa mengurangi keutuhan iman serta kesusilaan dan sikap hormat terhadap para gembala, dan dengan memperhatikan manfaat umum serta martabat pribadi orang" (CIC, can. 212 §3).

Keikutsertaan awam dalam jabatan Kristus sebagai raja

[KGK 908] Oleh ketaatan-Nya sampai mati, (Bdk. Flp 2:8-9) Kristus telah memberi kepada murid-murid-Nya anugerah kebebasan rajawi, supaya mereka "dengan mengingkari diri serta hidup suci mengalahkan Kerajaan dosa dalam diri mereka sendiri" (LG 36).

"Barang siapa menaklukkan tubuhnya dan menjadi tuan atas jiwanya, tanpa membiarkan diri dibanjiri oleh nafsu-nafsu, ia dapat disebut raja, karena ia dapat menguasai pribadinya. Ia bebas dan tidak bergantung dan tidak membiarkan diri dikuasai oleh perhambaan dosa" (Ambrosius, psal. 118, 14,30).

[KGK 909] "Selain itu hendaklah kaum awam dengan kerjasama yang erat menyehatkan lembaga-lembaga dan kondisi-kondisi masyarakat, bila ada yang merangsang untuk berbuat dosa. Maksudnya yakni supaya itu semua disesuaikan dengan norma-norma keadilan, dan menunjang pengamalan keutamaan-keutamaan, bukan malahan merintanginya. Dengan demikian mereka meresapi kebudayaan dan kegiatan manusia dengan nilai moral" (LG 36).

[KGK 910] "Kaum awam dapat juga merasa dirinya terpanggil atau dapat dipanggil, untuk bekeja sama dengan para gembala mereka dalam melayani persekutuan gerejani, demi pertumbuhan dan kehidupan persekutuan itu. Dalam pada itu mereka dapat mengambil alih pelayanan yang sangat berbeda-beda, sesuai dengan rahmat dan karisma yang Tuhan anugerahkan kepada mereka (EN 73).

[KGK 911) Di dalam Gereja "orang-orang beriman kristiani awam dapat diikut-sertakan [dalam pelaksanaan kuasa yurisdiksi] menurut hukum" (CIC, can. 129 § 2). Misalnya mereka dapat mengambil bagian dalam konsili lokal (CIC, can. 443 § 4) dan sinode diosesan, (CIC, can. 463 §§ 1.2) menjadi anggota dewan pastoral, (CIC, cann. 511; 536) dapat turut serta dalam suatu tim pastoral paroki, CIC, can. 517 § 2) dapat turut bekerja dalam dewan keuangan (CIC, cann. 492 § 1; 536) dan menjadi anggota pengadilan gerejani (CIC, can. 1421 § 2).

[KGK 912] "Demi terlaksananya tata-keselamatan hendaklah kaum beriman belajar membedakan dengan cermat antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka selaku anggota Gereja, dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban mereka sebagai anggota masyarakat manusia. Hendaklah mereka berusaha memperpadukan keduanya secara selaras, dengan mengingat, bahwa dalam perkara duniawi mana pun mereka wajib menganut suara hati kristiani. Sebab tiada tindakan manusiawi satu pun, juga dalam urusan-urusan duniawi, yang dapat dilepaskan dari kedaulatan Allah" (LG 36).

[KGK 913] "Demikianlah setiap orang awam, karena karunia-karunia yang diterimanya, menjadi saksi dan sarana hidup perutusan Gereja sendiri menurut ukuran anugerah Kristus (Ef4:7)" (LG 33).

(Sumber: Warta KPI TL No. 173/IX/2019 » KGK 897-913).

Panggilan umum kepada kesucian

Dalam LG 40 diuraikan bahwa “Para pengikut Kristus dipanggil oleh Allah bukan berdasarkan perbuatan mereka, melainkan berdasarkan rencana dan rahmat-Nya. Mereka dibenarkan dalam Tuhan Yesus, dan dalam baptis iman sungguh-sungguh dijadikan anak-anak Allah dan ikut serta dalam kodrat ilahi, maka sungguh menjadi suci. Maka dengan bantuan Allah mereka wajib mempertahankan dan mengembangkan dalam hidup mereka kesucian yang telah mereka terima (Ef 5:3 » sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus). 

Sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran; dan supaya menghasilkan buah Roh lainnya (KGK 1832: 1. Kasih 2. Sukacita 3. Damai sejahtera 4. Kesabaran 5. Kemurahan 6. Kebaikan 7. Kesetiaan 8. Kelemahlembutan 9. Penguasaan diri 10. Kerendahan Hati 11. Kesederhanaan 12. Kemurnian). 

Jadi, semua orang Kristiani, bagaimanapun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup kristiani dan kesempurnaan cinta kasih. Dengan kesucian itu juga dalam masyarakat di dunia ini cara hidup menjadi lebih manusiawi. 

Untuk memperoleh kesempurnaan itu hendaklah kaum beriman mengerahkan tenaga yang mereka terima menurut ukuran yang dikaruniakan oleh Kristus, supaya dengan mengikuti jejak-Nya dan menyerupai citra-Nya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya, mereka dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan Allah dan pengabdian terhadap sesama. Begitulah kesucian Umat Allah akan bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah.

Sumber: Warta KPI TL No. 173/IX/2019 » Konsili Vatikan II LG 40). 

15.38 -

Amanat Agung



Kerinduan Allah akan dunia ini: setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16; Yoh 17:3 » Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus). 

Oleh karena itu Juruselamat memerintahkan kita untuk menjalankan “Amanat Agung-Nya” (Mrk 16:15-20; Mat 28:19-20 » Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil ... jadikanlah semua bangsa murid-Ku ... ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. ... Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman dan Ia turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya). Misi adalah perintah bukan pilihan

Kegagalan untuk pergi melakukan misi adalah sama dengan kegagalan untuk taat. Kita tidak dituntut untuk bisa/mampu melainkan untuk pergi dengan rela, karena Dia sendiri (melalui Roh Kudus) akan memperlengkapi dan juga menyertai kita sampai akhir jaman

Kamu dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya (Kol 1:21-23). Jadi, kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus (1 Ptr 1:18-19). 

Oleh karena itu kamu telah berhutang pada-Nya (Rm 13:8 » berhutang kasih). Artinya hutang terbesar orang percaya adalah menyatakan kasih terhadap sesama), maka memberitakan Injil adalah keharusan (1 Kor 9:16), untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya (Rm 1:1, 5). 

Jadi, tidak ada hal lain yang lebih besar untuk ‘membalas’ kebaikan Allah selain melaksanakan pekabaran Injil sehingga orang lain juga dapat mengalami keselamatan yang sama. Tidak ada pelayanan yang terlalu kecil atau pengorbanan yang terlalu besar apabila dilakukan untuk kemuliaan Tuhan. 

Dalam pengalaman penginjilan yang dilakukan oleh Paulus, ia berkata bahwa kasih Kristuslah yang menguasai dan mendorongnya untuk memberitakan Injil, sehingga ia rela mengorbankan miliknya bahkan memberikan dirinya bagi mereka yang dilayaninya (2 Kor 5:14; 12:15). 

Kasih Kristus terhadap orang-orang berdosa adalah kasih yang memberi diri demi keselamatan orang yang dikasihi (Yohanes 15:13). Jadi, jika kita mengasihi Allah dan kasihnya tinggal di dalam kita, pastilah kita juga terdorong untuk menyatakan kasih yang sama kepada orang-orang terhilang. 

Satu jiwa yang bisa kita persembahkan kepada Tuhanbaunya seperti wangi-wangian dupa narwastu

Krisis orang berdosa (perikop di bawah ini berbicara tentang dosa kelalaian) yang mendorong kita untuk pergi kepada mereka dan menceritakan Kabar Baik padanya agar mereka tidak kehilangan nyawanya untuk selamanya. Jadi, krisis dalam hidup saat ini ada kaitannya dengan kehidupan yang akan datang

Sebagai gambaran: Jika kita melihat orang yang terjebak dalam bahaya dan butuh pertolongan dan kita dapat memberi pertolongan, maka kita tidak perlu lagi bertanya mengapa harus pergi, melainkan kita harus bergegas untuk pergi memberikan pertolongan. 

[Luk 16:19-31] "Ada (1A) seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada (2A) seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. 

Kemudian (2Bmatilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. (1BOrang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan (2C) Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab (1C) aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.

Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa (1Dengkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan (2DLazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. 

Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. 

Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, Bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. 

Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." 


» (1A-D; 2A-D) Kisah tentang orang kaya dan Lazarus memberikan gambaran keadaan manusia sesudah kematian. Jiwa manusia dihakimi Allah untuk segala perbuatannya.

(1A-D) Orang kaya ini melakukan dosa kelalaian, hatinya begitu tertutup pada hartanya sampai-sampai ia buta untuk menunjukkan belas kasih pada orang menderita.

[Kis 8:26-38] Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, katanya: "Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza." Jalan itu jalan yang sunyi. Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya

Lalu kata Roh kepada Filipus: "Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!" Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: "Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?" Jawabnya: "Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?" Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya. 

Nas yang dibacanya itu berbunyi seperti berikut: Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya. Dalam kehinaan-Nya berlangsunglah hukuman-Nya; siapakah yang akan menceriterakan asal usul-Nya? Sebab nyawa-Nya diambil dari bumi. 

Maka kata sida-sida itu kepada Filipus: "Aku bertanya kepadamu, tentang siapakah nabi berkata demikian? Tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?" Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya

Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-sida itu: "Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?" [Sahut Filipus: "Jika tuan percaya dengan segenap hati, boleh." Jawabnya: "Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah."]. Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. 

» Mengajar adalah menjelaskan kepada mereka apa yang terkandung dalam Alkitab, yakni: berita keselamatan bagi orang yang akan binasa karena dosaAllah menugaskan seseorang yang akan menuntun atau mengajar orang-orang terhilang tentang kebenaran dari firman Allah, yakni bagaimana caranya untuk diselamatkan

Bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nyajika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Diajika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Diajika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nyajika mereka tidak diutusSeperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Rm 10:14-15). 

Gereja tidak akan bertumbuh dan berkembang jika tidak menjadi gereja yang misionaris. Jadi, untuk merealisasikan tugas memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus, gereja harus mengirim misionaris ke berbagai penjuru dunia dan harus merubah caranya dalam pewartaan, yaitu melalui kotbah yang menarik. 

Kaum awam, semua umat beriman, telah menerima dari Allah tugas kerasulan berkat Pembaptisan dan Penguatan; karena itu mereka mempunyai hak dan kewajiban, baik sendiri-sendiri maupun dalam persekutuan dengan orang lain, untuk berusaha supaya semua manusia di seluruh dunia mengenal dan menerima berita keselamatan ilahi. Kewajiban ini lebih mendesak lagi, apabila orang tertentu hanya melalui mereka dapat menerima Injil dan mengenal Kristus. Dalam persekutuan gerejani kegiatan mereka demikian penting, sehingga kerasulan pastor sering tidak dapat berkembang sepenuhnya tanpa mereka (KGK 900). 

Jadi, orang-orang beriman harus bersaksi di mana pun Allah telah menempatkannya, baik secara pribadi (non lembaga - tidak ada penugasan formal dari gereja) maupun secara lembaga misi

Memiliki keberanian dan semangat untuk bersaksi adalah baik, tetapi jika tidak didukung dengan cara hidup yang baik dan benar maka hal itu menjadi tidak berarti. Bagaimana mungkin mereka percaya dengan kesaksian kita jika cara hidup kita berbeda atau bertolak-belakang dengan apa yang kita katakan dan yakini. Dalam tugas menjadi saksi bagi mereka yang terhilang, kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa kita mengetahui jalan keselamatan. Dua hal diatas harus berjalan berdampingan atau berjalan dengan keseimbangan.

(Sumber: Warta KPI TL No. 173/IX/2019).

Selasa, 24 September 2019

06.51 -

Keluarga sebagai komunitas ber-‘iman’





Sejak kecil saya sudah tertarik untuk menjadi seorang imam. Oleh karena itu saya bersekolah di SMP Seminari Mertoyudan Jawa Tengah. Setelah ditahbiskan menjadi imam, saya di tempatkan di Rumah Retret Pratista Cisarua Bandung. 


Ayah saya bekerja sebagai TNI Angkatan Udara dan ibu saya bekerja sebagai bidan di Rumah Sakit. Karena hidup keluarga kami serba pas-pasan, maka kami tidak mempunyai pembantu, sepulang kerja ibu langsung membersihkan rumah tanpa bersungut-sungut. 

Suatu hari sepulang kerja, ayah melihat rumah masih berantakan dan melihat ibu yang sedang hamil anak ketiga menenangkan tangisan anaknya yang kedua. Ayah langsung mengambil alih tugas ibu tanpa bersungut-sungut. Di sini saya melihat teladan kehidupan orang tua yang saling mengasihi

Sejak kecil kami dididik untuk bertanggungjawab terhadap tugas yang telah ditetapkan, bagian saya adalah menimba air di sumur. Suatu hari ibu sakit, maka segala tanggungjawab yang biasa ibu lakukan diambil alih oleh ayah tanpa bersungut-sungut. Meskipun keluarga saya hidup tidak dalam kelimpahan, tetapi seluruh keluarga saling bekerja sama membereskan rumah dengan sukacita. 



Ayah selalu naik sepeda ke mana saja, kalau ditanya kenapa tidak naik sepeda motor, beliau mengatakan bahwa lebih enak naik sepeda karena bisa menikmati angin sejuk yang berhembus. Di sini saya melihat teladan iman yang luar biasa, yaitu dapat bersyukur meskipun menurut pandangan dunia “ini adalah penderitaan”. 


Karena ayah hanya mempunyai satu sepeda, maka saya dan adik saya naik angkot ketika ke gereja. Kami bertemu di gereja dan selalu duduk sederet di bangku urutan ke dua. Pada saat itu ongkos angkot Rp 25, ayah memberi saya hanya Rp 50 untuk ongkos bolak balik dari rumah ke gereja, untuk saya dan satu adik saya. Ketika saya protes, ayah berkata: “Ya, adikmu kamu pangku to ...”. Ketika adik saya yang nomer tiga mulai agak besar, saya dan kedua adik saya naik angkot. Ketika saya hanya diberi Rp 100, saya protes lagi, ayah berkata: “Ya, adikmu kamu pangku to ...”. Akhirnya, saya memangku kedua adik saya sehingga ada sisa uang Rp 50, uang tersebut saya ambil Rp 25 dan sisanya saya berikan kedua adik saya sebagai imbalan untuk tutup mulut. 



Saya sekolah tidak pernah dibekali uang, tetapi membawa bekal dari rumah dan membawa air minum yang banyak, ketika lapar minum yang banyak. Jika pinsil sudah pendek, pinsil tersebut disambung dengan kertas yang digulung. Kemiskinan itu membuat kami kreatif



Meskipun demikian, jika ada acara kumpul keluarga di Muntilan, ayah selalu mengajak jalan keponakannya ke Borobudur. Kami naik angkot dengan cara saling memangku seperti biasanya dan makan soto semangkok berdua, kami semua merasa bersukacita. Di sinilah saya belajar bahwa “lebih berbahagia memberi dari pada menerima”. 


Di rumah kami ada peraturan, hari Sabtu sore baru boleh nonton televisi. Suatu hari sepulang kerja ayah marah-marah (mungkin karena sangat lelah dan ada banyak masalah di tempat kerja) karena melihat anak-anaknya sedang tertawa-tawa menonton Woody Woodpecker yang lucu. Katanya: “Eko, kamu anak nomer satu, bukan memberikan contoh yang baik buat adik-adikmu. Matikan TV, ambil buku, dan belajar!” Ketika ibu mengingatkan bahwa hari ini adalah hari Sabtu, ayah menyesal telah marah pada saat yang tidak tepat. Namun hati saya saat itu terluka, karena ayah bisa toleransi di tempat kerja tetapi tidak terhadap anaknya. 


Meskipun hidup keluarga kami pas-pasan, tetapi ada suatu kebiasaan baik dalam keluarga kami untuk selalu menjamu tamu. Kalau tidak ada makanan di rumah, bagian saya yang hutang ke warung, setelah tamu pulang, ibu yang membayarnya. Saya sangat senang apabila tamunya adalah pastor Belanda, karena ibu selalu menghidangkan kopi dan kue kastengel. Saat itu saya berdoa dalam hati agar dapat remah-remahnya, namun saya gigit jari ketika ibu membungkus kue tersebut untuk dibawa pulang oleh pastor, karena beliau menyukai kue kastengel. 


Suatu hari ada tamu, tanpa sengaja tangan anaknya menyentuh gelas sehingga gelas pecah. Reaksi ibu: “Tidak apa-apa ...” Dengan anak orang lain ibu bisa toleransi, namun dengan anaknya sendiri mendidik begitu keras. Kalau saya berbuat salah selalu dihukumnya, kalau saya berbuat benar tidak pernah dipuji. Akibatnya, saya merasa tidak dicintai



Saya pun pernah merasakan jatuh cinta. Pada saat pimpinan tahu, beliau memanggil dan berkata: “... kamu mau tetap tinggal di biara atau putuskan!” Akhirnya saya memutuskan pacar saya, karena saya lebih mengikuti panggilan hidup saya, yaitu menjadi imam. Jadi, hidup itu adalah kesempatan untuk memilih



Saya juga pernah dikirim ke Philipina untuk mengenyam pendidikan di CEFAM (Central Family Ministry) di dalam bidang Konseling Keluarga. Sebelum bekerja sebagai konselor keluarga, saya mengikuti retret. Pada sesi melepaskan pengampunan, dalam doa saya disuruh membayangkanayah meninggal” » tidak ada perasaan sedih, tetapi saya hanya mengatakanselamat jalan”. Tetapi ketika membayangkanibu meninggal” » saya menangis karena saya sangat menyayanginya. 

Melihat ada yang tidak beres dalam kehidupan saya, pembimbing saya mengharuskan untuk rekonsiliasi dengan ayah. Hidup yang paling berat ketika saya harus mengampuni ayah saya. Karena taat pada pimpinan dan ingin sembuh dari luka batin saya maka saya segera menelpon ayah, namun ayah menolaknya karena ada acara di Gereja. Meskipun ditolak, saya tidak merasa putus asa. Karena saya tahu Ayah adalah seorang yang selalu taat dan menghormati pada pimpinan, maka saya menelponnya lagi dengan mengatakan bahwa “Ini Romo Eko.” Akhirnya kami membuat kesepakatan untuk bertemu. 

Ketika saya pulang ke rumah, seluruh keluarga berkumpul dan berbincang-bincang seperti biasanya. Tiba-tiba terlontar kata dari adik saya: “Ayah terlalu keras pada kakak.” Ketika mendengar itu, ayah menyadari kesalahannya, dan bercerita tentang masa kecilnya. Ternyata ayah keras karena mendapatkan didikan yang keras dari kakek saya

Pada hari itu terjadilah rekonsiliasi seluruh keluarga. Ketika saya memeluk ayah, ayah berkata: “Ini adalah pelukan yang sangat berkesan, yang pernah saya rasakan.” Sejak hari itu kami sekeluarga belajar untuk saling mengerti dan mempunyai kebiasaan baru, yaitu saling berpelukan jika bertemu. Bahkan saat berfoto, ibu tidak malu-malu lagi memeluk ayah erat-erat. Ketika ditanya mengapa ibu memeluk ayah erat-erat, katanya” Lebih baik memeluk sekarang daripada saat sudah menjadi dingin.” 



Berkat rahmat Allah, terjadilah perubahan dalam diri saya, saya sekarang bukan lagi “pastor yang mempunyai karakter yang keras”. Berkat rekonsiliasi, saya bisa berdamai dengan diri sendiri sehingga tidak ada lagi penghalang bagi saya untuk melaksanakan “Amanat Agung-Nya”. Sejak rekonsiliasi, ketika melaksanakan tugas perutusan saya tidak pernah ja-im (jaga image) lagi ketika hendak tertawa, ya tertawa lepas. Ini adalah buah Roh sukacita yang sejati




Penderitaan akan merobek jiwa (Ams 27:9). Maksud  pencobaan untuk membuktikan kemurnian iman kita.  Tujuan iman  untuk keselamatan jiwa kita (1 Ptr 1:6-7, 9). Semua waktu pergumulan, sebenarnya kita sedang menumbuhkan akar-akar iman kita. Hari-hari yang baik memberi kebahagiaan, hari-hari yang kurang baik memberi pengalaman. 


Jadi, penderitaan apapun yang kita alami harus ada pengucapan syukur yang benar-benar ke luar dalam hati, maka cawan itu bukan lagi cawan kesengsaraan tetapi diubah menjadi cawan berkat.


Di dalam keluarga, saya belajar hidup dalam iman. Bagi saya, kesukaran dan penderitaan adalah kebanggaan (Mzm 90:10), karena kami sekeluarga tetap bersukacita meskipun mengalaminya masalah. Justru melalui kesukaran dan penderitaan, kami sekeluarga dapat bersaksi bahwa penyertaan Allah sungguh luar biasa, pertolongan-Nya tidak pernah terlambat

Jalan menuju kekudusan terdiri dari langkah-langkah kecil dalam doa, berkorban dan melayani orang lain

[Baca jugaKeluargaku penuh rahmat atau penuh kutuk? ; Luka batin]



Kebahagiaan sejati di dalam Kristus bukan hanya milik para imam, biarawan, biarawati, namun juga milik kita yang hidup berkeluarga. Namun pengertiankebahagiaandancinta kasihmenurut Tuhan tidak sama dengan pengertian menurut dunia. Tuhan menginginkan kebahagiaan kekal, sedangkan dunia, kebahagiaan sesaat. Tuhan menghendaki kita mengasihi secara total, sedangkan kita umumnya cukup berpuas diri dengan cinta ’sebagian’ saja. 

Mungkin Tuhan tahu bahwa tanpa contoh, kita tidak akan dapat mengasihi seturut kehendak-Nya, sehingga Ia mengutus Putera-Nya, Tuhan Yesus, untuk memberitahukan kepada kita bagaimana caranya mengasihi, supaya kita benar- benar dapat sampai kepada kebahagiaan yang Tuhan rencanakan bagi kita. 

Melalui teladan Yesus, kita mengetahui seperti apakah cinta sejati, yaitu cinta yang memberikan diri sehabis-habisnya kepada orang yang dikasihi, seperti apa yang telah dilakukan Yesus kepada setiap kita. Yesus ingin agar kitapun dapat mengasihi seperti ini. Jadi, Allah Bapa memanggil kita untuk hidup di dalam persekutuan dengan Kristus (1 Kor 1:9). Oleh karena itu, melalui Baptisan, Tuhan menggabungkan kita dengan kehidupan ilahi-Nya sendiri, sehingga kita dapat memiliki kasih seperti kasih-Nya. 

Menjadi seorang yang beriman, adalah panggilan dan sebuah kesempatan. Seringkali kita tidak mengambil kesempatan itu sebagai sebuah kesempatan. Yang kita lihat hanyalah masalah demi masalah. Mengapa? Masalah itu terjadi karena tidak sesuai dengan keinginan kita. 

Demikian pula dalam kehidupan dalam berkeluarga. “Keluarga bukanlah sebuah masalah; keluarga yang pertama dan terutama adalah kesempatan” (Paus Fransiskus). Kesempatan apa? Kesempatan menjadi bijaksana, dengan mengikuti jejak-Nya, melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya, dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan Allah dan pengabdian terhadap sesama supaya menghasilkan buah Roh (KGK 1832) (LG 40). 



Apakah yang dapat menguduskan dalam sebuah perkawinan? Kesetiaan suami dan istri dalam melakukan tugas sehari-hari dalam membesarkan anak-anak mereka dengan cinta yang sangat besar, tanpa pernah kehilangan senyum mereka

Seorang istri mengawali harinya dengan mengurus segala keperluan suami dan anaknya sebelum pergi beraktivitas (ke kantor, ke sekolah). Seorang suami bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jadi, kesetiaan menjalankan tugas sesuai panggilan itu menguduskan. 




Panggilan hidup perkawinan dalam terang iman 

[Kej 2:18-25] Tuhan Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan (1A) penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia (1B) tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. 

Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, (2) Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: (3) "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." 

Sebab itu (4A) seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, (4B) sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka (5) keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu

[Mat 19:6] Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, (4C) apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." 

» (1AB, 2) Sejak awal mula Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan sepadan (artinya sejajar), di sini tumbuh saling menghormati. (3, 4A) Dalam hidup perkawinan sangat penting “seorang laki-laki meninggalkan ayah dan ibunya”, padahal tempat itu adalah tempat yang paling nyaman dan aman untuk berlindung. Tempat itu harus ditinggalkan untukmemberikan kenyamanan dan perlindungan kepada pasangannya”. 

(4B) Kelahiran menjadikan sedarah » tidak bisa memilih. Perkawinan menjadi sedaging » bisa memilih. (4C) Perkawinan bukan hanya rencana kita, tetapi juga rencana Allah. Jadi, sejak awal mula, Allah menghendaki agar perkawinan menjadi tak terceraikan (KGK 2382, Mat 5: 31-32; 19-3-9; Mrk 10: 9; Luk 16:18; 1 Kor 7: 10- 11). Perceraian menghina perjanjian keselamatan, satu pelanggaran berat terhadap hukum moral kodrat (KGK 2384). 

Kesetiaan suami istri dibutuhkan demi kebaikan perkembangan anak- anak. Kita tak memerlukan studi yang rumit untuk melihat kenyataan bahwa anak-anak yang orang tuanya bercerai/berpisah, akan mengalami luka batin yang mendalam, dan ini sering memberikan dampak negatif bagi kepribadian mereka. Ada yang menjadi pribadi yang membenci lawan jenis, mudah menjadi pemurung dan tidak percaya diri, atau menjadi pemarah, agresif dan penuh curiga, atau aneka sifat negatif lainnya. Rahmat Tuhan sungguh diperlukan untuk menolong anak- anak ini mengatasi pengaruh luka batin yang terjadi akibat perpisahan orang tuanya. 



Mengapa sepasang sejoli mau kawin? Karena mereka jatuh cinta. Mengapa rumah tangganya kemudian bahagia? Apakah karena jatuh cinta? Bukan! Tapi karena mereka terus membangun cinta. Jatuh cinta itu gampang, 10 menit juga bisa. Tapi membangun cinta itu susah sekali, perlu waktu seumur hidup

Mengapa jatuh cinta gampang? Karena saat itu kita buta, bisu dan tuli terhadap keburukan pasangan kita. Tapi saat memasuki perkawinan, tak ada yang bisa ditutupi lagi. Dengan interaksi selama 24 jam per hari, 7 hari dalam seminggu, semua belang tersingkap. (5) Oleh karena itu belajarlah terbuka satu sama lain sehingga tidak gagal paham dalam menghadapi suatu masalah. 

Cinta yang sebenarnya adalah tindakan berdasarkan cinta meskipun kita tidak merasa mencintai. Cinta adalah sebuah tindakan positif yang tidak ditentukan oleh perasaan melainkan oleh kehendak; tekad untuk mengembangkan diri dengan tujuan memelihara pertumbuhan rohani sendiri atau rohani orang lain. Jatuh cinta bukanlah perluasan diri tapi keadaan dimana dinding ego kita runtuh sementara (M. Scott Peck, MD). 

Sebagian orang mencintai dengan cinta yang mementingkan diri sendiri, mudah berubah-ubah dan cinta diri seorang anak yang egois: sebuah cinta yang tak terpuaskan yang berteriak atau menangis ketika gagal mendapatkan apa yang ia inginkan. Kadang-kadang yang lain mencintai dengan cinta remaja yang ditandai dengan: permusuhan, kritik pahit dan suka menyalahkan orang lain, terjebak dalam emosi dan fantasi mereka sendiri. Orang-orang seperti itu mengharapkan orang lain mengisi kekosongan mereka dan memenuhi setiap keinginan mereka (Amoris Laetitia art 239). 

Cinta yang mementingkan diri sendiri terjadi karena gagal paham mengartikan kataaku cinta padamu”. (1) Pemahaman makna cinta lebih banyak diartikan sebagai “aku ingin memilikimu”, bukan “aku ingin di sampingmu selalu untuk melindungimu, melayanimu dan berkorban untukmu”. (2) “Cinta” lebih banyak diartikan sebagai “perhatian dan kasih sayang” bukan “pengorbanan dan pelayanan, perlindungan dan rasa aman dan hubungan seksual”. 

Akibat dari gagal paham mengartikan kata “aku cinta padamu” maka ada banyak “hidup perkawinan yang tidak dewasa”. Buahnya adalah “cinta eksklusif” dan terjadi pengekangan (kamu milikku, kamu tidak boleh kemana-mana jika tidak bersamaku). Akhirnya mereka tidak lagi merasakan indahnya hidup bersama dalam keluarga. 

Hubungan suami istri yang sesuai dengan rencana Allah adalah hubungan yang sampai kepada persatuan rohani di dalam Tuhan. Dengan kata lain, tanpa hubungan persatuan rohani, hubungan suami-istri tidak akan sampai pada kepenuhannya, sehingga mudah tergoyahkan. 



Perkawinan Katolik adalah perkawinan yang hidup dalam Roh (berpusat pada Kristus; fokus perhatiannya pada doa, firman dan sakramen) sehingga menghasilkan buah Roh (KGK 1832: 1. Kasih 2. Sukacita 3. Damai sejahtera 4. Kesabaran 5. Kemurahan 6. Kebaikan 7. Kesetiaan 8. Kelemahlembutan 9. Penguasaan diri 10. Kerendahan hati 11. Kesederhanaan 12. Kemurnian). Perkawinan sebagai sakramen adalah tanda kehadiran Tuhan. 

Jika Tuhan Yesus menjadi pusat dalam hubungan suami dan istri, maka mereka akan menempatkan kehendak-Nya di atas kehendak mereka sendiri, saling menghargai dan menghormati sehingga mereka memancarkan iman yang hidup dalam perbuatan kasih, baik kepada pasangan mereka maupun kepada anak- anak mereka. Kasih tidak sama dengan perasaan. Kasih itu bukanlah perasaan tapi tindakan dan suatu komitmen untuk tetap mengasihi sampai akhir

Kasih itu sifatnya memancar keluar, kasih itu memberi, dan menginginkan yang terbaik bagi orang yang dikasihi. Inilah prinsip kasih yang diajarkan oleh Tuhan. Dengan kasih semacam inilah kita seharusnya mengasihi Tuhan dan sesama kita, terutama anggota keluarga kita yang paling kecil dan lemah. 

Di dalam Kristuslah, “pasangan suami istri dikuatkan untuk memikul salib dan mengikuti Dia, untuk kembali bangun jika mereka jatuh, untuk saling mengampuni, untuk saling menanggung beban (Gal 6:2), dan untuk saling merendahkan diri seorang kepada yang lain demi penghormatan mereka kepada Kristus (Ef 5:21) dan saling mengasihi dalam cinta yang mesra, subur dan adikodrati. 

Dengan kasih (1 Kor 13: 4-7), kita dapat selalu menemukan kebaikan di dalam diri pasangan kita, dan membangun rasa saling pengertian dengannya, sehingga kita tidak mudah konflik ketika ada masalah dalam rumah tangga. 


Oleh karena itu, kita harus menempatkan Kristus sebagai pusat kehidupan kita, kita harus berjalan bersama-Nya dan berada di jalur-Nya, kita harus berusaha memandang pasangan kita dengan cara pandang Kristus, yaitu dengan kasih. Jadi, tujuan perkawinan bukanlah berpikiran sama, tetapi berpikir bersama

Pasangan yang tepat adalah yang dapat melengkapi kekurangan kita, bukan yang sama seperti kita. Meskipun kita telah kawin dengan orang yang benar (tepat), tetapi kalau kita memperlakukan pasangan kita secara keliru, maka akhirnya akan mendapatkan pasangan yang keliru. Jadi, tidak cukup hanya kawin dengan orang yang tepat, tetapi jadilah pasangan yang tepat, yang memperlakukan pasangan kita dengan tepat pula.

Kasih itu ramah. Kasih itu tidak suka membuat orang lain menderita. Kasih itu tidak berlaku kasar dalam kata-kata dan tindakan. Untuk pertemuan yang penuh kasih dibutuhkan “tatapan penuh kasih”, yang berarti tidak banyak memikirkan keterbatasan orang lain. Jadi, orang yang mengasihi mampu mengucapkan kata yang menyemangati, yang menghibur, yang menguatkan (Mat 15:28; Luk 7:50; Mat 14:27). 

Kasih itu tanpa kemarahan. Ketika seseorang marah, sesungguhnya batinnya dijerat dan dikuasai oleh Iblis (2 Tim 2:26). Reaksi yang benar adalah memberkati dengan cara mengampuninya karena dia tidak tahu apa yang diperbuatnya (1 Ptr 3:9; Luk 23:34). 

Kasih itu menutupi segala sesuatu. Kasih itu bersikap diam “terhadap keburukan yang mungkin ada pada orang lain”. Keluarga tidak ada sempurna. Ketidak sempurnaan pasangan untuk menguduskan hidup kita (1 Kor 7:14). 




Perkawinan adalah anugerah atau musibah 

Kebahagiaan dalam sebuah perkawinan tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan. Ingatlah! Perkawinan bukanlah tanaman bunga mekar harum semerbak yang sudah jadi, tetapi adalah sebuah lahan kosong yang harus digarap bersama-sama. 

Ketika ketidak-sepadanan ini muncul, maka terjadilahpelarian”, ada yang mencari TIM/WIL/PIL, ada yang “lebih giat pelayanan di gereja atau masyarakat” (Ingatlah! Panggilan ayah atau ibu, yang pertama dan terutama adalah menghidupi keluarga, bukan di gereja atau masyarakat. Pesan Paulus kepada Timotius: “Seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus ...? ... dapat bersaksi dengan leluasa.” (1 Tim 3:1-13). Pelayanan adalah buah dari sukacita dalam hidup berkeluarga), bahkan ada yang akhirnya “lebih mencintai hobi atau ciptaan lainnya”. 

Komentar Paus Fransiskus mengenai kisah penciptaan: Pertama, kita melihat laki-laki, yang sangat ingin mencaripenolong yang sepadan, yang mampu mengusir kesendiriannya yang menggelisahkannya dan yang tidak dapat ditenangkan oleh kedekatannya dengan binatang-binatang dan seluruh ciptaan (Amoris Laetitia art 12). 

Ketika tidak menjumpai penolong yang sepadan, maka timbullah konflik dengan pasangan. Janganlah kita menggantikan pasangan kita dengan hobi atau binatang. Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah, namun akan menimbulkan masalah lainnya yang lebih berat. Karena mereka tidak bisa menggantikan peran dari suami atau istri. Jadi, kata “penolong yang sepadan” adalah kunci dalam perkawinan. 

Ketika ketidak-sepadanan ini muncul (ada strata dalam perkawinan), maka ego-lah yang akan berbicara terlebih dahulu, akhirnya suami atau istri akan menunjukkan kehebatannya masing-masing sehingga terjadi konflik dalam rumah tangga, yang tidak dapat dihindarkan. 


Berdasarkan survey, penyebab konflik dalam hidup perkawinan akibat dari

1. Pribadi pasangan (berubah): suami » dulu melindungi, sekarang minta dilindungi; istri » dulu seorang yang tenang, sekarang cerewetnya luar biasa. 



Masalah dalam pernikahan biasanya timbul karena kita tidak memahami perbedaan antara pria dan wanita. Kebutuhan seorang suami: sex, istri sebagai sahabat, rumah yang rapi, istri yang menarik, saling menghargai. Kebutuhan seorang istri: kasih sayang dan penghargaan, diajak bicara, jujur dan terbuka, keuangan yang cukup, komitmen terhadap keluarga. 

Dosa yang merusak perkawinan. Suami: tidak berfungsi menjadi pemimpin dengan baik, akibatnya saling melukai; gagal menjadikan istri nomer satu dalam hidupnya; membandingkan istri dengan wanita lain; kurang disiplin mengontrol emosi dan kebiasaan buruk; gagal memuji hal-hal kecil dari istri; menolak pendapat istri: tidak pernah minta maaf. Istri: tidak menghargai suami sebagai otoritas; gagal menundukkan diri kepada suami; gagal menampilkan kecakapan manusia batiniah; gagal menunjukan rasa syukur kepada suami. 

Perbaikilah apa yang bisa diperbaiki sekarang sebelum terlambat. Cintailah pasangan yang telah Tuhan pilih untukmu! Belaian tangan suami adalah emas bagi istri. Senyum manis sang istri adalah permata bagi suami. Kesetiaan suami adalah mahkota bagi istri. Keceriaan istri adalah sabuk di pinggang suami. 

Di belakang suami sukses selalu ada istri yang hebat. Dalam pandangan masa kini, istri tidak lagi hanya dilihat sebagai faktor pelengkap saja, melainkan sebagai pondasi kuat yang mendukung keberhasilan suami dalam meraih seluruh mimpi, menjadi faktor penentu kesuksesan suami di masa depan. Karena dia menjadi penolong yang tak pernah menyerah

Jadi, kebahagiaan perkawinan membutuhkan perjuangan yang tidak kenal lelah, dan membutuhkan kehadiran dan pertolongan Tuhan. Berbahagialah mereka yang benar-benar menikmati hidup rumah tangga yang rukun dan damai, meskipun itu harus diperoleh dengan cucuran air mata. 

Ingat! Kepala keluarga yang berhasil dalam keluarga maka keberhasilan yang lain akan mengikuti. Kepala keluarga yang gagal dalam keluarga maka kegagalan lain akan mengikuti. 


2. Keuangan 

Kebutuhan hidup di zaman digital mendorong orang untuk bekerja keras mencari penghasilan yang mencukupi kebutuhan, maka pasangan suami istri bekerja dengan alasan itu, bahkan mereka “rela” berpisah dengan pasangan untuk mencari nafkah di kota lain. Hal ini menyebabkan mereka mempunyai kesempatan bertemu sangat terbatas, baik dengan pasangan maupun dengan anak-anak. 



Masalah pun akan timbul ketika suami istri bekerja dan gaji istri lebih besar dari suaminya, suaminya merasa minder karena tak dihargai penghasilannya, sementara istri merasa di atas sehingga jadi sombong dan tak menghormati suami. 

Seorang ibu dalam keluarga ibarat jantung bagi tubuh. Ibu juga memompakan kehidupan, spirit, harapan kepada anggota keluarganya. Oleh karena itu menjadi ibu sebenarnya suatu anugerah yang sangat mulia melebihi karier puncak manapun. Wanita yang melakukan segalanya karena cinta mengetahui tujuan dari semua pekerjaannya bukan semata-mata untuk mendapat pujian keluarga tetapi terlebih untuk menyenangkan hati Tuhan (1 Kor 10:31). 

Meskipun dianggap remeh di mata orang lain (tidak mempunyai karier, tidak mempunyai penghasilan sendiri, kerjanya hanya mengurus rumah tangga, menemani anak belajar, mengantar dan menjemput anak sekolah/kegiatan lainnya), ia dapat menjadi kudus dihadapan Tuhan melalui peranannya (1 Tim 2:15 » perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan). 

[Baca jugaMenjadi kekasih Tuhan dan kekasih suami]


Ketika ayah atau ibu lebih mementingkan karir, ia tidak bisa mendapatkan cinta keluarganya. Pada saat anak sudah bisa mandiri, ia akan membalas apa yang ayah atau ibunya taburkan pada masa kecilnya, sehingga ayah atau ibunya akan nelongso (menderita) pada masa tuanya. Kalau lebih mementingkan keluarga, kemungkinan besar karirnya berkurang, dan pendapatannya pas-pasan. Hal inipun akan menimbulkan masalah. Jadi, hidup berkeluarga adalah kesempatan untuk belajar bijaksana dalam menentukan pilihan. 

Jika harta adalah tujuan, kita kehilangan sahabat dan Allah (Am 8:4-7). Jika harta adalah sarana, kita mendapat sahabat dan Allah (Luk 16:1-13). Maka kita harus cerdik menguasai harta, bukan dikuasai oleh harta. Kecerdikan ini mulai dengan sikap setia, jujur dan bisa dipercaya dalam perkara-perkara kecil. 

3. Orang ketiga (keluarga besar: mertua, ipar dll. atau TIM/WIL/PIL). 

Mertua tidak boleh campur tangan dalam semua persoalan keluarga, kecuali membantu dalam masalah keuangan, membantu dalam pendidikan dan pengasuhan anak (jika ada kesepakatan dari anak dan menantunya). 



Banyak orang mengira bahwa pria selingkuh dan meninggalkan istrinya untuk wanita yang lebih seksi atau lebih cantik. Sementara wanita akan meninggalkan suaminya demi pria yang lebih mapan. Namun, penelitian menemukan bukan hanya itu alasan utama seseorang berselingkuh. 

Jika pasangan kurang kedekatan emosional, maka resikonya lama-kelamaan pasangan dapat menjadi kurang menghargai keberadaan satu sama lain. Kurangnya rasa penghargaan inilah yang kemudian menjadi salah satu kunci utama pria membangun kedekatan emosional dengan orang lain yang bisa memberinya penghargaan. Jadi, ketika ada PIL (Pria Idaman Lain), jangan diminum, cukuplah suami sebagai obat; ketika ada WIL (Wanita Idaman Lain), jangan dituruti, cukuplah isteri sebagai pelabuhan hati. 

4. Anak-anak 

Orang tua dipanggil oleh Allah untuk semakin menghayati panggilannya sebagai ayah dan ibu, melalui kehadiran anak-anak. Peran orang tua tidak dapat digantikan, tidak dapat sepenuhnya didelegasikan kepada orang lain karena tugas pertama dan utama mereka adalah mendidik anak-anaknya “bagaimana caranya hidup menjadi orang yang baikterutama dalam hal iman dan kebajikan-kebajikan Kristiani

Dari keluargalah anak-anak pertama-tama harus belajar tentang otoritas Allah yang memimpin mereka dengan kasih. Artinya, orang tua memberi koreksi jika anak berbuat salah, namun tidak dengan cara marah, tetapi dengan kelemahlembutan. Setelah mengkoreksi anak, orang tua perlu merangkul anak kembali, dan anak perlu diberitahu bahwa koreksi tersebut diberikan demi kebaikan anak itu sendiri. Dengan demikian anak belajar tentang nilai- nilai kehidupan yang mendasar, yaitu tentang keadilan dan kasih



Kadangkala mendidik anak-anak terasa berat, namun ketika kita menyertakan Kristus dalam mendidik mereka, maka kita akan disadarkan Tuhan bahwa anak-anak adalah berKat yang semakin mempererat ikatan kasih suami istri

Melalui kehadiran anak-anak, Tuhan membentuk orang tua mereka untuk menjadi semakin serupa dengan Dia, menjadi pribadi yang mengasihi, yang mau memberikan diri secara total dan tanpa syarat. 

Mahkota keluarga adalah kelahiran anak- anak dan pendidikan mereka menjadi anak- anak yang mengasihi Tuhan dan sesama. Jadi, anak adalah berkat, bukan beban. 

5. Lain-lain (perkawinan campur, beda suku, jenjang pendidikan) 



Tidak ada keluarga jatuh dari surga yang terbentuk sempurna dan dikemas sekali dan bagi semua; namun membutuhkan perkembangan tahap demi tahap dalam kemampuannya untuk mencintai (Amoris Laetitia art 325). 

Tidak ada keluarga yang sempurna. Kita tidak punya orang tua yang sempurna, kita tidak sempurna, tidak menikah dengan orang yang sempurna, kita juga tidak memiliki anak yang sempurna. Kita memiliki keluhan tentang satu sama lain. Kita kecewa dengan satu sama lain. Oleh karena itu, tidak ada perkawinan yang sehat atau keluarga yang sehat tanpa pengampunan

Jika kita tidak mau mengampuni, maka kita tidak akan memiliki ketenangan jiwa dan persekutuan dengan Allah. Jadi, pengampunan itu sangat penting untuk kesehatan emosional kita dan kelangsungan hidup spiritual. Tanpa pengampunan, keluarga menjadi sebuah teater konflik dan benteng keluhan

(Sumber: Warta KPI TL No. 173/IX/2019 » Seminar keluarga Tgl 17 September 2019, Rm Eko Wahyu, OSC).