Senin, 31 Oktober 2016

Kamu adalah saudaraku

Ada dua orang bersaudara. Sang kakak hidup membujang, sedangkan sang adik menikah dan mempunyai dua belas orang anak. 

Mereka berdua hidup dari bertani dengan mengolah sawah dan ladang peninggalan orang tua mereka. Pada waktu panen mereka membagi hasil bumi sama rata dan kemudian menyimpannya di tempat masing-masing.

Suatu hari sang kakak berkata dalam hatinya: “Tidak adillah membagi hasil bumi sama rata dengan adikku. Aku hidup sendirian, sementara adikku mempunyai sekian banyak mulut yang harus diberi makan. 


Kalau begitu mulai malam ini aku akan mengambil sekarung padi dari lumbungku dan secara diam-diam akan kutambahkan pada lumbung adikku.”

Beberapa hari kemudian sang adik juga berkata di dalam hatinya: “tidak adillah membagi hasil bumi sama rata dengan kakakku. Aku mempunyai 12 anak, sedangkan kakakku hidup sendirian. 

Kelak jika aku menjadi tua dan jompo anak-anakku akan merawatku, sedangkan kakakku pada masa tuanya nanti tidak akan ada yang merawatnya. 

Kalau begitu mulai malam ini aku akan mengambil sekarung padi dari lumbungku dan secara diam-diam akan kutambahkan pada lumbung kakakku agar ia dapat menabung untuk hari tuanya.”

Demikian setiap malam, dengan diam-diam kedua saudara ini saling mengisi lumbung secara bergantian. Pagi harinya kedua saudara ini menyempatklan diri untuk melihat isi lumbungnya. 

Namun kedua saudara ini terheran-heran karena meski setiap malam dikurangi satu karung padi di lumbung mereka tidak nampak berkurang satu kg pun.

Pada suatu malam, ketika keduanya hendak mengisi lumbung, mereka berpapasan di jalan. Akhirnya mereka mengetahui apa yang menjadi penyebab keheranan mereka. Sejak saat itu hubungan kedua saudara itu menjadi semakin hangat. 

Pola pikir dua orang bersaudara itu telah diubahkan oleh Tuhan sehingga mereka ada kerelaan berbagi bagi saudaranya.

Marilah kita belajar dari Zakheus (Luk 19:1-10)

Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek

Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ 

» Di hati Zakheus ada kerinduan untuk mengenal Tuhan secara pribadi. Meskipun dianggap orang yang berdosa, dengan keterbatasannya (pendek, biasanya gemuk), dia menyangkali diri dan menanggapi panggilan itu dengan berlari, memanjat pohon ara yang berada di tengah jalan. Pohon itu tingginya seperti pohon beringin, buahnya tidak bisa dimakan. Pelajaran pertama: ada sebuah perjuangan untuk mengenal Tuhan dengan baik. 

Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.”

» Setiap pribadi memiliki martabat yang sama di hadapan Tuhan, meskipun peran setiap pribadi itu berbeda. Keragaman perbedaan (status/selera/hobi/kematangan pribadi) seharusnya dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan jati diri sebagai gereja.

Orang yang mempunyai strata kesalehan yang lebih tinggi hendaknya tidak menghakimi orang yang bersalah/berdosa, tetapi memiliki kepekaan untuk memberi salam terlebih dahulu seperti yang dilakukan Yesus (kudus) terhadap Zakheus (orang berdosa).

Jadi, seharusnya kita berinisiatif untuk membangun relasi dengan mereka sehingga jiwa mereka tidak terhilang. Pelajaran kedua: ketika Tuhan menggerakkan hatinya, Zakheus berjuang melawan perasaannya yang tidak nyaman

Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Kata Yesus kepadanya:”Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham …”

» ketika berjumpa dengan Yesus, ada perubahan sikap hidup yang manusiawi menuju sikap hidup yang bersifat ilahi yaitu berupa kepuasan batin/kebahagiaan sejati.

Zakheus bersukacita karena telah menemukan mutiara yang berharga sehingga dengan rela dia berbagi dengan sesama, mau mentaati peraturan membayar ganti rugi, bahkan lebih dari yang seharusnya (Kel 22:9).

Pelajaran ketiga: ketika berjumpa dengan Yesus, Zakheus berjuang untuk mengubah sikap hatinya.

Pola pikir sangat mempengaruhi hidup kitaCara memandang mempengaruhi kualitas hati kita di dalam sebuah pertobatan

(Sumber: Warta KPI TL No. 85/V/2011 » Renungan KPI TL tgl 24 Maret 2011, Dra Yovita Baskoro, MM).

21.14 -

Bersama Yohanes Gereja Rumah Tangga mempersiapkan kedatangan Tuhan

Ada banyak orang beragama tetapi tidak beriman (pergi ke tempat ibadah, status di KTP beragama). Mengapa bisa terjadi demikian? Karena mereka hanya percaya saja, tetapi tidak menyerahkan seluruh hidupnya dalam penyelenggaraan Tuhan.

Sebagai anggota Gereja Rumah Tangga, kita perlu menanggapi ajakan Yohanes Pembaptis untuk mempersiapkan jalan Tuhan dengan bertobat. 

Bertobat berarti mengoyakkan hati (Yl 2:13). Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat

Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya (Yeh 36:27; Yes 1:16-17 - berhenti berbuat jahat, belajar berbuat baik). 

Pertobatan bukan sekedar perbaikan hidup tapi perubahan hidup - pembaharuan relasi kita dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan Tuhan dan dengan lingkungan.

Peranan Yohanes menjadi tokoh pengantara menuju kerajaan terjanji yakni kerajaan Mesianis (kerajaan yang dinantikan, yang mematahkan kekuatan jahat - Luk 10:19). 

Yohanes menjadi jembatan bagi datangnya zaman baru. Ia mempersiapkan jalan Tuhan yang mengarah dariMesirke Israel”, dan sekarang melalui Yesus menuju ke kerajaan Mesias.

Mesir bukan hanya suatu negara tetangga yang berkuasa besar dan masyur, tetapi dia juga merupakan sebuah bangsa yang berbudaya, di mana orang-orang bisa mengungsi dengan nyaman. 

Karena terjadi kelaparan yang cukup panjang, maka orang Israel ke Mesir untuk mencari berkat. Di masa lalu Mesir merupakan sebuah negara yang pernah mempunyai cerita “menindas orang –orang Ibrani”, yang akhirnya dibebaskan oleh Tuhan. 

Maka Mesir dipandang sebagai kuasa musuh, tanah pembuangan, tanah asing, penjajahan, penuh penderitaan; Israel sebagai tanah terjanji, merdeka

Seringkali dalam mencari berkat kita masuk di dalam penderitaan. Kenapa begitu? Karena kita mengandalkan kekuatan diri sendiri, tidak mengandalkan Allah.

Kita sebagai Gereja Rumah Tangga juga dipanggil untuk berjalan menuju Israel baru. Tindakan nyata yang dapat kita wujudkan adalah dengan jalan bertobat, meninggalkan kehidupanMesir” (= kedosaan, penindasan) menuju “Israel baru” (penebusan, pembebasan dan kemerdekaan sebagai anak Allah). 

Bertumbuh dalam iman yang semakin dewasa dan mematahkan kekuasaan jahat. Dan secara merdeka kita kembangkan sikap rela berbagi.

(Sumber: Warta KPI TL No. 85/V/2011 » Renungan KPI TL tgl 9 Desember 2010, Dra Yovita Baskoro, MM).



20.53 -

Mengalah itu indah

Mengalah itu indah, namun sebagai orang Kristen kita tidak boleh mengalah terhadap hal-hal tertentu:


Tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! (Yak 4:7).

Kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya. Jadi, manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm 6:3, 6).

Sikap mengalah merupakan suatu pertanda kedewasaan rohani. Kita yang kuat wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat. Jadi, setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya (Rm 15:1-2).

Sikap mengalah adalah kunci untuk membuka hikmat Allah yang tersembunyi

Marilah kita belajar dari Salomo (1 Raj 3:16-28):

Pada waktu itu masuklah dua orang perempuan sundal menghadap raja.

Kata perempuan yang satu: “Ya tuanku! Aku dan perempuan ini diam dalam satu rumah, dan aku melahirkan anak, pada waktu itu dia ada di rumah itu. 

Pada hari ketiga sesudah aku melahirkan, perempuan inipun melahirkan anak; kami sendirian, tidak ada orang luar bersama-sama kami dalam rumah, hanya kami berdua saja dalam rumah. 

Pada waktu tengah malam anak perempuan itu mati, karena ia menidurinya. Pada waktu tengah malam ia bangun, lalu mengambil anakku dari sampingku; sementara hambamu ini tidur, dibaringkannya anakku itu di pangkuannya, sedangkan anaknya yang mati itu dibaringkannya di pangkuanku. 

Ketika aku bangun pada waktu pagi untuk menyusui anakku, tampaklah anak itu sudah mati, tetapi ketika aku mengamat-amati dia pada waktu pagi itu, tampaklah bukan dia anak yang kulahirkan.”

Kata perempuan yang lain itu: “Bukan! Anakkulah yang hidup dan anakmulah yang mati.”

Tetapi perempuan yang pertama berkata pula: “Bukan! Anakmulah yang mati dan anakkulah yang hidup.”

Begitulah mereka bertengkar di depan raja. … Sesudah itu raja berkata: “Ambilkan aku pedang.” Lalu dibawalah pedang ke depan raja. Kata raja: “Penggallah anak yang hidup itu menjadi dua dan berikanlah setengah kepada yang satu dan yang setengah lagi kepada yang lain.”

Maka kata perempuan yang empunya anak yang hidup itu kepada raja, sebab timbullah belas kasihannya terhadap anaknya itu, katanya: “Ya tuanku! Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuh dia.”

Tetapi yang lain itu berkata: “Supaya jangan untukku ataupun untukmu, penggallah!”

Tetapi raja menjawab, katanya: “Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, janganlah sekali-sekali membunuh dia; dia itulah ibunya.”

Jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukanlah milik Kristus. Roh Kristus adalah roh yang rela mengalah (Rm 8:9; Bdk.Flp 2:6)

(Sumber: Warta KPI TL No. 85/V/2011 » Mengalah Itu Indah, Derek Prince).




06.20 -

Aku belajar setia



Monika dilahirkan pada tahun 331 di Tagaste, Algeria, Afrika Utara dari keluarga Kristen yang taat. Leluhurnya bukan penduduk asli Afrika, tetapi perantauan dari Fenisia. 

Dia menikah dengan Patrisius, seorang pegawai tinggi pemerintahan kota. Mereka dikaruniai 3 orang Anak: Agustinus, Navigius dan Perpetua (yang kelak memimpin biara).



Patrisius seorang kafir. Ia bertabiat buruk, suka naik pitam dan sering menertawakan usaha keras Monika untuk mendidik Agustinus menjadi pemuda Kristiani. 



Meskipun demikian, Monika tidak pernah membantah ataupun bertengkar dengan suaminya. Tak henti-hentinya ia berdoa agar suami dan puteranya segera bertobat dan menerima Kristus.

Pada tahun 371 Patrisius meninggal. Mendekati ajalnya ia bertobat dan minta dibaptis. Bahkan ibu Patrisius pun juga dibaptis.

Sementara itu, Agustinus belum juga mau menjadi seorang Kristen. Meski tidak ada tanda-tanda bahwa doanya dikabulkan Tuhan, Monika dengan setia tetap berdoa untuk Agustinus dengan setiap kali air mata mengalir dari kedua matanya.

Tuhan mendengarkan keluh kesah Monika dan menguatkannya dengan suatu mimpi. Dalam mimpinya, Monika melihat dirinya sendiri berada di atas sebuah mistar dari kayu, kemudian datanglah seorang pemuda yang berseri-seri dan bercahaya wajahnya.

Pemuda itu bertanya: “Mengapa ibu bersedih? Apa yang menyebabkan ibu menangis setiap hari?” Monika menjawab bahwa ia sedih karena tidak tahan melihat kebinasaan Agustinus, puteranya. 

Maka pemuda itu mengajak Monika untuk melihat dengan seksama. Segeralah terlihat oleh Monika bahwa Agustinus ada bersamanya di atas mistar, “Di mana engkau berada, ia pun berada.”

Telah lama waktu berlalu sejak mimpinya itu, namun Agustinus masih juga hidup dalam dosa. Oleh karena itu Monika terus-menerus datang kepada Bapa Uskup memohon-mohon dan mendesak-desak dengan air mata bercucuran supaya Uskup mau menengok dan menasehati Agustinus. 

Lama-kelamaan Uskup menjadi bosan dan kehilangan kesabarannya sehingga ia berkata: “Pergilah, jangan menggangguku. Demi hidupmu tak mungkinlah binasa anak itu karena sekian banyak air matamu!

Mendengar itu, Monika amat gembira sebab ia percaya pada apa yang dikatakan Bapa Uskup bahwa Agustinus tidak mungkin binasa.

Berdoa dengan tidak jemu-jemu. Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya (Luk 18:1-8)

Pada tahun 383 Agustinus bersama Alypius, sahabatnya hendak berangkat ke Roma dan Milan untuk mengajar. Monika tidak setuju, karena pada waktu itu Roma buruk keadaannya. 

Di pantai menjelang keberangkatannya, Monika menawarkan hanya dua pilihan kepada Agustinus: pulang dengannya atau Monika ikut dengan Agustinus ke Italia. 

Dengan tipu dayanya Agustinus meninggalkan ibunya seorang diri di kapel Beato Cyprianus yang terletak di tepi pantai, sementara ia dan Alypius berlayar ke Italia.

Monika amat sedih, seorang diri ia menyusul Agustinus ke Italia. Penderitaan berat ditanggungnya terutama karena kapal yang ditumpanginya hampir karam karena badai. Tuhan menguatkan Monika dengan janji-Nya bahwa ia akan bertemu dengan puteranya sesampainya di Italia.

Sesampainya di Italia, Monika bersahabat baik dengan Uskup Ambrosius, Uskup kota Milan. Pelan-pelan dia mengajak Agustinus untuk menghadiri kotbah-kotbah Uskup Ambrosius. 

Akhirnya Agustinus mulai tertarik dengan kotbah dan ajaran-ajaran Uskup Ambrosius hingga akhirnya dibaptis.

Dua bulan kemudian, yaitu bulan Juni tahun 387, Agustinus, Alypius dan Monika berencana pulang kembali ke Tagaste, Afrika. 

Dalam perjalanan pulang mereka singgah di Ostia, di dekat muara sungai Tiber. Monika dan Agustinus berdua saja berdiri bersandar pada jendela rumah persinggahan mereka. Mereka terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik mengenai seperti apa kiranya kehidupan para kudus di sorga. 

Diliputi rasa bahagia yang amat sangat Monika berkata kepada Agustinus: “Anakku, bagiku tidak ada lagi yang dapat memukauku dalam kehidupan ini. Apa lagi yang dapat kuperbuat di dunia ini? Untuk apa aku di sini? Entahlah, tak ada lagi yang kuharapkan dari dunia ini. Ada satu hal saja yang tadinya masih membuat aku ingin tinggal cukup lama dalam kehidupan ini, yaitu melihat engkau menjadi Katolik sebelum aku mati. Keinginanku sudah dikabulkan secara melimpah dalam apa yang telah diberikan Allah kepadaku: Kulihat kau sudah meremehkan kebahagiaan dunia ini dan menjadi hamba-Nya. Apa yang kuperbuat lagi di sini?”

Lima hari kemudian Monika jatuh sakit. Kepada kedua putranya, Agustinus dan Navigius, Monika berpesan: “Yang kuminta kepada kalian hanyalah supaya kalian memperingati aku di altar Tuhan di mana saja kalian berada. Sebab aku telah melayani altar itu tanpa melewati satu hari pun.”

Pada hari yang kesembilan Monika wafat dalam usia 56 tahun.

Santa Monika dihormati sebagai pelindung ibu rumah tangga. Pestanya dirayakan setiap tanggal 27 Agustus. 

Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku (Luk 9:23)

Santa Monika adalah salah satu contoh teladan iman Katolik, dia belajar setia untuk menyangkal diri dan memanggul salibnya setiap hari … dia berdoa tak jemu-jemunya selama dua puluh tahun. Akhirnya dia memetik buahnya, yaitu keselamatan bagi orang-orang yang dikasihinya.

(Sumber: Warta KPI TL No. 85/V/2011 » Renungan KPI TL tgl 10 Maret 2011, Dra Yovita Baskoro, MM).

05.59 -

Firman membuat kita sehat

Membaca Alkitab secara teratur bukan hanya baik bagi jiwa, tetapi juga bagi tubuh jasmani kita. Sehubungan dengan hal ini, Dr Jeffrey Leven dan Dr David Larsen melakukan penelitian terhadap lebih dari 500 orang selama berbulan-bulan. 

Riset panjang ini menghasilkan kesimpulan bahwa mereka yang membaca Alkitab secara teratur cenderung mempunyai tekanan darah yang normal dan tingkat depresi lebih rendah, lebih sedikit menderita penyakit jantung, jarang yang kecanduan obat maupun alkohol, jarang mengalami perpecahan dalam perkawinan, kesehatannya jauh lebih baik dari mereka yang tidak membaca Alkitab. Hasil riset ini mereka publikasikan di Washington pada 30 Juli 1996. 

Membaca Alkitab secara teratur berarti memberi makanan bergizi kepada jiwa secara teratur, sehingga kesehatan jiwa kita terjaga. 

Jiwa yang sehat akan membuat hati kita bebas dari rasa gelisah, cemas dan stress

Firman Tuhan itu manis bagi jiwa kita, karena sejak semula Tuhan sudah merancang bahwa makanan utama bagi jiwa manusia adalah rangkaian menu yang ada di dalam firman-Nya.

Manusia hidup bukan dari roti sajatetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Mat 4:4; Ul 8:3)

Membaca firman secara teratur adalah salah satu bentuk disiplin rohani yang akan membuat hidup kita bertumbuh; sebagaimana iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm 10:17). 

Tatkala kita mendisiplin diri untuk membaca firman Tuhan secara teratur setiap hari, hati kita akan mengalami perubahan

Firman Tuhan yang hidup akan mengubah pola pikir kita yang pada umumnya dikuasai oleh kedagingan, sehingga kita lebih memilih hidup dipimpin oleh keinginan Roh. 

Keinginan Roh akan membawa kita menghasilkan buah Roh, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kebaikan, kesetian, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Gal 5:22-23). 

Keinginan Roh akan menyegarkan jiwa serta tubuh. Dan orang yang menghidupi buah roh tentu akan hidup dalam kesehatan yang prima karena jiwa yang kuat menghasilkan tubuh yang sehat

Berkomitmenlah mengadakan waktu secara teratur untuk membaca firman, dan bukan mencari waktu yang kosong karena kita sulit sekali menemukan waktu yang lowong. 

Bangunlah setengah jam lebih awal dari biasanya untuk bersaat teduh. Maka hari-hari yang kita lalui akan menjadi berbeda jika mengawali hari itu bersama Tuhan.

(Sumber: Warta KPI TL No. 85/V/2011 » Mansor Mei 2011 No. 158 Tahun XIV).

Minggu, 30 Oktober 2016

Peperangan rohani



Seringkali tanpa disadari dalam kehidupan berkeluarga/berkomunitas kita mempunyai musuh dalam selimut. Mengapa ini bisa terjadi? Karena tidak ada keterbukaan diantara keluarga/komunitas dalam menyelesaikan suatu masalah

Siapakah musuh-musuh kita? Setiap orang yang secara sadar atau tidak sadar mengizinkan dirinya dipakai oleh “si jahat” dengan tujuan menggganggu kita.

* Didalam membina hidup berkeluarga bukanlah hal yang mudah. Seringkali kita telah bersikap penuh kritik terhadap pasangan kita, kita hanya mengomel, mengomel, dan mengomel … meskipun pasangan kita telah berusaha sekeras mungkin untuk menyenangkan hati kita.

Keluarga (pasangan/anak-anak) bersikap kasar/kurang peka terhadap kita sehingga kita kehilangan kesabaran. Akhirnya … tanpa disadari dalam hati “memutuskan tidak berurusan dengan mereka lagi”. 

Ingatlah! Si jahat suka sekali melihat pasangan/anak-anak yang merasa diabaikan, tidak diinginkan, atau merasa lebih lemah. Ia mempunyai segala jenis daya tarik untuk ditawarkan kepada mereka (uang, obat-obatan terlarang, persahabatan yang salah dll).

* Didalam komunitas ada juga “sahabat baik” yang menyebarkan rahasia-rahasia terdalam, menggunjingkan kita dan memanipulasi atau menyakiti sesama orang percaya.

Ketika kita sedang mengalami sebuah krisis, mungkin saja si jahat melaksanakan rencananya yang jahat: mencuri, membunuh dan membinasakan umat Allah (Yoh 10:10) dengan cara mempengaruhi pikiran atau tindakan orang-orang yang terlibat. 

Jika musuh kita menyakiti dengan kata-kata dan sikap yang tidak baik, tolaklah keinginan untuk membalasnya atau bermuka masam (bdk. Ef 4:29; lih. [Ams 18:21] Kuasa perkataan). Berdoalah dalam hati dan perkatakanlah berkat Allah ke atas dia (Luk 6:27-28; Mat 5:44; Bil 6:22-27; Ams 24:17-18) maka Kristus di dalam kita akan membawa kita keluar dari yang ‘biasa’ dan masuk ke dalam yang ‘luar biasa’ dan kita akan meresponi musuh kita dengan kasih. Karena Allah juga ingin memanisfestasikan kebaikan-Nya terhadap musuh-musuh kita.

Jika Tuhan berkenan kepada jalan seseorangmaka musuh orang itu pun didamaikan-Nya dengan dia.

Dalam menjalani kehidupan ini, janganlah kita menilai Allah menurut agenda kita sendiri. Jika kita keluar dari kehendak-Nya, maka si jahat akan mendakwa kita siang dan malam (Why 12:10) sehingga kita ketakutan dan kita mengambil jalan memutar (Kej 20:1-3).

Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu daya Iblis (Ef 6:11-18; lih. [Ef 6:10-20] Senjata perlengkapan Allah).

Pakailah baju perang yang luar biasa ini: baju zirah kebenaran: yang akan membuat kita lebih berani karena kita sedang berjalan dalam kebenaran Allah dan bukan kebenaran kita sendiri; 

ketopong keselamatan: akan melindungi pikiran kita dari memikirkan pikiran apa pun yang iblis inginkan. Ia akan mengatakan: “Kamu adalah orang yang gagal dalam pekerjaan/membimbing anak-anak.” atau “Semua orang tidak ada yang menyayangimu, baik itu pasangan dan anak-anakmu.” dll. 

Perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging (manusia), tetapi melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara (Ef 6:12)

Entah kita adalah orang kudus atau orang berdosa, orang Kristen baru atau orang percaya dewasa, si jahat akan melemparkan panah-panah berapinya kepada kita. Mengapa? 

Karena si jahat sangat membenci Allah. Dia juga membenci kita karena kita diciptakan segambar dengan Allah dan Allah memberkati kita. 

Jadi, dari semula semua orang ditentukan untuk menaklukkan bumi dan diberkati untuk menghasilkan buah dan memerintah bumi ini (Kej 1:27-28; Ibr 2:16).

Syarat-syaratnya:

1. Kita harus memperbarui pikiran kita dan menjadi serupa dengan gambaran Kristus. Allah ingin manusia mengubah pikiran mereka dan menjadi lahir baru sehingga mereka akan memperoleh tujuan yang telah Allah tentukan bagi semua orang, hidup selama-lamanya bersama Yesus Kristus. 

Seringkali kuasa Allah terhalang untuk bekerja dalam hidup kita karena terjebak dalam sifat manusia lama (pikiran-pikiran/sikap-sikap negatif, kemarahan, kebencian dll). 

Kita mungkin memiliki respons emosi yang normal terhadap sebuah keadaan (marah, terluka dll). Namun melalui Yesus Kristus (Flp 4:13), kita telah diberikan otoritas Allah untuk keluar dari alam emosi kita dan masuk ke dalam alam supernatural (sifat manusia baru – ingin berbuat baik kepada semua orang) sehingga respon normal itu tidak akan berubah menjadi sebuah kondisi yang berdosa (Ef 4:26-17 – Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa … janganlah beri kesempatan pada Iblis). 

Ketika kita menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, maka kita dimeteraikan oleh Roh Kudus (Ef 1:13). Dengan kuasa Allah (Luk 10:19), kita akan masuk ke dalam sebuah dunia baru, dunia supernatural di mana yang mustahil menjadi mungkin karena iman. 

Kuasa mujizat-Nya yang bekerja dalam hidup kita akan memberi kita kemampuan untuk bangkit dan menjadi kuat dalam Roh Kudus. 

Jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (Yoh 3:5; Rm 14:17 – bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus). Jika kita sudah dilahirkan kembali, maka akan ada perubahan dalam hidup kita

Jadi, janganlah mempunyai pola pikir cepat puas diri dengan menghadiri gereja secara teratur, tidak minum minuman keras, tidak merokok, atau tidak melakukan perzinahan. 

Sebagai anak-anak Allah buatlah perbedaan dengan anak-anak dunia sehingga Yesus akan memakai kita untuk melakukan pekerjaan Bapa di muka bumi ini

Jika kita setia pada Allah, Ia akan memakai kita sebagai bejana untuk memberkati orang lain

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm 12:2). 

Semua orang yang dipilih-Nya dari semula, ditentukan menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya dipanggil-Nyadibenarkan-Nyadimuliakan-Nya (Rm 8:29-30). 

Tuhan tidak pernah lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat (2 Ptr 3:9). 

Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu (Kis 16:31). 

2. Pencurahan Roh Kudus-Nya

Bilamana hal ini akan terjadi? Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu Roh Kudus (Penolong yang lain/Roh Kebenaran/Penghibur). Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu. Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu (Yoh 14:15-20, 25-26; Kis 1:8). 

Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia (Kis 2:17-18; Yl 2:28)

Dalam bahasa Ibrani, memberkati adalah barak, artinya berlutut (= posisi menyembah). 

Jadi, untuk mendapatkan berkat, kita harus hidup dengan sikap menyembah Allah. Jika kita masih menjalani gaya hidup dengan penuh dosa, maka Allah tidak akan memberkati dan tidak akan memberikan otoritas-Nya pada kita. 

Jadi, untuk dapat memberkati orang lain, kita sendiri harus terlebih dahulu diberkati. Tindakan memberkati ini jangan dipandang remeh, karena ketika orang-orang percaya mencampur iman dan berkat, kita mendorong Allah untuk bergerak atas janji-janji-Nya.

Ada tiga berkat spesifik: materi, warisan, dan kemenangan

Ketika kita menjalani hidup kita dengan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:23-24), kita menaruh diri kita dalam sebuah posisi untuk mewarisi segala sesuatu yang telah Allah tentukan bagi anda – kehidupan kekal, baptisan dalam Roh Kudus, dan menjadi serupa dengan gambaran Yesus Kristus. 

Dalam gambar Kristus, kita akan menaklukkan bumi dan menghasilkan buah yang mengiringi kehidupan berkemenangan, seperti kesehatan yang baik, damai sejahtera, dan sukacita dari Tuhan. 

Jika kita menyembah Iblis (Mat 4:9) hanya mendapatkan materi saja dan suatu saat akan ada perubahan atau bayangan karena pertukaran (Yak 1:17).

Berkat ada di atas kepala orang benartetapi mulut orang fasik menyembunyikan kelaliman (Ams 10:6).

Sebagai sahabat, Allah mempercayai Abraham untuk menyingkapkan kepadanya rencana-Nya berkenan dengan mendatangkan penghakiman ke atas kota Sodom dan Gomora yang jahat (Yak 2:23; Kej 18:17,20-21). 

Ketika mendengar rencana-Nya, bagaimana reaksi Abraham? Apakah Abraham berlari menemui Sara untuk memberitahukan kepadanya apa yang Allah akan lakukan? Apakah Abraham mulai merengek kepada teman-temannya: “Oh, Apa yang akan kulakukan? Sesuatu yang buruk akan terjadi; tolong doakan keluargaku.” Tidak! 

Abraham mulai berbicara dengan Allah mewakili Lot dan keluarganya. Abraham mulai melindungi keluarganya melalui doa syafaat, dia terus bernegosiasi sampai Allah setuju untuk mengampuni kota itu (Kej 18:24-32). 

Meskipun Lot seorang pecundang, dia tetap berdoa untuknya (Kej 13).

Marilah kita belajar dari Mat 7:24-27

Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu

» Dasar iman kita harus dibangun di atas batu karang, yaitu Kristus (2 Kor 10:4). 

Maka Yesus akan menyertai kita senantiasa sampai kepada akhir zaman dan segala pekara dapat ditanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita (Mat 28:20; Flp 4:13). 

Untuk mengambil tindakan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, kita terlebih dahulu harus membangun hubungan penuh kepercayaan dengan Allah. 

Dengan cara itu, ketika badai kehidupan datang, dapat berkata: “Tuhan, aku mempercayai-Mu, dan aku berdiri di atas firman-Mu. Aku tahu Kau setia, dan Kau tidak akan mengecewakanku.” 



Hendaknya kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri (Yak 1:22)

Menerapkan firman Allah akan membawa sebuah perubahan, mungkin tidak selalu membawa perubahan yang menyenangkan, tetapi selalu membawa perubahan yang dibutuhkan. Perubahan tidaklah mudah karena ada banyak orang Kristen yang lebih suka didoakan daripada mendoakan orang lain.

Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya 

» Karena kurangnya pengetahuan, maka pada akhirnya kita akan jatuh ke dalam kehancuran, kita akan jatuh ke dalam salah satu perangkap Iblis (Hos 4:6; 2 Kor 2:11). 

Ada banyak orang Kristen telah mengangkat diri mereka sendiri begitu tinggi dalam pengetahuan luas yang tersedia tentang bagaimana membangun hubungan yang sehat sehingga pemikiran mereka telah menjadi otomatis. 

Orang-orang dengan jenis kesombongan ini tidak menikmati orang lain (mereka tidak dapat menikmati anak-anaknya/pasangannya/persahabatan). Tidak ada kasih ilahi yang beroperasi dalam pola pikir ini tapi hanya sebuah sikap yang berkata: “Aku seorang ahli.” atau “Aku selalu tahu cara yang benar untuk melakukan segala sesuatunya.”

Jika kita membesarkan anak-anak menurut firman Allah, maka Allah akan memelihara benih ilahi yang telah kita tanam dalam hidup mereka, tangan supernatural Allah akan turun ke atas anak-anak kita (Yes 55:11).

Meskipun anak-anak kita keluar dari kehendak Allah dan tersesat ke dalam gaya hidup yang berdosa, maka para malaikat akan melindunginya dan Roh Kudus akan terus menarik mereka sampai mereka mengarahkan hidup mereka kembali kepada Allah sehingga hidup mereka selaras dengan firman-Nya.

Didiklah anak muda menurut jalan yang patut baginyamaka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu (Ams 22:6)

Marilah kita melindungi keluarga/komunitas kita dengan berdoa dalam Roh Kudus (Yud 1:20) sehingga Dia akan membimbing keluarga/komunitas kita dalam kasih yang sempurna. Dan keluarga/komunitas kita akan bertindak sedemikian rupa yang akan membawa belas kasihan Allah ke dalam situasi apa pun. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 85/V/2011 » Peperangan Rohani, Marilyn Hickey).

Melalui firman-Nya, kehidupan saya diubahkan

Saya dibaptis pada saat bersekolah di SMP. Dan saya menemukan jodoh seiman melalui salah satu adiknya. Setelah menikah, saya hidup bersama mertua perempuan beserta 9 anaknya dan 1 keponakan suami saya.

Karena mertua laki-laki saya sudah meninggal, maka sebagai saudara tertua, suami saya menjadi tulang punggung keluarga, dia menyekolahkan adik-adiknya yang masih kecil. 

Pada saat hidup bersama tersebut, seringkali saya merasa disindir-sindir dan dihina. Menghadapi beban yang demikian berat ini, saya tidak merasakan damai sejahtera dalam kehidupan rumah tangga saya. 

Atas saran seorang teman, maka tanpa sadar saya tergoda untuk datang kepada “orang pintar” yang dapat membuat hati suami saya hanya berpaling kepada saya saja. 

Hal ini terjadi karena saya jauh dari Tuhan. Jadi, sifat mementingkan diri sendiri sangat menonjol, sehingga merasa rugi untuk berbagi dengan keluarga besar. 

Untuk menghindari konflik yang tiada putusnya itu, maka saya dan suami saya mencari kontrakan rumah. Di tempat baru inilah saya mulai membuka lembaran baru dalam kehidupan berumah tangga.

Pada suatu hari, saya dimintai tolong oleh saudari saya untuk mengantarkan papa saya ke seorang hamba Tuhan untuk didoakan sakit-penyakitnya. 

Tetapi sesampainya di sana … bukan papa saya yang didoakan tetapi justru saya yang didoakan terlebih dulu. Di sinilah saya pertamakali merasakan jamahan Roh Kudus melalui pujian penyembahan dan mulai saat itu hati saya tergerak untuk belajar membaca firman. 

Pada suatu hari saya tertarik mengikuti KPI TL dan doa syafaat. Tetapi mengikuti kegiatan ini hanya berlangsung selama tiga bulan, karena di sana saya merasa biasa-biasa saja. Hal ini saya ungkapkan pada seseorang di PD lain. Lalu saya diajaknya ke Tumpang. Di situlah saya merasakan jamahan Roh Kudus yang luar biasa.

Pada saat mengikuti KRK di WTC saya bertemu dengan Ibu Yovita, beliau berkata: “Bu Erna, buat apa jauh-jauh ke sini, di setiap Kamis pagi kan ada juga pertemuan seperti ini?” Saya menjawabnya dengan berbagai macam alasan, karena hati saya sudah terpikat dengan PD yang selalu memberi nubuatan. Akhirnya beliau berkata: “Ya nggak apa-apa.”

Untuk memuaskan batin yang lapar, saya setiap hari jajan kemana-mana. Di mana ada nubuatan, saya selalu hadir. Melalui PD-PD tersebut, saya merasa sebagai pengikut Kristus yang benar-benar diberkati. 

Karena setiap keinginan saya, pasti terjadi nubuatan dan nubuatan tersebut tergenapi dalam kehidupan saya. Ternyata semua itu tidak dapat memuaskan rasa lapar di batin saya. 

Pernah juga saya mengalami salah jalan dalam bidang pengobatan. Meskipun teman-teman mengingatkan bahwa pengobatan alternatif Katolik itu memakai kuasa-kuasa yang bukan berasal dari Tuhan, tetapi pikiran dan hati saya dibutakan sehingga saya tetap mencari kesembuhan melaluinya. Sejak itu saya banyak mengalami hal-hal aneh dalam kehidupan saya.

Pada suatu hari teman saya mengajak kembali ke KPI TL lagi. Melalui pengajaran-pengajaran yang saya dengarkan, barulah saya mengerti bahwa selama ini saya telah menempuh jalan yang salah. 

Melalui persekutuan inilah saya benar-benar merasakan manfaat pengajaran teologi Katolik, yaitu teologi salib seperti yang diajarkan oleh Yesus (Luk 9:23 – harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti-Nya). 

Sejak saat itu saya selalu merenungkan setiap pengajaran yang diberikan. Melalui firman-Nya, kehidupan saya diubahkan menjadi lebih baik, sifat-sifat yang tidak benar dikikisnya secara perlahan-lahan. 

Puji Tuhan, Tuhan begitu sayang pada keluarga saya, sehingga Dia mempertemukan kami dengan sebuah tim doa Katolik yang dapat melepaskan segala hal yang mengganggu kehidupan keluarga saya. 

Sejak saat itu, kami sekeluarga benar-benar telah hidup merdeka sebagai anak-anak Allah dan kami juga dapat merasakan damai sejahtera seperti yang dijanjikan-Nya.

Akan datang waktunya, orang tidak lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng (2 Tim 4:3-4).

(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011).

23.06 -

Berbuat baik




Suatu malam di sebuah kota di Philadelphia, sepasang suami-istri yang sudah tua masuk ke sebuah hotel kecil. Terjadilah percakapan antara tamu dan pengurus hotel.

Tamu: “Masih ada kamar untuk saya dan istri saya?”



Petugas: “Maaf, pak. Penuh semua. Di kota ini kebetulan ada tiga pertemuan besar, sehingga semua hotel penuh. Tetapi tidak mungkin saya menolak Bapak dan Ibu dan menyuruh pergi tengah malam begini, sementara di luar hujan dan badai. Kalau anda mau, anda boleh menginap di kamar saya. Akan saya bereskan kamar saya.”



Pagi harinya, ketika hendak membayar, tamu itu berkata: “Kamu seharusnya bukan menjadi pegawai biasa begini, melainkan menjadi manajer hotel besar bertaraf internasional. Mungkin saya akan membangun hotel tersebut dan kamu menjadi manajernya.” Si petugas tersenyum.



Dua tahun kemudian, ia seperti disambar petir ketika menerima undangan untuk datang ke New York dan menerima kunci hotel terkenal, tempat ia menjadi manajernya: Hotel Waldorf-Astoria. Pak Tua yang telah menginap di kamarnya ternyata tak lain adalah William Waldorf Astor, hartawan masyur itu.


(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011 » Cerita Kecil Saja, Stephie Kleden-Beetz).

23.00 -

Apa yang tidak dipikirkan Tuhan sediakan

Saya merindukan dapat bekerja lagi untuk membantu suami saya, tetapi saya mengalami kebingungan usaha apa yang akan saya lakukan. Maka masalah ini saya ceritakan pada seorang sahabat saya, dan dia mendukung saya dalam doa. 

Pada suatu hari, dia mendapat hikmat bahwa saya harus berjualan bubur ayam di rumah. Lalu dia mengajari cara membuat bubur tersebut sesuai dengan hikmat yang didapatkannya pada waktu berdoa. 

Setelah diajari cara membuat bubur ayam tersebut, saya tidak pernah mempraktekkannya. Pada suatu hari, saya membuat bubur ayam dan saya bagi-bagikan pada tetangga dan teman-teman; ternyata, tanggapan mereka positif. 

Sebagai manusia biasa, saya berpikir bahwa kalau berjualan di rumah, maka yang beli hanya orang itu-itu saja. Maka saya mencari tempat untuk berjualan di luar rumah. 

Setelah mendapatkan tempat, si pemilik tempat berkata bahwa baru saja ada orang yang mencari bubur ayam. Pikir saya: “Tuhan memang telah buka jalan bagi saya untuk berjualan di tempat itu.”

Suatu hari jualan saya baru laku hanya dua porsi, di dalam hati saya berkata: “Tuhan, hari ini kok sepi ya…, tapi saya percaya bahwa Tuhan yang menyuruh saya berjualan maka saya tidak kecewa karena kalau ada sisa bubur tersebut akan saya bawa ke panti asuhan di Ora et Labora Nirwana Eksekutif seperti biasanya.” Tiba-tiba ada seorang ibu yang datang ke tempat saya, dia membeli lima belas porsi. 

Setelah berjualan di luar rumah, anak-anak kurang terurus, tidak dapat mengikuti koor dan persekutuan doa, saya juga merasa begitu berat dalam membuat bubur tersebut. Yang terutama, hati saya terasa begitu gersang. Di sinilah saya baru menyadari bahwa saya kurang taat dengan hikmat yang telah diberikan-Nya. 

Akhirnya, saya berpamitan kepada orang yang menyewakan tempat tersebut. Lalu dia menawarkan panci presto, tetapi saya menolak untuk membeli, karena harganya mahal, dua juta. 

Tiba-tiba ada seorang ibu yang menawarkan panci baru yang sama persis dengan yang ditawarkan oleh pemilik tempat tersebut seharga tujuh ratus lima puluh ribu. Lalu saya berunding dengan suami saya dan dia menyetujuinya untuk membeli.

Sesampai di rumah, saya tidak tahu bagaimana cara memakainya karena begitu banyak tombolnya. Baru saja saya memikirkan cara memakainya, tiba-tiba ada langganan penjual sari dele yang datang ke rumah. Dia menawarkan undangan demo panci tersebut di Gramedia Expo. Di sinilah saya merasakan bahwa Tuhan begitu peduli dan mengerti saya sehingga Dia tunjukkan jalan-Nya secara langsung. 

Di demo panci tersebut saya datang terlambat sehingga tidak mendapatkan souvenir. Bagi saya, yang penting tahu cara memakai panci tersebut. 

Meskipun tidak mendapatkan souvenir, ternyata saya mendapatkan hadiah doorprize yang kelima untuk peserta. Mama saya berkomentar: “Memang Tuhan buka jalan untuk kamu berjualan bubur ayam.”

Melalui peristiwa ini, saya belajar untuk mengimani bahwa “apa yang tidak pernah kita pikirkan dalam hati”, Tuhan sediakan bagi anak-anak-Nya secara luar biasa. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 83/III/2011).

Karakter hamba

Melayani Yesus, satu kehormatan besar yang Tuhan sediakan buat setiap anak-Nya, yang mau dan rela untuk melayani Dia.


Ketika kita mau mengambil komitmen untuk melayani, kita harus mau menjadi seorang hamba yang melayani dan melakukan segala sesuatunya hanya untuk Tuhan. 



Seorang hamba tidak memiliki kehendaknya sendiri, dia hanya tunduk dan mengerjakan kehendak tuannya.

Banyak orang yang mau melayani tetapi dia tidak mau berjuang untuk memiliki karakter seorang hamba sehingga mereka gagal menjadi pelayan yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan Tuhan.

Ketaatan adalah mengosongkan diri terhadap kehendak pribadi dan membiarkan kehendak Allah yang terjadi di dalam kehidupan ini.

Ciri-ciri karakter hamba yang taat dan setia:

1. Selalu siap

Hamba tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya (2 Tim 2:4).

2. Selalu memperhatikan kebutuhan orang lain

Seringkali kita kehilangan kesempatan untuk melayani karena kurang peka terhadap kebutuhan orang lain. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, terutama kepada kawan-kawan kita seiman (Gal 6:10).

3. Melakukan yang terbaik dengan apa yang dimilikinya

Jangan pernah menunggu hingga kita sempurna baru kita melayani tetapi layanilah sesama dengan apa yang kita miliki sekarang ini dengan sebaik-baiknya.

4. Selalu setia pada pelayanannya, sekecil apapun tugas itu (Mat 25:23).

5. Selalu rendah hati

Seorang hamba yang sesungguhnya tidak menonjolkan dirinya sendiri atau mencari perhatian orang-orang karena tugasnya adalah melayani. Menonjolkan diri sendiri dan mencari popularitas semuanya berpusat kepada diri sendiri, sedangkan hamba memusatkan perhatiannya kepada tuannya.

Hal yang paling penting di dalam pelayanan bukanlah apa yang kita kerjakan atau apa yang telah kita capai atau seberapa menakjubkannya visi kita. Tetapi Tuhan lebih menghargai sikap hati yang benar daripada pelayanan yang besar. Itulah sebabnya pelayanan harus dimulai dari hati.

Sikap hati yang Tuhan berkenan:

1. Sikap hati yang lebih banyak memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri agar tuannya senang. Sebagaimana Yesus telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba (Flp 2:6-7). Jadi pelayan-pelayan Tuhan juga harus merendahkan diri. 

2. Sikap hati yang berpikir sebagai pengelola

Kita hanya sebagai pengelola saja bukan pemilik segala yang kita punya. Karena setelah pulang kita harus mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan. 

3. Sikap hati yang memikirkan pekerjaan sendiri, bukan pekerjaan orang lain. Fokuskan pada misi yang telah Tuhan tetapkan, janganlah iri hati dan bersaing dengan sesama pelayan lainnya dengan cara menghakimi (Rm 14:4). 

Ingatlah perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur (Mat 201-16), yang bekerja terdahulu (pagi-pagi benar) atau yang bekerja terakhir (hanya satu jam), upahnya masing-masing satu dinar.

4. Sikap hati yang memikirkan pelayanan sebagai kesempatan bukan sebagai kewajiban. Jika kita melakukan pelayanan sebagai kewajiban, maka apa saja yang kita lakukan akan menjadi beban. Seharusnya pelayanan kita sebagai kesempatan untuk menyatakan kasih kepada Tuhan dan bersyukur untuk apa yang sudah Tuhan berikan - pemanfaatan tertinggi dari kehidupan akan kemuliaan nama-Nya.

5. Sikap hati yang mendasarkan dari identitas Yesus. Pelayan yang benar tidak perlu membuktikan dirinya ataupun pelayanannya dengan berbagai identitas dirinya (mobil mewah, rumah mewah, gelar-gelar, piagam-piagam penghargaan serta posisi jabatan di organisasi gereja maupun dunia ataupun simbol-simbol status lainnya). 

Pelayan yang benar mendasarkan pelayanannya kepada relasinya dengan Yesus. Yesuslah yang ditonjolkan dan dikenal orang melalui pelayanannya

Untuk dapat memasuki Yerusalem yang baru, syaratnya: tidak ada sesuatu yang najis, atau orang yang melakukan kekejian atau dusta (tukang-tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya - Why 21:27; 22:15).

Marilah kita belajar dari Musa (Bil 20:7-12):

Ambillah tongkatmukatakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya. Lalu Musa mengambil tongkat itu dari hadapan Tuhan, seperti yang diperintahkannya.

Kemudian Musa dan Harun mengumpulkan jemaat itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: “Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?” 

» Musa seorang yang sangat lembut hatinya (Bil 12:3), tetapi dia merasa perlu marah-marah untuk mewakili Tuhan. Padahal kasih Allah tidak terbatas, tetapi dia samakan kasih Allah dengan dirinya.

Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum 

» Kesalahan Musa: (1) Kurang taat dengan perintah Tuhan.

Tetapi Tuhan berfirman kepada Musa dan Harun: “Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka 

» Kesalahan Musa: (2) Tidak percaya bahwa Allah sangat mengasihi bangsa Israel. (3) Tidak menghormati kekudusan Tuhan



(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011 » Renungan KPI TL tgl 27 Jan 2011 & 10 Februari 2011, Dra Yovita Baskoro, MM).




Lima tahapan menghadapi kematian

Ada lima tahapan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang menghadapi kematian, baik kematian atas dirinya sendiri ataupun orang yang dikasihinya (Dr. Elizabeth Kubler-Ross, seorang ahli jiwa):



1. Tahap penolakan dan isolasi (denial and isolation)


Tahap penolakan atau penyangkalan ini terjadi saat awal seseorang mengetahui dirinya atau orang yang dikasihinya menderita penyakit yang berat atau sulit disembuhkan. Ini adalah reaksi pertahanan diri untuk mengatasi goncangan jiwa. 

Pada tahap ini, biasanya dibarengi dengan sikap lebih senang mengisolasi diri karena menitik beratkan pada pencarian jawab.

2. Tahap kemarahan (anger)

Tahap untuk menerima kenyataan menghadapi situasi yang buruk. Dalam taraf ini, perasaan takut dan bingung bercampur aduk, tidak pelak lagi penyangkalan yang lebih keras dalam wujud kemarahanpun muncul. 

Ekspresi dari kemarahan ini bisa berupa kerewelan atau mencari-cari kesalahan pihak lain untuk melampiaskan kemarahannya. Bahkan tidak jarang melakukan protes kepada Tuhan.

3. Tahap tawar-menawar (bargaining)

Pada tahap ini, orang akan sedikit lebih sabar, berusaha menerima kenyataan yang tak terhindarkan, berusaha mengontrol diri. Mengharap orang lain lebih mengasihinya, bagi yang beriman Kristiani, mulai menawar kepada Tuhan untuk mengurangi penderitaannya dan terhindar dari kematian. 

Pada tahap ini ada banyak orang yang bernazar: “Kalau Engkau menyembuhkanku, maka aku akan melakukan ...”

4. Tahap depresi (depression)

Tahapan putus asa, masa depan yang sulit diraih lagi. Sekalipun bagi orang percaya yang sudah mengenal Firdaus. Namun, kesangsian akan lawatan Tuhan tidak terhindarkan, buktinya penyakitnya semakin berat.

5. Tahap menerima (acceptance)

Tahap ketika penderita sudah nampak bisa menerima kenyataan bahwa kematian tidak terhindarkan. Biasanya diikuti dengan penurunan gairah keduniawian, mulai jarang mau diajak berkomunikasi, acuh terhadap peristiwa di sekitarnya. 

Pada tahap bisa menerima kenyataan, penderita mulai terbuka terhadap kunjungan orang lain, meskipun hanya terbuka untuk menerima individu-individu yang dirasakannya bisa memberikan pengayoman dan dukungan.

(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011 » Renungan KPI TL tgl 18 November 2010, Dra Yovita Baskoro, MM).

Penuhilah panggilan pelayananmu

Sesudah dibaptis, kita semua diutus untuk mewartakan firman sesuai dengan kehendak-Nya.

Marilah kita belajar dari 2 Tim 4: 1-8:



Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati 

» pesan pertama Paulus.

Beritakanlah firman 

» pesan kedua Paulus. Tugas ini bukan hanya tanggungjawab pewarta mimbar saja. Tetapi semua dari kita dipanggil untuk mewartakan firman Tuhan dengan kesaksian hidup kita masing-masing (pewartaan firman yang sangat efektif). 

siap sedialah baik atau tidak baik waktunya 

» ada banyak orang yang mau melayani ketika waktunya baik. Jika kita tetap pergi melayani meskipun waktunya tidak baik, maka kita akan mendapat upah dari sorga. 

nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasehatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran 

» hal ini tidak mudah kita lakukan, karena kita suka di zona yang nyaman. Jika kita mau menegor orang, kita perlu discerment dulu “benarkah tegoranku itu hanya karena aku mengasihi dia, bukan karena ada motivasi lain.” 

Jika kita yang ditegor, kita refleksi, duduk, diam dan melihat diri kita sendiri (ini tidak gampang, karena kita selalu melihat diri kita baik).

Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya 


» Ajaran (perkataan) sehat yakni perkataan Tuhan kita Yesus Kristus (1 Tim 6:3). Orang lebih senang mendengar teologi kemakmuran daripada teologi salib.



Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membuka bagi dongeng

» nantinya akan banyak orang memakai nama Yesus tapi itu aspal (asli tapi palsu), itu manusiawi.


Kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberitaan Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!

» Kita semua punya pelayanan yang berbeda-beda. Banyak sekali tantangan yang pahit dalam pelayanan, sehingga kita merasa berat untuk menjadi pelaku firman. Tetapi ketika kita menghadirkan Kristus, tantangan yang pahit itu akan diubah-Nya menjadi manis (berKat).

… saat kematianku sudah dekat

» Paulus tahu bahwa sudah waktunya pulang. Itulah salah satu ciri orang yang sungguh beriman.

Ada lima tahapan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang menghadapi kematian, baik kematian atas dirinya sendiri ataupun orang yang dikasihinya (Dr. Elizabeth Kubler-Ross, seorang ahli jiwa):

1. Tahap penolakan dan isolasi (denial and isolation)

Tahap penolakan atau penyangkalan ini terjadi saat awal seseorang mengetahui dirinya atau orang yang dikasihinya menderita penyakit yang berat atau sulit disembuhkan. Ini adalah reaksi pertahanan diri untuk mengatasi goncangan jiwa.

Pada tahap ini, biasanya dibarengi dengan sikap lebih senang mengisolasi diri karena menitik beratkan pada pencarian jawab.

2. Tahap kemarahan (anger)

Tahap untuk menerima kenyataan menghadapi situasi yang buruk. Dalam taraf ini, perasaan takut dan bingung bercampur aduk, tidak pelak lagi penyangkalan yang lebih keras dalam wujud kemarahanpun muncul.

Ekspresi dari kemarahan ini bisa berupa kerewelan atau mencari-cari kesalahan pihak lain untuk melampiaskan kemarahannya. Bahkan tidak jarang melakukan protes kepada Tuhan.

3. Tahap tawar-menawar (bargaining)

Pada tahap ini, orang akan sedikit lebih sabar, berusaha menerima kenyataan yang tak terhindarkan, berusaha mengontrol diri. Mengharap orang lain lebih mengasihinya, bagi yang beriman Kristiani, mulai menawar kepada Tuhan untuk mengurangi penderitaannya dan terhindar dari kematian.

Pada tahap ini ada banyak orang yang bernazar: “Kalau Engkau menyembuhkanku, maka aku akan melakukan ...”

4. Tahap depresi (depression)

Tahapan putus asa, masa depan yang sulit diraih lagi. Sekalipun bagi orang percaya yang sudah mengenal Firdaus. Namun, kesangsian akan lawatan Tuhan tidak terhindarkan, buktinya penyakitnya semakin berat.

5. Tahap menerima (acceptance)

Tahap ketika penderita sudah nampak bisa menerima kenyataan bahwa kematian tidak terhindarkan. Biasanya diikuti dengan penurunan gairah keduniawian, mulai jarang mau diajak berkomunikasi, acuh terhadap peristiwa di sekitarnya.

Pada tahap bisa menerima kenyataan, penderita mulai terbuka terhadap kunjungan orang lain, meskipun hanya terbuka untuk menerima individu-individu yang dirasakannya bisa memberikan pengayoman dan dukungan.

Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman

» Banyak orang sering mencurahkan pikiran dan energi mereka untuk mengatur segala sesuatu tetapi kehabisan tenaga ketika tiba saatnya untuk membereskan segala sesuatu yang mereka telah lakukan.

Untuk dapat mengakhiri pertandingan yang baik dibutuhkan investasi seumur hidup (lih. Warta No. 80/XII/2010 – Bagaimana menyelesaikan hidup dengan baik).

(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011 » Renungan KPI TL tgl 18 November 2010, Dra Yovita Baskoro, MM).