Minggu, 14 Juni 2020

05.04 -

Kemampuan menyelesaikan konflik

Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan (Ibr 12:14). 


Suatu kali sepasang suami istri melakukan perjalanan melewati sebuah gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar. Sang suami memarahi istrinya dengan kata-kata kasar. Lalu istri tersebut menulis di atas pasir, “Hari ini suamiku melukai hatiku.” 

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan menemukan sebuah oasis. Mereka memutuskan untuk beristirahat. Sang istri senang melihat kolam mata air dan segera berenang di sana. Ia tidak menyadari air di situ sangatlah dalam dan hampir tenggelam. Beruntung suaminya segera melompat dan menolongnya

Setelah itu, ia menulis di atas batu, “Hari ini suamiku menyelamatkanku.” Suaminya pun penasaran dan bertanya, kenapa waktu dimarahi ia menulis di atas pasir, sedangkan waktu diselamatkan ia menuliskannya di atas batu? 

Istri ini pun menjawab, ketika ia disakiti, ia ingin segera melupakan dan memberikan maaf kepada suaminya. Namun ketika suaminya melakukan hal yang baik terhadapnya, ia akan menyimpannya di hati dan tidak akan melupakannya.

Setiap keluarga pasti pernah mengalami yang namanya konflik. Entah itu konflik suami istri, orangtua anak, ataupun mertua dan menantu. Sebab setiap kita diciptakan Tuhan berbeda satu dengan yang lain. 

Jadi wajar saja kita masih mengalami konflik karena perbedaan-perbedaan yang ada. Permasalahannya adalah bagimana kita mengatasi konflik dalam keluarga?

Keluarga yang tidak mengetahui cara menyelesaikan konflik akan mempunyai banyak masalah yang tidak terselesaikan, seperti: kekecewaan, kepahitan, sakit hati, iri hati, dendam dan kebencian. Hal ini bisa menimbulkan keretakan dalam keluarga, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran.

Sebaliknya, keluarga yang mengetahui bagaimana menyelesaikan konflik dengan baik bisa melewati masalah, perbedaan, pertengkaran; bahkan bisa semakin bersatu, sehati sepikir, serta menjadi keluarga yang sukses dan bahagia. 

Ya, meskipun kita menyadari bahwa hidup manusia penuh dengan konflik, kita harus selalu belajar mengembangkan kemampuan menyelesaikan konflik yang ada supaya kita bisa membangun keluarga yang damai dan bahagia. 

Hidup manusia PENUH DENGAN KONFLIK, itu sebabnya kita perlu MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN untuk menyelesaikan konflik.

Bapa, terima kasih karena Engkau sudah menempatkan kami di tengah-tengah keluarga kami. Ajari kami untuk selalu hidup damai dengan keluarga kami. Bantu kami ketika keluarga kami sedang mengalami konflik, ya, Bapa. Di dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

(Renungan Keluarga Allah)

Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya

Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak (Ibr 12:5-6). 


Di akhir bulan Maret Tahun 2019, saya harus menyiapkan sebuah materi untuk suatu acara yang cukup besar. Karena kesibukan tersebut, saya meninggalkan sesaat untuk tidak berdoa Rosario dan tidak membaca Kitab Suci sesuai dengan bacaan Kitab Suci di grup MBA. Dalam hati saya berkata: “Tuhan, Engkau mengerti keadaanku. Saat ini aku sangat sibuk dan capai sehingga tidak ada waktu untuk berdoa maupun membaca Kitab Suci. Rasanya waktu 24 jam kurang!” 

Suatu hari saya mengganti sprei di kamar anak saya di lantai dua. Pada saat hendak turun ke lantai bawah, tiba-tiba saya terpeleset. Lalu saya berusaha memegang pegangan tangga agar tidak bertambah jatuh ke bawah. Akhirnya saya terhenti di pijakan kelima dari atas. Saat terjatuh, saya mendengar ada sesuatu yang patah. Hal pertama yang saya lakukan adalah membuka mata saya lebar-lebar untuk mengetahui apakah saya buta atau tidak. 

Semalam suntuk saya tidak bisa tidur. Oleh karena itu saya dibawa ke Rumah Sakit oleh suami saya untuk di-rontgen. Ternyata tulang ekor saya mengalami “dislokasi” (tulang bergeser dan keluar dari posisi normalnya). Dokternya berkata: “Apakah mau dioperasi tanpa pisau bedah atau minum obat nyeri saja? Jika tidak mau dioperasi sekarang, akibatnya akan terasa nyeri diusia tua.” Akhirnya saya memutuskan untuk dioperasi. Proses operasi hanya berjalan sebentar, namun pemulihannya benar-benar panjang. 

Melalui kejadian ini, ada suara kecil yang berbicara dalam batin saya: “BEM, kemarin kamu berkata tidak ada waktu untuk berdoa dan membaca Kitab Suci. Sekarang Aku sudah memberimu waktu yang banyak.” Mendengar teguran ini saya merasa malu dan memohon ampun pada Tuhan. 

Saya tahu bahwa kejadian itu diijinkan Tuhan agar saya tahu berterima kasih atas pengorbanan-Nya. Oleh karena itu saya berjuang untuk kembali memberikan waktu yang terbaik untuk berdoa dan membaca Kitab Suci seperti dulu. Saya berdoa: “ Tuhan, aku tahu Engkau telah menghajarku. Proses ini jangan terlalu lama, aku mau melayani-Mu. Aku sangat butuh kekuatan-Mu untuk melakukan semuanya.” Jadi, saya berjuang untuk tidak memikirkan sakitnya, tetapi melayani dengan sukacita seperti biasa. 

Tiga setengah bulan setelah kejadian itu, saya dan suami saya mengikuti seminar tentang “Kekuatan Doa” di Samarinda. Selama 3 jam duduk di dalam mobil, saya merasakan tulang ekor saya sakit sekali (perjalanan dari Balikpapan, rumah saya ke Samarinda). 

Puji Tuhan, sesi pertama seminar “teori tentang doa” dapat saya ikuti dengan baik meskipun duduk saya agak condong ke depan supaya tulang ekor saya tidak tertekan. 

Keesokan harinya peserta seminar dibagi dalam beberapa kelompok, tiap kelompok berisi 10 orang. Lalu Pak Tjendana memberikan instruksi agar setiap kelompok melakukan Pujian Penyembahan dan fokus mendengarkan Tuhan mau bicara apa, dan saling mendoakan. Saya berjuang fokus, namun saya tidak memperoleh penglihatan dan tidak merasakan apapun juga seperti biasanya. 

Tiba-tiba saya mendengar Sabda Pengetahuan: “Hai tulang-tulang! Mengapa engkau lemah?” Ketika saya mendengar sabda tersebut, saya sangat kaget dan saya langsung berteriak dalam hati: “Tuhan, tolong Tuhan, tulang ekor saya sakit sekali.” 

Saya tidak tahu apa yang terjadi pada saat itu, namun pada saat itu seperti melihat sebuah film, saya melihat seberkas sinar yang berasal dari seorang pria. Meskipun saya tidak dapat melihat dengan jelas wajah-Nya namun batin saya yakin bahwa pria itu adalah Tuhan Yesus. Dia seakan-akan menatap saya dengan tatapan kecewa sambil berkata: “Why BEM?” Ketika mendengar pertanyaan tersebut, ada penyesalan yang dalam, dalam hati saya. Tanpa sadar saya menangis sambil berkata: “Tuhan, ampunilah aku. Aku telah bersalah pada-Mu. Sekiranya Engkau berkenan, sakit tulang ekor ini janganlah terlalu lama sehingga aku bisa melayani-Mu, melayani suami dan anak-anakku dengan baik.” Seketika itu juga Tuhan Yesus mengangkat tangan-Nya dan menyembuhkan tulang ekor yang sakit. 

Melihat keadaan saya yang terus-menerus menangis di lantai, suami saya mengguncang-guncangkan tubuh saya sambil memanggil-manggil nama saya, akhirnya saya terbangun dari “resting in the spirit”. Waktu pulang ke Balikpapan, saya tidak merasakan sakit lagi. Sungguh, Tuhan adalah Tabib yang ajaib, Dia telah menyembuhkan saya dengan cara-Nya yang ajaib. 

Sejak saat itu, saya tidak mau lagi menjadikan Tuhan seperti “Jinny oh Jinny” (sinetron, jika butuh saja baru dipanggil), saya tidak mau membuat Tuhan Yesus kecewa. Saya rindu melihat Tuhan Yesus selalu tersenyum pada saya, bahkan bangga melihat saya, yang mau berkomitmen untuk selalu menjalin hubungan dengan-Nya melalui doa dan membaca surat cinta-Nya. 

(Sumber: GPM, Marya BEM).

Sabtu, 13 Juni 2020

Peneguhan melalui sabda pengetahuan

Celakalah anak-anak pemberontak, demikianlah firman TUHAN, yang melaksanakan suatu rancangan yang bukan dari pada-Ku, yang memasuki suatu persekutuan, yang bukan oleh dorongan Roh-Ku, sehingga dosa mereka bertambah-tambah (Yes 30:1). 


Pada awal GPM terbentuk, ada kerinduan di hati saya untuk bergabung. Namun di pikiran saya: “Apakah aku bisa bangun pagi dan berkomitmen.” Ada juga keinginan untuk japri ibu Elly, namun niat baik tersebut juga tidak terlaksana. Oleh karena itu saya berdoa mohon Tuhan memberikan peneguhan dari teman-teman jika saya boleh bergabung dengan GPM.

Sebelum pertemuan KPI TL-ONLINE berlangsung (28 Mei 2020), saya berencana untuk tidak mengikutinya karena suami saya di rumah dan saya hendak memasak. Saya mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan dimasak. Ketika mengupas bawang, tiba-tiba ada dorongan yang sangat kuat untuk melihat HP dan ikut bergabung dengan line-voice KPI TL. 

Pada saat Pujian Penyembahan, Ibu Ivon mengucapkan sabda pengetahuan: “Ada seorang ibu yang masih ragu dengan komitmennya. Ingatlah! Tuhan rindu anak-anak-Nya selalu datang memuji dan menyembah-Nya.” Saya merasa bahwa sabda pengetahuan itu ditujukan pada saya. Oleh karena itu saya menangis sepanjang pertemuan itu. Setelah pertemuan, saya cepat-cepat menyelesaikan masakan saya sambil terus bergumul dalam hati, apakah benar sabda itu untuk saya?

Menjelang jam 2 siang, saya melihat WA. Ternyata jam 10.58 ada WA dari Ibu Cecil, yang bunyinya: “Desiii ... aku merasa Tuhan memanggilmu untuk bergabung di GPM.” 

Saat saya membaca WA tersebut saya menangis dan saya langsung menelpon ibu Cecil karena ingin mendengar peneguhan dari Tuhan, katanya: “Entah mengapa saat itu aku melihat wajah anggota di KPI TL-ONLINE, tiba-tiba mataku tertuju pada fotomu dan jantungku berdebar-debar, ada dorongan yang sangat kuat di hatiku untuk menyampaikan padamu bahwa kamu harus masuk grup GPM. Ketika saya mendengar ibu Ivon mengeluarkan sabda pengetahuan: ‘Ada seorang ibu yang Tuhan mau dia bergabung di GPM. Jangan ragu untuk tidak bisa berkomitmen.’ Ketika mendengar sabda pengetahuan itu, aku langsung WA kamu dengan tangan gemetar. Setelah aku menyampaikan kabar itu kepadamu, hatiku lega.” Setelah itu saya japri ibu Yovita minta ijin untuk dapat bergabung di GPM. 

Selama ikut GPM ini, saya sering mendapat teguran melalui renungan dan kesaksian yang diberikan. Semoga melalu GPM dapat terus meningkatkan iman saya dan membawa saya untuk mencintai Tuhan lebih dalam lagi.

(Sumber: GPM, Deasy).

08.08 -

Karunia Sabda Pengetahuan dan Nubuat



Karunia sabda pengetahuan dan nubuat adalah karunia Roh Kudus yang sangat berharga dalam pelayanan. Karunia ini akan sangat membantu dalam pelayanan konseling, terutama pelayanan penyembuhan batin, pertobatan, pembebasan, penyembuhan fisik, dan juga dalam kebangunan rohani atau KRK dll. Seperti dalam 1 Kor 12: 8b: “… kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan.”

Melalui karunia ini Allah mengungkapkan suatu situasi khusus, yang sudah terjadi, atau apa yang sedang terjadi pada saat ini dalam sejarah hidup seseorang. 

Berkat pernyataan Allah itu, seseorang dapat menemukan akar persoalan, penyebab suatu kebekuan hati, dosa yang tersembunyi, atau pengetahuan suatu penyembuhan baik penyembuhan fisik maupun batin

Seringkali karunia ini dinyatakan lewat pikiran, berupa kata-kata, gambar/penglihatan (visiun), atau perasaan yang pasti (keyakinan). Kita memiliki kepastian tentang hal itu, walaupun kita tahu bahwa itu tidak berasal dari kita, tetapi dari Roh Kudus yang bekerja dalam diri kita. Contoh: pertobatan dan penyembuhan batin Wanita Samaria, oleh sabda pengetahuan Yesus.

Kisah Wanita Samaria (Yoh 4: 1-42)

Pada waktu panas terik dan suasana di sumur sudah sepi, Wanita Samaria pergi ke sumur Yakub untuk menimba air. Mungkin ia pernah beberapa kali pergi ke sumur pagi-pagi bersama wanita-wanita lain yang menimba air, tetapi wanita-wanita yang berjumpa dengannya, selalu menatapnya dengan sikap penuh curiga dan kejijikan. Hal ini tentu menyedihkan ketika ia sering mendengar orang-orang berbicara mengenai kehidupannya yang memalukan dan dia dikenal sebagai wanita pendosa, oleh sebab itu masyarakat sangat merendahkan dan menjauhi dia.

Pada siang terik itu, Yesus yang sangat letih oleh perjalanan, duduk di pinggir sumur. Wanita ini tak menyangka sebelumnya akan bertemu dengan Yesus. Di tepi Sumur Yakub itu Yesus dan wanita Samaria bercakap-cakap dari hati ke hati. Dari pembicaraan itu, Yesus menyingkapkan seluruh rahasia kehidupannya. Ia mengenal dan mengetahui kehidupan pribadinya yang terdalam.

“Kata Yesus kepadanya: ‘Pergilah, panggilah suamimu, dan datanglah ke sini.’ Kata perempuan itu: ‘Aku tidak punya suami.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.’ Kata perempuan itu, ‘Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi.’” (Yoh 4: 16-18, Sabda pengetahuan Yesus)

Yesus sungguh Seorang Pribadi yang mengagumkan. Dia penuh kasih, lemah-lembut, dan murah hati, walaupun Ia mengetahui dosa-dosa yang telah diperbuat Wanita itu, namun Ia memancarkan kerahiman Allah yang menghangatkan hatinya yang beku. Ia menerima wanita itu apa adanya dan mengasihinya sehingga Ia tidak ingin wanita itu binasa oleh dosa-dosanya. Yesus melihat dalam diri Wanita Samaria ini suatu potensi untuk berubah, suatu potensi untuk berkembang menjadi lebih baik. Yesus memberi kesempatan kepadanya untuk bertumbuh dalam kasih. Tidak seperti masyarakat yang seringkali memberi cap-cap yang mematikan. Yesus memberikan kasih-Nya yang tanpa syarat, maka Wanita Samaria itu terpesona oleh-Nya dan menanggapi kasih-Nya.

Perjumpaan pribadi dengan-Nya pada hari itu menjadi awal pertobatannya, mengubah hidupnya, menyembuhkan batinnya yang terluka, perjumpaan dengan Yesus di siang hari itu memberikan kehidupan baru kepadanya.

Karena sukacitanya, Wanita Samaria ini menceritakan kepada orang-orang sekampungnya bahwa ia telah bertemu dengan Mesias dan banyak orang menjadi percaya kepada-Nya Yoh 4: 29: “Mari, lihat. Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat…”

Yesus mengetahui masa lalu dan seluruh kehidupan wanita Samaria itu. Yesus membuka seluruh rahasia hidupnya melalui sabda pengetahuan. Yesus menunjukkan dosa-dosa, kebobrokan moral dan kehancuran yang dialami dalam hidupnya. Yesus menerangi hatinya, bahwa wanita itu membutuhkan pertobatan, pengampunan dan penyembuhan. Kasih dan rahmat selalu ada tetapi kadang-kadang kehancuran dalam diri seseorang terlalu berat, sehingga menghambat masuknya kasih Tuhan secara penuh

Sabda pengetahuan adalah karunia Allah yang dapat membawa keluar luka-luka batin, trauma-trauma yang tersembunyi dan perasaan-perasaan negatif kepada terang Kristus, untuk disembuhkan dan dipulihkan. 

Buah karunia sabda pengetahuan:

Wanita Samaria ini menanggapi kasih Yesus, sehingga ia mengalami kesembuhan, iman yang lebih mendalam, damai dan sukacita, pengalaman kasih Allah yang memperbaharui hidupnya, kekuatan dan penghiburan Roh Kudus yang melampaui segala sesuatu, memaklumkan Yesus sebagai Tuhan, memuji dan menyembah Allah.

Hal-hal umum tentang karunia sabda pengetahuan:

Karunia sabda pengetahuan membantu kita dalam pelayanan untuk membebaskan umat dari belenggu dosa, dan luka-luka batinnyaMenemukan akar masalah yang tersembunyi di hati umat-Nya. Merupakan diagnosa Tuhan, manusia melihat bagian luar tetapi Tuhan melihat hati, keberadaan manusia diketahui Tuhan lahir batin.

Sabda pengetahuan penting untuk pelayanan penyembuhan batin: manusia 90% terdiri dari alam bawah sadar, tidak diketahui apa yang terjadi di sana, terkubur di bawah sadar, tetapi Tuhan tahu dan dapat melacak serta memberitahu kepada kita apa yang terjadi dan apa yang dibutuhkan oleh orang itu, kita dibimbing untuk menemukan akar penyebab luka batin.

Karunia sabda pengetahuan erat kaitannya dengan karunia penyembuhan, amat mendukung untuk pelayanan penyembuhan, baik penyembuhan fisik maupun batin.

Sabda pengetahuan menyanggupkan pelayanan Yesus Kristus tersalur melalui kita, kita menjadi alat untuk menyalurkan kasih Tuhan.

Sabda pengetahuan mempunyai efek penginjilan: membawa banyak orang percaya kepada Yesus, Sang Juruselamat dunia.

Berbicara tentang sabda pengetahuan dan nubuat, mengingatkan pengalaman saya sewaktu mengikuti Retret Karunia Roh Kudus di Lembah Karmel setahun lalu. Dulunya saya sering mempunyai feeling (insting) yang kuat tentang sesuatu dan dengan selang waktu yang singkat sering terbukti kebenaran insting saya itu, tetapi saya sering bingung tentang arti dari insting tersebut. 

Saya disadarkan memiliki karunia sabda pengetahuan saat saya mengikuti pengarahan dari Suster sewaktu workshop karunia dalam retret. Pada waktu itu, peserta retret dibagi dalam kelompok dan diajak untuk membentuk satu lingkaran lalu kami saling mendoakan berdua-dua dengan meletakkan tangan pada orang di sebelah kanan saya. 

Orang yang saya doakan adalah seorang ibu yang tidak pernah saya kenal sebelumnya, dimana ibu itu terlihat muram dan menangis tersedu-sedu tanpa saya tahu penyebabnya. Kemudian, saya berdoa dalam hati dengan penuh kerinduan mau dipakai sebagai alat kecil Tuhan untuk menyampaikan sabda-Nya dan saya bertanya apa yang ingin Tuhan katakan pada ibu ini. 

Sewaktu saya masuk dalam keheningan dan mengarahkan diri pada Yesus, saya melihat dalam imaginasi iman bahwa ibu itu sedang marah-marah sambil menangis. Setelah itu, kami diajak untuk mensharingkan apa yang saya lihat tadi dengan orang yang saya doakan untuk menguji kebenarannya. 

Namun perlu diingat, bahwa cara penyampaian kita perlu bijaksana dan hati-hati dalam mengungkapkannya. Kemudian saya bertanya pada ibu itu: “Ibu, apakah ibu sedang marah dengan seseorang?” Lalu ibu itu menjawab: “Benar”. Kemudian saya berkata: “Tolong ampuni orang itu ya, Bu”. Lalu seketika ibu itu terlihat lebih tenang dan berhenti menangis, dia pelan-pelan menjawab: ”Iya, memang saya masih belum bisa mengampuninya”.

Hal serupa juga terjadi saat saya memperoleh karisma Nubuat. Dalam pertemuan sel khususnya saat sesudah senandung Bahasa Roh (saat hening), saya sering merasa terkagum sekaligus heran dengan teman-teman satu sel saya yang memiliki karunia bernubuat. Mereka dapat menyampaikan suatu pesan dengan kalimat yang cukup panjang terkadang berupa cuplikan ayat Kitab Suci yang membawa efek menenangkan ataupun menampar saya karena yang mereka sampaikan sesuai dengan kondisi saya saat itu. 

Awalnya saya menutup diri dengan berkata dalam hati bahwa saya tidak mungkin bisa seperti mereka. Suatu ketika, saya berada dalam pertemuan sel yang anggotanya cukup pasif dalam penyampaian nubuat ataupun sabda pengetahuan. Hal ini mendorong saya untuk berdoa kepada Tuhan agar Tuhan mau memakai saya jika Dia ingin menyampaikan Sabda-Nya. 

Dalam keheningan doa dalam sel, suatu kali saya melihat sebuah kata “Serahkanlah” dan seketika itu saya melihat kata-kata itu ditujukan untuk salah satu teman sel saya yang terlihat murung. Meskipun ada rasa ragu dan takut yang sering mengganggu, saya merasa ada dorongan kuat untuk menyampaikan hal itu. Kemudian dengan iman, saya berani melangkah untuk berkata-kata dengan tegas: “Serahkanlah kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Dialah yang memelihara kamu”. Setelah menyampaikan nubuat itu, barulah saya merasa sedikit lega. 

Saya menyadari bahwa hal itu sungguh berasal dari Tuhan ketika sesi sharing, teman saya yang ada dalam penglihatan saya tadi berkata: “Sewaktu kamu menyampaikan kalimat Serahkanlah kekuatiranmu pada Tuhan, saya merasakan ada kedamaian dalam hati karena memang sebelumnya saya sedang mengalami banyak kekuatiran dan ketakutan, Terima kasih ya”. 

Dan sharing dari teman saya tentang apa yang dia rasakan ini yang meneguhkan saya untuk menyadari karunia ini dan mau merindukannya untuk dipakai dalam membangun jemaat (dalam hal ini teman satu sel).

Bagaimana kita bisa mempersiapkan diri untuk menerima karunia ini? 
- Memupuk hubungan pribadi dengan Tuhan agar kita menjadi lebih peka.
- Membaca dan mempelajari buku mengenai karunia-karunia Roh Kudus, mendambakannya, juga mendengarkan sharing-sharing dari orang-orang yang sudah berpengalaman dalam karunia ini
- Berdoa mohon kepada Tuhan agar diberi karunia ini, serta berani bertindak atau melangkah dalam iman.

Kamis, 11 Juni 2020

Musibah yang membawa berkat

Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh (Yoh 15:5-11). 


Di akhir bulan Maret, ada kerinduan di hati saya untuk memberikan hadiah yang terbaik untuk ulang tahun, anak pertama saya. Lalu saya menanyakan pada istri saya apa yang kira-kira dibutuhkan. Dia menjawab: “Sepatu.” 

Sesudah itu saya berselancar di online untuk mencari sepatu. Saya menemukan sepatu yang saya inginkan, namun saya memikirkan selama dua hari untuk memutuskan membelinya karena saat itu keadaan ekonomi saya benar-benar terpuruk akibat dari Covid-19. Jadi, sekarang, jika menginginkan segala sesuatu harus difilter terlebih dahulu harganya sebelum memutuskan. Kalau dulu, hendak membeli bukan hanya melihat modelnya saja, tapi juga mereknya. 

Sebelum memutuskan itu, saya berdoa: “Tuhan, saya punya keinginan untuk memberikan hadiah ulang yang terbaik buat anak saya yang pertama. Jika Engkau berkenan, saya akan membelinya.” Saya juga berunding dengan istri saya mengenai keinginan saya untuk membeli dua sepatu memakai kartu kredit, satu untuk anak pertama dan satunya lagi untuk anak ke dua. Istri saya pun menyerahkan keputusan tersebut kepada saya. 

Suatu hari mobil yang saya kendarai ditabrak oleh sebuah truk. Kami sepakat untuk membawa masalah itu ke kantor polisi. Sesampainya di sana, kami dianjurkan untuk berdamai. Akhirnya kami berdua ke bengkel untuk memperbaiki mobil yang rusak tersebut. Karena kerusakannya agak berat, maka biaya perbaikannya cukup besar. Si penabrak mau bertanggung jawab dan dia hanya mampu membayar 950 ribu, maklumlah dia hanya seorang sopir bukan pemilik truk tersebut. Semua masalah ini saya ceritakan sejujur-jujurnya pada pemimpin perusahaan di tempat saya bekerja, bahkan tentang uang dari si penabrak itu juga saya serahkan padanya. 

Dua minggu kemudian, saya dipanggil oleh bagian transportasi di kantor, katanya: “Mobil ini masih dalam tanggungan asuransi. Jadi kita hanya membayar 300 ribu untuk membayar biaya resiko sendiri. Oleh karena penabrak membayar kamu sebesar 950 ribu, maka sisanya adalah berkat buat kamu.” 

Di sinilah saya melihat kemurahan Tuhan yang luar biasa, uang sisa hasil ganti rugi tersebut dapat untuk membayar kartu kredit sepatu anak saya yang habis 450 ribu, bahkan masih ada sisanya, yaitu: 200 ribu. 

Melalui peristiwa ini saya sungguh sangat bersyukur karena sejak kecil saya di-didik oleh ibu saya untuk selalu melibatkan Tuhan dalam segala sesuatu yang akan saya jalani dalam kehidupan ini. 

Tuhan tidak jauh dari kita, Ia ada di samping kita untuk menjaga kita, Ia selalu ada dalam setiap helaan nafas kehidupan kita. Asal kita selalu berharap dan mengandalkan-Nya

Pada tahun 2009, saat saya mulai bekerja, Tuhan mulai menarik hati saya untuk mengenal-Nya. Sejak saat itu saya merasa sangat beruntung karena benih ilahi telah ditanamkan ibu saya sejak kecil. Saya sungguh bersyukur, para malaikat melindungi saya, Roh Kudus juga terus-menerus menarik jiwa saya, hidup saya diarahkan kembali kepada Allah sehingga hidup saya selaras dengan firman-Nya. 

Bahkan saya juga dimampukan oleh-Nya untuk berani bersikap sejujur-jujurnya tentang keadaan saya pada keluarga saya. Jadi, saat berada dalam keadaan terpuruk, baik ibu maupun kakak saya adalah pendoa bagi saya. Melalui dukungan doa mereka, saya beroleh kekuatan dalam menjalani kehidupan. 

Terlebih lagi sejak tahun 2017, saya ditarik-Nya lebih dan lebih dalam lagi untuk mengenal-Nya. Melalui pertobatan ini, saya berjuang hidup melekat pada-Nya sehingga dalam keadaan terpuruk saya dimampukan oleh-Nya untuk tetap bangkit dan tetap dapat bersukacita meskipun menghadapi kehidupan yang berat ini. 

(Sumber: GPM, Bertibole).

Rabu, 03 Juni 2020

2 Tim 2:8-15

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya



Firman yang tertanam di dalam hatimu, 
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Kamis, 4 Juni 2020: Hari Biasa IX - Tahun A/II (Hijau)
Bacaan: 2 Tim 2:8-15; Mzm 25:4bc-5ab, 8-9, 19, 14; Mrk 12:28-34


(1) INGATLAH ini: YESUS KRISTUS, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku.

Karena pemberitaan Injil inilah (2A) AKU MENDERITA, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu. Karena itu (2B) AKU SABAR MENANGGUNG SEMUANYA ITU bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal.

Benarlah perkataan ini: "Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; (*) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya." 

Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka BERSILAT KATA, karena hal itu SAMA SEKALI TIDAK BERGUNA, malah mengacaukan orang yang mendengarnya. Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu.


Renungan


Menikmati kesetiaan Kristus

(*) Ayat ini banyak disalah artikan oleh banyak orang Kristen.

Bagaimana caranya agar kita bisa menikmati kesetiaan Kristus (1) Fokus pada Yesus Kristus. (2) Mau membayar harga, yaitu taat pada kehendak-Nya. Mintalah pertolongan Roh Kudus agar dimampukan melaksanakan kehendak-Nya.

Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela (Mzm 18:26).


08.04 -

2 Ptr 12-15a, 17-18

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Selasa, 2 Juni 2020: Hari Biasa IX - Tahun A/II (Hijau)
Bacaan: 2 Ptr 12-15a, 17-18; Mzm 90:2, 3-4, 10, 14, 16; Mrk 12:13-17


Yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan (1A) LANGIT YANG BARU dan BUMI YANG BARU, di mana TERDAPAT KEBENARAN. Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan (1B) TAK BERCACAT dan TAK BERNODA DI HADAPAN-NYA, dalam perdamaian dengan Dia. Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat.

Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini sebelumnya. Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam keSESATan orang-orang yang TAK MENGENAL HUKUM, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh. 

Tetapi (2) bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya.


Renungan


Sikap batin

(1A) Jika kita selalu bersatu dengan Tuhan pencipta kita maka kita akan melihat langit dan bumi yang baru, yang di dalamnya ada kebenaran. Ketika kita mengetahui kebenaran, kebenaran itu akan memerdekakan kita (Yoh 8:32). Jadi, di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya (Yes 32:17). 

Berkat damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal (Flp 4:7) inilah yang memampukan kita untuk melakukan kehendak-Nya, hidup berpadanan dengan Injil Kristus (Flp 1:27). (1B) Syaratnya: hidup sebagai orang kudus (Mzm 24:3-4). 

(2) Jika sikap batin kita penuh dengan pertobatan maka kita akan berdamai dengan Allah, sesama, diri sendiri dan dengan alam semesta seperti St. Fransiskus Asisi, kita akan bertumbuh dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.


2 Tim 1:1-3, 6-12

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya



Firman yang tertanam di dalam hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Rabu, 3 Juni 2020: PW Karolus Lwanga dkk, Martir - Tahun A/II (Merah
Bacaan: 2 Tim 1:1-3, 6-12; Mzm 123:1-2a, 2bcd; Mrk 12:18-27


Dari Paulus, rasul Kristus Yesus OLEH KEHENDAK ALLAH untuk (2) MEMBERITAKAN JANJI tentang hidup dalam Kristus Yesus, kepada Timotius, anakku yang kekasih: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau. Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan HATI NURANI YANG MURNI seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.

Sebab aku teringat akan (3) IMANmu YANG TULUS IKHLAS, yaitu iman yang pertama-tama hidup DI DALAM NENEKmu Lois dan DI DALAM IBUmu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu (2 Tim 1:5).

Karena itulah kuperingatkan engkau untuk (4) MENGOBARKAN KARUNIA ALLAH yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu. Sebab (5) ALLAH MEMBERIKAN kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan ROH YANG MEMBANGKITKAN KEKUATAN, KASIH DAN KETERTIBAN.

Jadi (6) janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan (7) ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah. Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh INJIL telah MEMATAHKAN KUASA MAUT dan MENDATANGKAN HIDUP YANG TIDAK DAPAT BINASA.

Untuk Injil inilah (1) AKU TELAH DITETAPKAN SEBAGAI PEMBERITA, sebagai RASUL dan sebagai GURU. Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan. 


Renungan


1. Harta yang indah

(1, 2) Paulus telah ditetapkan menjadi pemberita tentang janji hidup dalam Kristus Yesus. Sebagai rasul dan guru, dia melayani Timotius, anak rohaninya dengan hati nurani yang murni dan mendoakannya. (3) Timotius mewarisi iman yang tulus ikhlas dari nenek dan ibunya.

(4) Karunia yang dimaksud adalah segala pemberian Allah yang memungkinkan dan melengkapi untuk melayani jemaat (1 Tim 4:14). (5) Hanya Allahlah sumber kekuatan, terutama memberi kekuatan bagi umat Kristen dalam penderitaan. Hanya Roh Kuduslah yang sanggup membangkitkan kasih di dalam diri orang Kristen secara pribadi, dan dalam kesaksian mereka dengan orang lain. Terakhir, hanya Roh Kudus juga yang sanggup menjadi sumber ketertiban hidup atau disiplin diri.

(6, 7) Paulus meminta Timotius untuk meneladaninya, juga memelihara "harta yang indah" yang telah dipercayakan-Nya (2 Tim 1:14 》Roh Kudus yang diam di dalam kita). Sebagai pengikut Kristus, hendaknya kita juga berani bersaksi dan ikut menderita bagi Injil-Nya.


Titik buta



Semua petinju profesional memiliki pelatih. Bahkan petinju sehebat Mohammad Ali sekalipun juga memiliki pelatih. Padahal jika mereka berdua disuruh bertanding jelas Ali-lah yang akan memenangkan pertandingan tersebut. Kalau disuruh adu jotos, pasti babak belur tuh pelatihnya.

Kalau begitu tentu kita bertanya-tanya, kenapa Mohammad Ali butuh pelatih kalau jelas-jelas dia lebih hebat dari pelatihnya? Kita harus tahu bahwa Mohammad Ali butuh pelatih bukan karena pelatihnya lebih hebat, tapi karena ia butuh seseorang untuk melihat hal-hal yang tidak dapat dia lihat sendiri. Hal yang tidak dapat kita lihat dengan mata sendiri itulah yang disebut dengan "Titik Buta" atau "Blind Spot". Kita hanya bisa melihat "Blind Spot" tersebut dengan bantuan orang lain. 

Dalam hidup, kita butuh seseorang untuk mengawal kehidupan kita, sekaligus untuk mengingatkan kita seandainya prioritas hidup kita mulai bergeser.

Jadi tidak heran kenapa di Eropa sana, profesi pelatih, entah itu pelatih sepak bola, basket, dan berbagai jenis olahraga lain begitu berharga. Pelatih bisa dikatakan adalah profesi elit karena tanggung jawabnya yang memang tidak mudah. 

Tugas mereka adalah mencari, melihat dan menggali potensi yang bahkan kita sendiri tidak sadari. Mereka juga mampu melihat dan menunjukkan pada kita apa yang jadi kekurangan diri kita. Baik itu sisi positif atau negatif, keduanya berpotensi terhalang kabut hingga terjebak dalam ranah blind spot. Itu sebab pekerjaan mengenal diri sendiri adalah usaha seumur hidup

Karena memang melihat kekurangan diri sendiri itu lebih sulit. Susah untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri. Akhirnya kita sulit menentukan mana yang harus dimaksimalkan dan mana yang harus diperbaiki. 

Tapi seperti kisah Mohammad Ali di atas, dia pun tak akan bisa jadi salah satu petinju terhebat sepanjang sejarah kalau dia tak mau “dimuridkan” oleh pelatihnya. Mau untuk dimuridkan bukanlah sesuatu yang mudah. Butuh kerendahan hati serta hati yang lapang untuk menerimanya. Seorang murid harus siap menjalankan dan tunduk di bawah instruksi gurunya. Sebab apa yang diperintahkan untuk kita lakukan adalah cara pelatih untuk mengganti “kacamata kuda” yang selama ini kita kenakan. Seorang pelatih mempunyai cakrawala yang lebih luas dalam memandang diri kita. Pertama-tama dia akan merubah paradigma serta kebiasaan lama kita.

Dia kemudian akan mengoreksi keyakinan-keyakinan lama kita yang salah. Lalu seiring berjalannya waktu, latihan yang diberikannya pada kita akan memunculkan potensi diri kita hingga kita jadi manusia yang lebih baik. Ingat bukan karena dia lebih hebat dari kita, tapi kita butuh orang yang lebih kompeten, bijaksana, dewasa, serta memiliki lebih banyak pengalaman hidup untuk melihat apa yang diri kita sendiri tak bisa lihat.

(Sumber:https://www.kompasiana.comtokapelawi/59361dd7f47e610d35f8fd88/blind-spot-alasan-manusis-butuh-orang-lain-untuk-melihat-diri-sendiri)

05.29 -

Mengenali cinta, bakat, karunia dan misi Tuhan

Terhadap ORANG LAIN, kita sering IRI pada PRESTASINYA, CEMAS pada KEAKRABANNYA, GUNDAH pada KEMAMPUANNYA. Kata Yesus kepada Petrus, ITU BUKAN URUSANMU, tetapi kamu ikutlah Aku" (Yoh 21:20-25).

TUHAN MENCINTAI dan MENILAI KITA TANPA MEMBANDINGKAN dengan orang lain. Maka PERLU MENGENALI CINTA, BAKAT, KARUNIA, MISI KHAS yang DIBERIKAN TUHAN untuk kita masing-masing.

Apakah saya SUDAH MENSYUKURI KARUNIA dan MISI Tuhan untuk saya?

(Rm Handoko)

05.25 -

Mengenali tingkat stadium kesombongan kita

Seorang pria bertamu ke rumah sang guru dan ia tertegun keheranan melihat sang guru sedang sibuk mengangkat air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya hingga bersih.

Pria itu bertanya: “Apa yang sedang guru lakukan?” Sang guru menjawab: “Tadi telah datang tamu yang minta nasihat kepada saya. Saya telah berikan banyak nasihat yang bermanfaat dan mereka tampak puas. Namun, setelah mereka pulang, saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai muncul. Itulah sebabnya saya melakukan ini untuk coba menetralisir perasaan sombong saya itu. 

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, benih-benih-nya kerap muncul tanpa kita sadari.

Di tingkat Pertama, ada rasa sombong disebabkan oleh faktor materi 

Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain, lalu disadari maupun tidak, akan timbul Kesombongan dalam berbagai bentuk yaitu perasaan ogah bergaul 
dengan kalangan orang yang tidak mampu atau tidak selevel dengan dia.

Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya (Ams 10:15).

Di tingkat Kedua, ada rasa kesombongan yang disebabkan karena faktor pengabdian

Rasa seperti ini banyak dihinggapi oleh seorang karyawan yang sudah bekerja terlalu lama disuatu perusahaan lalu dia merasa bahwa tanpa dirinya perusahaan tsb. tidak akan ada seperti yang sekarang ini. Dan merasa bahwa semua ini bisa berjalan karena jasa-jasanya. Dan dia selalu merasa tidak puas dengan penghasilan yang dia terima sampai hari ini

Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya (Pkh 5:9).

Rasa sombong jenis ini biasanya juga dialami oleh seseorang yang merasa sudah banyak membantu / menolong kepada rekannya lalu dia merasa bahwa rekannya tersebut sudah terlalu banyak hutang budi padanya dan kalau tidak ada dia maka rekan tersebut tak akan sempurna hidupnya.

Janganlah engkau berkata dalam hatimu, apabila Tuhan, Allahmu, telah mengusir mereka dari hadapanmu: Karena jasa-jasakulah Tuhan membawa aku masuk menduduki negeri ini; padahal karena kefasikan bangsa-bangsa itulah Tuhan menghalau mereka dari hadapanmu. Bukan karena jasa-jasamu atau karena kebenaran hatimu engkau masuk menduduki negeri mereka, tetapi karena kefasikan bangsa-bangsa itulah, Tuhan, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu, dan supaya Tuhan menepati janji yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak dan Yakub. Jadi ketahuilah, bahwa bukan karena jasa-jasamu Tuhan, Allahmu, memberikan kepadamu negeri yang baik itu untuk diduduki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk!" (Ul 9:4-6)  

Rasa sombong jenis ini akan menimbulkan jarak, baik itu terhadap rekan-rekan maupun pada bawahan dan atasannya.

Di tingkat Ketiga, ada rasa sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan

Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dari orang lain, lalu bisa juga timbul kesombongan, biasanya dalam bentuk tak mau bergaul dengan kalangan yang berpendidikan lebih rendah.

Kita semua mempunyai pengetahuan. Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun. Jika ada seorang menyangka, bahwa ia mempunyai sesuatu "pengetahuan", maka ia belum juga mencapai pengetahuan, sebagaimana yang harus dicapainya (1 Kor 8:1-2).

Di tingkat Ke empat, ada rasa sombong yang disebabkan oleh faktor kebaikan.

Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain, lalu akan timbul Kesombongan dalam bentuk bahwa diri sendiri seolah-olah adalah orang terbaik di dunia.

Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa! (Pkh 7:20).

Yang menarik disini bahwa semakin tinggi tingkat kesombongan seseorang akan semakin sulit pula mendeteksinya oleh dirinya sendiri, sampai suatu hari ada seseorang yang menegornya.

Sombong pada tingkat pertama yaitu karena materi sangat mudah terlihat, tetapi rasa sombong pada tingkat tertinggi yang di karenakan kebaikan sulit terdeteksi karena sering hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita, biasanya ada rasa bahwa dirinya sudah terlalu baik tetapi perlakuan dari pihak lain selalu dianggap kurang baik.

Cobalah setiap hari kita memeriksa hati kita masing-masing dari benih-benih yang salah itu. Karena setiap hal yang baik maupun yang buruk, akan mempunyai akibat pula di masa ke depan kita.

Kita ini manusia ini sebenarnya hanyalah seperti debu, yang suatu saat akan hilang dan lenyap dan kembali pada Sang Pencipta (Pkh 12:7  » debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya).

Kesombongan hanya akan membawa kita pada kejatuhan yang sangat dalam (Ams 16:18 »  Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan; Ams18:12 » Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi kerendahan hati mendahului kehormatan).

Lebih buta daripada seekor keledai



Penyataan Allah terkadang tidak sejalan dengan pikiran manusia. Dalam hal ini, Tuhan kita dapat dikatakan sebagai Tuhan yang sangat humoris. Kita melihat bagaimana Tuhan menyampaikan maksud-Nya dengan cara yang unik. Hal ini tampak ketika Allah berfirman kepada Bileam (Bil 22:21-35).

Keledai Bileam merespons secara berbeda dalam tiga perjumpaan dengan Malaikat Tuhan yang menghunus pedang. Pertama, keledai Bileam menyimpang dari jalan dan menapaki ladang, sehingga Bileam memukulnya untuk mengarahkannya kembali (23). Kedua, sang keledai menekankan diri pada tembok, sehingga kaki Bileam terimpit dan ia kembali memukulnya (25). Ketiga, sang keledai meniarap dan tidak mau berjalan. Akibatnya, Bileam pun memukulnya lagi (26-27).

Dalam setiap perjumpaan ini dikatakan bahwa sang keledai melihat Malaikat Tuhan, sedangkan Tuhan baru menyingkapkan mata Bileam setelah terjadi percakapan antara dia dengan keledainya yang merasa tidak senang karena dipukuli terus-menerus (31). Saat itulah Bileam melihat Malaikat Tuhan dan tersungkur.

Bileam dikenal sebagai seorang pelihat yang ahli, tetapi tidak sanggup melihat Malaikat Tuhan yang berdiri di depannya. Allah menunjukkan bagaimana penglihatannya kalah dari seekor keledai. Ini adalah teguran Allah yang humoris. Sebab, peristiwa ini sangat tak terduga dan ironis bagi seorang pelihat terkenal.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita mempunyai "penglihatan" dan pengertian yang cukup baik tentang Allah? Atau, jangan-jangan kita juga lebih buta dari seekor hewan? Mungkin kita bisa menimba ilmu pengetahuan dan teologi sedalam-dalamnya, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Tuhanlah yang membukakan itu semua bagi kita.

Marilah kita terus belajar peka terhadap kehadiran Allah, supaya kita tahu apa yang Allah kehendaki untuk kita kerjakan. Dengan demikian, kita dapat menjalankan kehidupan yang menyenangkan hati-Nya. Kita bersukacita sebab diizinkan melihat lebih dalam isi hati-Nya dan memasuki undangan hidup di dalam kehendak-Nya. 

Kisah monyet dan angin



Alkisah, di sebuah hutan, tampak seekor monyet sedang bergelantungan atas pepohonan. Tak jauh dari sana, ada sekelompok angin yang sedang bertiup. Ada angin topan, ada angin ribut, serta ada angin badai. Ketiga jenis angin itu sedang adu mulut tentang siapa yang paling hebat di antara ketiganya.

Makin lama, perdebatan mereka makin seru. Maka, karena tak ada yang mengalah, mereka pun sepakat untuk saling adu kekuatan. Mereka lalu melihat sekelilingnya. Dan, tampaklah di dekat mereka monyet yang sedang asyik bergelantungan itu. Ketiga angin itu pun sepakat adu kuat dengan berusaha menjatuhkan monyet itu dari pohon.

Pertama adalah giliran angin topan. Ia pun segera bertiup pada monyet itu. Monyet yang ditiup angin topan, segera memeluk erat pohon yang digelayutinya. Makin kencang angin bertiup, makin kencang pula pegangan monyet pada pohon itu. Angin topan pun akhirnya menyerah, diiringi ejekan kedua angin lainnya.

Tiba giliran angin ribut. Dengan ribut, ia segera meniup monyet itu, seolah tak ingin memberi kesempatan monyet yang tadinya sedikit melonggarkan pegangan setelah angin topan berhenti meniup. Tapi, keributan yang ditimbulkan angin ditanggapi monyet dengan cara yang sama. Makin kencang bertiup, makin kencang pula pegangan monyet pada pohon besar nan kokoh yang seolah jadi pelindungnya.

Angin ribut pun menyerah. Terakhir, angin badai segera memperlihatkan kekuatannya. Dengan badai yang dimilikinya, ia segera meniup sekencang-kencangnya monyet itu. Tapi, lagi-lagi, sang monyet justru makin kencang berpegangan pada pohon besar yang bergoyang-goyang akibat tiupan angin badai. Monyet pun tak berhasil dijatuhkan oleh angin badai.

Maka, angin badai pun akhirnya juga menyerah. Ketiga angin itu ternyata tak cukup punya kekuatan yang bisa menjatuhkan monyet. Hingga, saat mereka membicarakan kehebatan monyet, datanglah angin sepoi. Angin kecil yang bertiup itu penasaran mengapa ketiga angin besar itu membicarakan kehebatan monyet yang tak berhasil mereka jatuhkan.

Mendengar kehebatan monyet itu, angin sepoi pun ingin mencoba kekuatannya. Tentu saja, ketiga angin besar itu menertawakannya. Sebab, angin yang sangat kencang saja tak berhasil menjatuhkan monyet, apalagi angin kecil sepertinya. Namun, angin sepoi tak memedulikan ejekan mereka. Ia segera menuju ke monyet dan meniupkan angin sejuknya.

Monyet yang mendapat tiupan angin sepoi rupanya merasa keenakan. Hawa sejuk yang bertiup membuatnya tertidur di salah satu dahan besar pohon. Tak lama, karena tertidur dengan posisi yang kurang pas, monyet langsung terjatuh. Pegangan kuat monyet yang melonggar karena tertidur mendapat tiupan angin sepoi menjadikan monyet kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

Melihat itu, ketiga angin besar yang sombong mengaku kalah. Angin sepoi yang kecil tapi menyejukkan itu rupanya justru berhasil membuat monyet takluk dan terjatuh dari pohon besar yang melindunginya.