Selasa, 26 April 2016

Dia tahu apa yang terbaik

Bulan Desember 2015 saya dinyatakan lulus sebagai guru SEP dan menerima kain batik 2 potong untuk seragam guru. Namun pada bulan Januari 2016, pujasera tempat suami saya berjualan ronde tidak boleh dikontrak lagi karena tempatnya dikontrak semua oleh soto Wawan.


Menghadapi masalah ini, saya merasa Tuhan tidak hadir dalam kehidupan kami. Bahkan saya berpikir untuk mengundurkan diri jadi guru SEP dan bekerja lagi ikut orang.

Lalu saya ungkapkan rencana tersebut kepada keluarga. Anak pertama saya berkata: "Ma, apakah mama tidak ingat perjuangan ikut Trainer Course dan ujiannya, membuat makalah dan belajar power point sampai bisa lulus." Anak saya yang ketiga berkata: "Jangan ma, itu kan panggilan Tuhan." Mendengar perkataan mereka, saya sungguh bersyukur karena mereka mendukung pelayanan saya.

Saya berdoa mohon hikmat pada Tuhan: "Tuhan, saat ini aku mengalami kebingungan. Jika aku tidak bekerja, bagaimana dengan kehidupan keluargaku. Tetapi kalau aku bekerja di kantor, tidak ada persiapan untuk mengajar di SEP. Tuhan, aku percaya dengan janji-Mu bahwa Engkau tidak akan membiarkan anak-Mu jatuh tergeletak. Tangan-Mu akan selalu menopangku.”

Bulan Februari saya mendapat SMS tentang lowongan pekerjaan menjadi guru bahasa Inggris, guru agama dan staf tata usaha di sebuah sekolah Katolik.

Saya langsung meluncur ke sana memasukkan lamaran untuk bekerja sebagai staf tata usaha atau guru bahasa Inggris. Di luar dugaan saya diterima sebagai guru bahasa Inggris dan guru agama.

Hari-hari pertama mengajar saya stress, karena murid-murid tidak bisa dikendalikan tingkah lakunya. Menghadapi mereka saya hanya bisa berdoa dan mohon pertolongan-Nya.

Setelah dua bulan mengajar, dalam suatu rapat kepala sekolah dan para guru, mereka mengatakan bahwa tingkah laku murid-murid tidak seperti dulu lagi, sudah lumayan baik tingkah lakunya, sudah bisa dikendalikan.

Mendengar pernyataan mereka, saya terharu karena Roh Kudus telah memampukan saya untuk mewujudkan hidup berkelimpahan dengan mengasihi murid-murid yang sangat merindukan kasih sayang.

Saya sungguh bersyukur, dengan mengajar di sekolah itu, saya masih bisa mengajar sebagai guru SEP karena pulang sekolahnya jam 13.00.

Melalui masalah ini, kami sekeluarga merasa iman kami bertumbuh semakin dewasa. Selain itu kami juga melihat bahwa Tuhan selalu hadir dalam setiap musim kehidupan kami, Dia tahu apa yang terbaik bagi kami. 

(Sumber: Warta KPI TL No.132/IV/2016).


23.35 -

Allah mendekati kita manusia

Mengapa Allah harus menunjukkan Diri-Nya?

Menggunakan akal budi, manusia dapat mengetahui bahwa Allah itu ada, namun bukan pengetahuan tentang Allah yang senyatanya. Karena Allah sangat mencintai manusia, maka Dia menyingkapkan Diri-Nya (KGK 50-53, 68-69).

Allah tidak harus menyingkapkan diri kepada kita. Tapi, Dia melakukannya – karena kasih. Demikian juga dengan kita. Kita dapat mengenali pribadi yang kita kasihi hanya jika Ia membuka hatinya untuk kita, demikian juga, kita tahu sesuatu tentang Allahpemikiran terdalam Allah – hanya jika Allah yang abadi dan misteri itu membuka diri-Nya untuk kita.

(Sumber: Warta KPI TL No.132/IV/2016 »Youcat No. 7).

23.28 -

Kerahiman Tuhan

Ibu saya seorang Kristen, berasal dari Surabaya. Ketika menikah dengan ayah saya, beliau diboyong ke Samarinda. Karena ingin berbakti kepada suaminya maka beliau mengikuti agama suaminya, yaitu Khonghucu.

Di depan rumah kami ada kapel dan tempat tinggal para pastor. Meskipun, orang tua saya tidak beragama Katolik, pastor Belanda yang berada di depan rumah kami selalu menyapa keluarga kami. 

Meskipun kami tidak beragama Katolik, orang tua kami menyekolahkan kami di sekolah Katolik. Waktu SMA, kakak pertama saya dibaptis menjadi katolik. Kemudian menyusul kakak saya yang nomer lima. Entah mengapa, ketika menghadiri pembaptisan kedua kakak saya ada perasaan sukacita yang luar biasa, yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Akhirnya saya menanggapi panggilan Tuhan menjadi katekumen ketika kelas 2 SMA. Sejak menjadi katekumen dan sesudah dibaptis, saya sungguh merasakan dekat dengan Tuhan. Setiap doa saya selalu dijawab melalui firman, homili pastor atau kejadian-kejadian disekitar saya.

Biasanya saya ke gereja pagi hari. Suatu hari saya terlambat bangun karena badan saya tidak enak. Sore harinya saya ke gereja, sungguh luar biasa sepulang dari gereja badan saya sehat kembali.

Setamat SMA saya kuliah di Widya Mandala Surabaya (Kalijudan). Karena tidak punya kendaraan, maka saya ke gereja Kristus Raja naik bemo. Jadwal misa pagi (jam 05.15), karena sangat pagi bemo sangat jarang yang lewat. Hal inilah yang menyebabkan saya terlambat ke gereja dan malas ke gereja.

Saya akrab dengan dekan saya, suatu hari dalam suatu kegiatan kampus dekan saya bertanya: “Surya, kamu sudah kegereja atau belum?” Jawab saya: “Malas.” Kata dekan saya: “Memangnya kamu ke gereja hanya perlu dengar kotbah. Ingatlah! Ada yang lebih penting dari itu, yaitu Ekaristi.”

Ketika saya berumur dua puluh lima tahun, saya sudah mempunyai pekerjaan yang baik, punya rumah dan mobil. Tanpa terasa saya hidup berfoya-foya dan jatuh ke dalam dosa berat. 

Pertama kali melakukan dosa ini, saya dihantui perasaan bersalah dan saya mohon pengampunan kepada Tuhan. Namun dunia malam ini begitu mengikat diri saya sehingga saya lebih sering melakukan dosa ini.

Suatu hari jam dua pagi saya terbangun dan hidup ini terasa hampa, punya rumah dan mobil, semuanya itu tidak berarti apa-apa. Kemudian terjadilah dialog dalam batin saya. “Surya, orang tuamu tidak pernah mengajari kamu bejat seperti ini.” “Betul Tuhan, ayahku sangat membenci perbuatan itu.” “Apa yang kamu cari dalam hidupmu?” “Tuhan, kalau Engkau tidak carikan aku pacar untuk dijadikan istri, aku tambah nakal.”

Sejak mendengar teguran batin itu, saya berjuang dengan kekuatan sendiri mengatasi kedagingan itu dan kembali ke Gereja. Namun bukannya saya bertobat malah semakin jatuh ke dalam dosa.

Sungguh luar biasa, sebulan kemudian saya memperoleh pacar. Berkat pertolongan-Nya, saya dimampukan untuk bertobat sungguh-sungguh, berkat anugerah-Nya dosa-dosa besar dihentikan oleh-Nya. 

Tanpa berkat dan bimbingan-Nya, tanpa kerahiman-Nya yang menyelamatkan, kita pasti tak berdaya melawan Iblis yang selalu mencoba menjerumuskan kita pada dosa dan maut.

Terkutuklah orang yang mengandalkan manusiayang mengandalkan kekuatannya sendiridan yang hatinya menjauh dari pada TuhanIa tidak akan mengalami datangnya keadaan baik. Diberkatilah orang yang mengandalkan TuhanIa akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah (Yer 17:5-8).

Marilah kita belajar Kerahiman Tuhan dari 

Mat 14:22-33 » Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang. Perahu murid-murid-Nya diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal.

Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: “Itu hantu!" Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”

Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Kata Yesus: “Datanglah!” Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!”

Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” 

Yoh 20:11-18 » Maria berdiri dekat kubur itu dan menangis. Sambil menangis ia menjenguk ke dalam kubur itu, dan tampaklah olehnya dua orang malaikat berpakaian putih, yang seorang duduk di sebelah kepala dan yang lain di sebelah kaki tempat mayat Yesus dibaringkan.

Kata malaikat-malaikat itu kepadanya: “Ibu mengapa engkau menangis?” Jawab Maria kepada mereka: “Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia berada.” Sesudah berkata demikian ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di sirtu, tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.

Kata Yesus kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepada-Nya: “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambilnya.”

Kata Yesus kepadanya: “Maria!” Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: “Rabuni!”, artinya Guru. 

Luk 24:13-35 » Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil jauhnya dari Yerusalem

Ketika mereka sedang bercakap-cakap, datanglah Yesus sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak mengenal Dia. Yesus berkata kepada mereka: “Apakah yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?” Maka berhentilah mereka dengan muka muram 

Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya: “Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada hari belakangan ini?” 

Kata-Nya kepada mereka: “Apakah itu?” Jawab mereka: “Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. 

Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. ...” 

Lalu Ia berkata kepada mereka: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” 

Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. 

Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalan-Nya 

Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir tenggelam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka. 

Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. 

Ketika itu terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. 

Kata mereka seorang kepada yang lain: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” 

» Didalam ketakutan, kesedihan dan kekecewaan yang mendalam seringkali kita tidak bisa melihat kehadiran Tuhan

Ingatlah! Allah begitu mengasihi kita, Ia selalu menyertai kita dan selalu memberikan berkat-Nya secara terus-menerus kepada kita baik saat kita berseru kepada-Nya ataupun tidak (Mzm 34:18; Mat 28:20). 

Contoh: setiap hari makan kenyang, setiap malam bisa tidur nyenyak, setiap hari kita bisa bekerja meskipun di dalam pekerjaan kita menghadapi banyak persoalan. Kita kurang menyadarinya hal-hal tersebut karena terjadi secara rutin. 

Kita harus mau merenungkan misteri Kerahiman di setiap napas kehidupan kita, sebab di dalam Kerahiman-lah terdapat sukacita, ketenangan, dan kedamaian.

Bagaimana cara kita merenungkannya?

Ambillah waktu senggang dan cobalah membaca Kitab Suci. Karena di dalam Kitab Suci-lah seluruh sejarah Kerahiman Allah terangkum dengan sempurna.

Yesus telah mewariskan Kerahiman-Nya yang Maha Agung melalui Sakramen-sakramen Suci. Dengan Sakramen-Sakramen tersebut, kita boleh diperbaharui dan dibentuk menjadi semakin serupa dengan Kristus berkat Kerahiman-Nya yang mengarahkan kita kepada Dia, Sang Jalan Kebenaran dan Hidup.

Tanpa Kerahiman Allah, kita tidak akan pernah mencapai keselamatan kekal dan tidak akan pernah menikmati buah-buah Kerahiman.

Setelah diri kita dipenuhi buah-buah Kerahiman Allah, jangan lupa untuk membagikannya kepada sesama di sekitar kita. Tidak perlu melakukan sesuatu yang besar dulu. 

Dengan kita membagikan sukacita dan Terang Allah , kita sudah berperan besar dalam mewartakan rahmat dan kasih Allah.

(Sumber: Renungan KPI TL Tgl 14 April 2016, Bapak V. Suryananda Hosein).

21.27 -

Yubelium dan Pintu Suci, apa maknanya?

Mulai 8 Desember 2015 sampai 20 November 2016 ini, kita akan merayakan sebuah perayaan maha agung, yakni Tahun Suci atau Tahun Yubileum. Melalui Bulla Kepausan "Misericordiae Vultus", Paus Fransiskus mendeklarasikan Yubileum ini dalam rangka memperingati 50 tahun Penutupan Konsili Vatikan II (8 Desember 1965). Yubileum kali ini mau berpusat pada Kerahiman Allah yang Maha Besar, sehingga Yubileum ini dinamakan sebagai "Yubelium Kerahiman". 

Namun, kita pasti bertanya-tanya, apa sih Yubileum itu? Kemudian jika kita mendengar kata “Yubileum” pasti menyangkut-pautkan “Pintu Suci”. 

Nah, apa sih Pintu Suci itu? Supaya kita bisa paham istilah-istilah tersebut sehingga dapat merayakan Tahun Yubileum Kerahiman dengan khidmat dan maksimal, mari kita bahas satu-persatu.

Apa itu Yubelium?

Pertama-tama kita harus tahu bahwa Gereja Katolik memiliki kekayaan tradisi dan simbolisme iman yang berlimpah, sebagian dari antaranya berakar dari tradisi bangsa Yahudi, bangsa yang pertama dipilih Allah untuk menjadi sarana keselamatan seluruh umat manusia

Kata “Yubileum” berasal dari bahasa Ibrani "yobel" yang berarti “tanduk domba jantan” atau “sangkakala”. Disebut Tahun Yobel atau Tahun Pembebasan adalah tahun ke-50 yang diatur dalam Kitab Imamat 25:1-22 sebagai tahun pembebasan bagi umat Israel. 

"... Kamu harus menguduskan tahun yang kelima puluh, dan memaklumkan kebebasan di negeri itu bagi segenap penduduknya. Itu harus menjadi tahun Yobel bagimu ..." (Im 25:10).

Yubelium dalam Gereja

Sejarah mencatat Tahun Yubileum pertama kali diadakan dalam Gereja pada masa pontifikat Paus Bonifasius VIII (1294-1303). Pada masa itu perang dan wabah penyakit mengguncang hampir seluruh kawasan Eropa sehingga banyak sekali korban jiwa berjatuhan dan penderitaan di mana-mana. Alhasil, umat pun berbondong-bondong ke Roma untuk berziarah memohon pengampunan Allah dengan melakukan silih dan tobat di depan makam St. Petrus dan Paulus. 

Tren ziarah ke Roma ini mencapai puncaknya pada Natal 1299. Menanggapi hal itu, Paus Bonifasius memutuskan untuk menjadikan tahun berikutnya, yakni tahun 1300 menjadi “Tahun Pengampunan Segala Dosa”. Inilah awal dari Tahun Yubileum dalam Gereja Katolik.

Sejak saat itu, Gereja mulai secara teratur mengadakan Tahun Yubileum, awalnya diadakan setiap 100 tahun sekali, kemudian 50 tahun sekali, dan kemudian 25 tahun sekali hingga sekarang. 

Yubileum 25 Tahunan ini disebut sebagai “Tahun Yubileum Biasa”. Tak jarang Tahun Yubileum diadakan di luar jangka waktu 25 tahunan tersebut, terutama ketika memperingati peristiwa Gereja yang amat penting. 

Nah, Yubileum yang diadakan di luar jangka waktu 25 tahunan ini disebut sebagai “Tahun Yubileum Luar Biasa”. Contohnya adalah tahun 1983. Paus St. Yohanes Paulus II mendeklarasikan tahun 1983 sebagai Tahun Yubileum Luar Biasa guna merayakan 1950 tahun Wafat dan Kebangkitan Yesus Kristus. Kita merayakan Tahun Yubileum Biasa terakhir pada tahun 2000, pada saat Gereja memasuki Milenium baru, Milenium ke-3.

Paus St. Yohanes Paulus II berlutut setelah membuka Pintu Suci menyambut Tahun Yubileum Luar Biasa 1983. Nampak beliau memegang tongkat Salib khas Kepausan, yakni tongkat Salib berpalang horizontal 3 yang melambangkan kekuasaan Paus (Triregnum): Bapa para raja, Gubernur Dunia, dan Wakil Kristus.

Apa yang terjadi waktu Yubelium?

Nah, yang menjadi pusat perhatian umat pada waktu pelaksanaan Tahun Yubileum (baik Biasa maupun Luar Biasa) adalah pembukaan Pintu Suci, atau dalam bahasa Latinnya disebut “Porta Sancta”. 

Jadi, pada saat Pembukaan Tahun Yubileum, Sri Paus akan membuka Pintu Suci yang terdapat di Basilika St. Petrus, Vatikan, dilanjutkan dengan pembukaan Pintu Suci di Basilika Agung St. Yohanes Lateran, Basilika St. Paulus di Luar Tembok, dan Basilika St. Maria Maggiore. 

Masing-masing Pintu Suci di basilika-basilika tersebut dibuka oleh seorang delegasi Sri Paus (tapi tidak menutup kemungkinan Sri Paus sendiri yang membuka Pintu Suci di keempat basilika ini seperti pada Tahun Yubileum 2000). Keempat basilika ini adalah basilika paling utama dan paling penting dalam Gereja Katolik. 

Seiring perkembangan zaman, guna memperluas kerahiman Allah di negara-negara yang jauh dari basilika-basilika utama Roma, Pintu Suci juga diletakkan di basilika-basilika kecil yang ada di seluruh Dunia, sehingga pada saat Tahun Yubileum tiba, Pintu-Pintu Suci ini akan dibuka oleh uskup setempat. 

Selama Tahun Yubileum, Pintu Suci dibuka 24 jam, sehingga memudahkan umat untuk berziarah dan berdoa di depan Pintu Suci. Lalu Pada Penutupan Tahun Yubileum, Pintu Suci akan ditutup dan disegel dengan tembok. 

Biasanya di dalam tembok akan ditanam sebuah kotak logam yang berisi perkamen Kepausan, medali peringatan Yubileum, dan kunci untuk membuka Pintu Suci. 

Menjelang Tahun Yubileum selanjutnya, segel ini akan dibongkar dan kunci Pintu Suci akan diambil untuk disiapkan dalam Pembukaan Tahun Yubileum.

Kenapa dilambangkan dengan Pintu Suci?

Sekilas memang tidak ada yang spesial dari Pintu Suci. Sama seperti pintu-pintu gereja yang lain, Pintu Suci menghubungkan antara bagian luar dan dalam gereja. Secara fisik yang membedakan adalah Pintu Suci memiliki ukiran-ukiran khas yang berupa gambar-gambar sejarah keselamatan umat manusia, atau gambar Yesus, Maria, dan Para Kudus, biasanya disertai lambang keuskupan/kepausan. 

Apa yang membuat Pintu Suci ini begitu spesial?

Secara simbolis, Pintu Suci menggambarkan Yesus Kristus sendiri. Ingatkah saat Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Dialah “Sang Pintu” menuju Bapa? Dalam Yoh 10:9 Yesus bersabda, “Akulah Pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput”. 

Padang rumput di sini digambarkan sebagai Sorga atau sebagai Allah Bapa, sumber segala keselamatan. Ayat ini mengingatkan kita akan sabda Yesus dalam Yoh 14:16, yaitu, “Akulah jalan, dan kebenaran, dan kehidupan. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Pintu Suci juga melambangkanpintuKerahiman Allah yang selalu terbuka bagi seluruh umat manusia

Kenapa demikian? Sebab kita adalah manusia yang fana, rapuh, dan mudah jatuh dalam dosa. Tanpa berkat dan bimbingan-Nya, tanpa kerahiman-Nya yang menyelamatkan, kita pasti tak berdaya melawan Iblis yang selalu mencoba menjerumuskan kita pada dosa dan maut. 

Sepanjang sejarah keselamatan umat manusia, Allah selalu menolong manusia untuk selamat dan terhindar dari segala dosa karena Allah begitu mencintai kita dan tidak mau kita mengalami penderitaan kekal di Neraka. 

Maka dari itu, melalui kerahiman-Nya yang tidak dapat kita selami secara nalar manusia, Dia mengutus para nabi untuk menunjukkan jalan keselamatan, pertama-tama kepada bangsa Israel, bangsa pilihan-Nya. 

Hingga kemudian Dia turun ke Dunia dan mengambil rupa manusia, yang kita kenal dengan nama Yesus Kristus. Kedatangan-Nya ke dunia menjadi penggenapan nubuat para nabi sekaligus bukti cinta kasih Allah yang luar biasa besar pada kita. 

Melalui Yesus-lah, dosa-dosa kita ditebus dalam pengorbanan-Nya di Salib, dan di dalam nama Yesus-lah, keselamatan umat manusia diperluas, tidak hanya bagi bangsa Israel, namun juga bagi seluruh dunia. 

Tak heran jika Paus Fransiskus dalam Bulla Kepausan "Misericordiae Vultus" menegaskan Yesus sebagai wajah Kerahiman Bapa. 

Bukti Kerahiman Allah ini tergambar jelas dalam panel-panel logam yang terpasang di Pintu Suci Basilika St. Petrus, Vatikan, yang mana di sana terukir seluruh sejarah keselamatan umat manusia, mulai dari zaman Adam dan Hawa hingga kenaikan Yesus ke Sorga. 

Selain sebagai Pintu Kerahiman, Pintu Suci juga digambarkan sebagai penghubung simbolis antara bagian luar gereja, yakni segala sesuatu yang bersifat duniawi dengan bagian dalam gereja, yakni segala sesuatu yang bersifat rohaniah dan adikodrati, tempat Allah sendiri bersemayam.

Ukiran-ukiran di Pintu Suci Basilika St. Petrus sarat akan makna teologi dan simbol.

Ketika Pintu Suci dibuka secara meriah, hal ini mau melambangkan rahmat dan kerahiman Allah yang terbuka dan mengalir memenuhi seluruh umat beriman

Ini-lah yang mendasari pemberian indulgensi penuh kepada semua orang yang melewati Pintu Suci. Melalui indulgensi, Allah mau mencurahkan kerahiman-Nya yang besar untuk menyembuhkan luka-luka dan menghapuskan siksa-siksa dosa yang kita lakukan. 

Tentu saja supaya memperoleh indulgensi (terutama indulgensi penuh), kita harus menerima Sakramen Tobat dan menyambut Sakramen Ekaristi, sebab indulgensi menghapus siksa-siksa dosa, bukan dosa-nya sendiri. 

Selain itu, kita juga harus mendoakan intensi/ujud permohonan Bapa Suci yang tertera pada bulan kita akan menerima indulgensi

Nah, setiap kali para peziarah masuk ke dalam basilika melalui Pintu Suci, mereka selalu diingatkan akan sabda Yesus, bahwa melalui Yesus lah kita dapat memperoleh Kerahiman-Nya yang terbuka setiap saat, sama seperti Pintu Suci yang dibiarkan terbuka selama 24 jam. 

Maka setiap mereka mau memasuki basilika melalui Pintu Suci, mereka berlutut di depan Pintu dan berdoa dalam iman dan syukur seraya memohon kerahiman, rahmat, dan berkat Allah yang melimpah bagi dirinya sendiri, keluarga, dan orang-orang di sekitar mereka. 

Sehabis itu, biasanya para peziarah akan mencium palang Pintu Suci yang telah diberi ukiran Salib ataupun ukiran yang tertera di Pintu Suci sebagai wujud devosi mereka yang mendalam pada Kerahiman Allah, sekaligus sebuah harapan penuh iman bahwa kelak mereka akan diselamatkan dalam nama Kristus.

Umat mencium dan berdoa di depan Pintu Suci basilika sebagai wujud devosi mereka yang besar akan Kerahiman Allah yang berlimpah rahmat keselamatan.

Bagaimana Pintu Suci dibuka?

Sampai pembukaan Tahun Yubileum 1975, cara membuka dan menutup Pintu Suci berbeda dari yang kita bayangkan. Jadi, palang Pintu Suci ditutup dengan menggunakan tembok, bukan pintu. 

Ketika Bapa Suci akan membuka Pintu Suci, Bapa Suci akan menggetok tembok dengan menggunakan palu perak/emas sebanyak 3 kali yang melambangkan Trinitas sambil mendaraskan Mazmur 118:19 yang berbunyi, “Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada Tuhan”. 

Kemudian tembok yang menutupi Pintu Suci ini diturunkan perlahan-lahan dengan menggunakan peralatan mekanik. Sehabis tembok selesai diturunkan dan disingkirkan dari palang Pintu Suci, Bapa Suci berlutut di depan Pintu Suci yang telah terbuka dan berdoa sejenak. Kemudian Bapa Suci akan melewati Pintu Suci menuju altar utama basilika diiringi nyanyian lagu “Te Deum Laudamus”. 

Praktik ini berubah sejak penutupan Tahun Yubileum 1975. Palang Pintu Suci ditutup dengan menggunakan pintu berbahan tembaga yang didesain untuk Tahun Yubileum 1950, jadi tidak lagi menggunakan tembok. 

Perubahan ini salah satunya dilatarbelakangi insiden di malam Pembukaan Yubileum 1975, saat Paus Beato Paulus VI terkena reruntuhan tembok yang menutupi Pintu Suci. 

Walau Paus Paulus VI tidak terluka, namun kejadian ini menjadi salah satu kecemasan tersendiri bagi banyak pihak. Kini, ketika Bapa Suci akan membuka Pintu Suci, beliau cukup mendorongnya sebanyak 3 kali sambil mendaraskan Mazmur yang sama dengan Ritus Lama.

Menghayati Yubelium dan Pintu Suci Kerahiman Allah

Beruntungnya kita di Tahun Yubileum Kerahiman ini, Bapa Suci Fransiskus akan memperluas cakupan keberadaan Pintu Suci dengan menetapkan bahwa sepanjang Tahun Yubileum ini, Pintu Suci tidak hanya akan berada di basilika-basilika saja, namun juga di seluruh katedral dan tempat ziarah Kerahiman di seluruh dunia. 

Maka kita tak perlu lagi jauh-jauh ke Roma atau ke Filipina atau ke mana pun yang jauh-jauh untuk memperoleh rahmat Allah melalui Pintu Suci, namun cukup ke katedral atau tempat ziarah Kerahiman terdekat yang ditunjuk keuskupan setempat. Enak kan? Nah, sekarang bagaimana kita dapat menghayati Tahun Yubileum ini dengan semaksimal mungkin?

Pertama-tama, seperti kata Bapa Suci Fransiskus dalam Bulla Kepausan "Misericordiae Vultus", kita harus mau merenungkan misteri Kerahiman di setiap napas kehidupan kita, sebab di dalam Kerahiman-lah terdapat sukacita, ketenangan, dan kedamaian. 

Bagaimana cara kita merenungkannya? 

Ambillah waktu senggang dan cobalah membaca Kitab Suci. Karena di dalam Kitab Suci-lah seluruh sejarah Kerahiman Allah terangkum dengan sempurna. Lebih bagus lagi jika kita melakukan "Lectio Divina" saat membaca Kitab Suci sehingga buah-buah Kerahiman Allah tadi sungguh merasuk dalam hati kita. 

Jangan lupa sebelum membaca Kitab Suci, berdoalah kepada Roh Kudus supaya hati, budi, dan pikiran kita dilayakkan untuk memahami Sabda Allah dalam Kitab Suci.

Dalam Lectio Divina yang dilakukan secara berkelompok, kegiatan sharing sangat bermanfaat untuk membangun iman yang kokoh pada tiap individu.

Supaya tidak salah dalam memahami isi Kitab Suci, sangat dianjurkan ketika membaca Kitab Suci, kita juga harus membaca Katekismus Gereja Katolik, sebab sangatlah berbahaya bagi iman kita jika kita sampai salah memahami Sabda Allah.

Yesus telah mewariskan Kerahiman-Nya yang Maha Agung melalui Sakramen-sakramen Suci. Dengan Sakramen-Sakramen tersebut, kita boleh diperbaharui dan dibentuk menjadi semakin serupa dengan Kristus berkat Kerahiman-Nya yang mengarahkan kita kepada Dia, Sang Jalan Kebenaran dan Hidup. 

Maka, mulai Tahun Yubileum Kerahiman ini, rajin-rajinlah mengikuti Perayaan Ekaristi dan hayati sungguh Misteri yang terkandung dalam Misa mulai dari awal sampai akhir. 

Jika belum paham betul tentang Perayaan Ekaristi, kita dapat membaca bacaan-bacaan rohani dari para santo-santa juga dokumen-dokumen dan Katekismus Gereja. Sungguh sia-sia jika kita tidak betul-betul paham akan rahmat Allah yang begitu besar dicurahkan pada waktu Perayaan Ekaristi berlangsung!

Jangan lupa untuk pergi ke Adorasi Sakramen Mahakudus! Di sini-lah kita bisa bertemu dengan Yesus yang hadir dalam rupa Sakramen Mahakudus. Bicaralah pada Dia seperti kamu berbicara kepada sahabatmu sendiri, dan timbalah Kerahiman-Nya yang luar biasa besar.

Selain mengikuti Perayaan Ekaristi, kita juga harus rajin membersihkan diri kita dari kelemahan dan dosa kita lewat Sakramen Tobat. Seperti kita yang ke dokter saat sakit atau terluka, demikianlah kita ke bapa pengakuan saat diri kita dipenuhi dosa. 

Tahukah bahwa Allah juga mencurahkan rahmat dan Kerahiman-Nya yang begitu besar saat kita mau mengakukan dosa-dosa kita di hadapan bapa pengakuan? 

Dengan mengaku dosa, hubungan kita dengan Allah yang semula rusak karena dosa dipulihkan secara sempurna, dan kita diperbolehkan lagi menatap Allah dan mencicipi Kerahiman-Nya melalui Hosti Kudus. 

Harus disadari bahwa ketika menyambut Hosti Kudus dalam Misa harus terbebas dari dosa-dosa, terutama dosa berat. Kenapa? Karena seperti yang dikatakan St. Paulus bahwa jika kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus dalam kondisi tidak layak / berdosa berat, kita telah berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan serta mendatangkan hukuman atas kita sendiri (1 Kor 11:27-29). 

Maka melalui Sakramen Tobat, kita mau disadarkan bahwa kita adalah manusia yang rapuh dan lemah. Tanpa Kerahiman Allah, kita tidak akan pernah mencapai keselamatan kekal dan tidak akan pernah menikmati buah-buah Kerahiman. 

Dalam Sakramen Tobat pula, kita mau dilayakkan supaya kita pantas menyambut rahmat-rahmat-Nya yang berguna bagi kehidupan kita sehari-hari. Maka mulai dari Tahun Yubileum ini, rajin-rajinlah mengaku dosa, minimal sebulan sekali.

Setelah diri kita dipenuhi buah-buah Kerahiman Allah, jangan lupa untuk membagikannya kepada sesama di sekitar kita. Tidak perlu melakukan sesuatu yang besar dulu. Dengan kita membagikan sukacita dan Terang Allah pada keluarga, teman-teman, guru atau dosen, rekan kerja, atau siapapun yang berada di dekat kita, kita sudah berperan besar dalam mewartakan rahmat dan kasih Allah. 

Singkat kata, mulai Tahun Yubileum ini, kita dipanggil untuk menjadi missionaris Kerahiman yang mau sungguh-sungguh menghidupi Kerahiman Allah. Dengan menjadi missionaris Kerahiman, kita mau menjadi sukacita bagi mereka yang bersedih, sahabat bagi mereka yang kesepian, cinta dan harapan bagi mereka yang kehilangan semangat hidup, dan berkat bagi mereka yang meratapi nasib. 

Dengan menjadi missionaris Kerahiman, kita mau melakukan 14 karya belas kasih seperti yang dijelaskan dalam Katekismus Gereja Katolik, yakni;

7 karya belas kasih jasmani

1. Memberi makan kepada orang yang lapar.
2. Memberi minuman kepada orang yang haus.
3. Memberi perlindungan kepada orang asing.
4. Memberi pakaian kepada orang yang telanjang.
5. Melawat orang sakit.
6. Mengunjungi orang yang dipenjara.
7. Menguburkan orang mati.

7 karya belas kasih rohani
1. Menasihati orang yang ragu-ragu.
2. Mengajar orang yang belum tahu.
3. Menegur pendosa.
4. Menghibur orang yang menderita.
5. Mengampuni orang yang menyakiti.
6. Menerima dengan sabar orang yang menyusahkan.
7. Berdoa untuk orang yang hidup dan mati.

Sungguh indah melayani dan berbagi kasih kepada sesama!

Mari, kita sambut Tahun Yubileum Kerahiman ini dengan mau membuka diri kita dengan rahmat Kerahiman-Nya yang begitu besar melalui Gereja, sehingga kita berani menjadi missionaris Kerahiman yang mau menyebarkan Sukacita Injil kepada Dunia! 

(Sumber: Warta KPI TL No.132/IV/2016 »fb ditulis oleh: Benediktus Diptyarsa Janardana, Referensi: http://katekesekatolik.blogspot.co.id/...;https://www.ewtn.com/jubilee/histor...; http://www.katolisitas.org/577/cara...; http://catholicstraightanswers.com/...)

21.17 -

Kebangkitan Kristus memberi harapan

Ketika saya bertugas di Milan, saya melihat seorang ibu yang penuh semangat bekerja di pastoran. Pagi-pagi buta dia sudah membersihkan pastoran, mencuci pakaian dan menyiapkan makanan untuk para romo yang tinggal di sana. 

Suatu hari saya bertanya: “Ibu, bekerja di sini digaji berapa sebulan?” Jawabnya: “Saya bekerja di sini atas kemauan saya sendiri, saya tidak digaji.” Mendengar jawaban tersebut saya terkejut. 


Lalu dia melanjutkan ceritanya: “Dulu saya seorang yang membenci Tuhan, saya jahat sekali dan tidak mau ke gereja. Ketika suami saya meninggal, saya pikir saya akan melarat karena saya tidak mempunyai suatu pekerjaan. Ternyata Tuhan begitu peduli dalam kehidupan saya, saya diberi-Nya jalan keluar sehingga tidak kekurangan sesuatu apapun. Kristus telah membangkitkan jiwa saya. Hal inilah yang membuka mata saya untuk kembali ke Kristus dan bekerja demi kemuliaan-Nya.”

Paskah, kebangkitan Kristus telah benar-benar dirasakan oleh ibu di atas sehingga pola pikirnya berubah, dari perasaan putus asa menjadi penuh harapan dalam kehidupannya.

Kebangkitan Kristus membuat sukacita. Akan tetapi ada banyak orang Kristen yang imannya terguncang karena diserang oleh pihak lain, mereka mengatakah bahwa Yesus tidak pernah bangkit. Hal ini terjadi sejak gereja awali (Mat 28:13-15 - tersiar cerita tentang Yesus yang jenazahnya dicuri murid-murid-Nya ketika malam) sampai sekarang (dengan ditemukannya kubur Yesus, Injil Tomas, Injil Barnabas, silsilah Maria Magdalena dll.).

Ketika ada ajaran sesat, gereja mengadakan konsili. Tujuan konsili untuk menegaskan kembali ajaran Gereja yang sudah berakar sebelumnya. Jadi, yang ditetapkan dalam konsili merupakan peneguhan ataupun penjabaran ajaran yang sudah ada, dan bukannya menciptakan ajaran baru.

Jika kita mempelajari sejarah Gereja, kita akan semakin menyadari bahwa Tuhan Yesus sendiri menjaga Gereja-Nya: sebab setiap kali Gerejadiserangoleh ajaran yang sesat, Allah mengangkat Santo/Santa yang dipakai-Nya untuk meneguhkan ajaran yang benar dan Yesus memberkati para penerus rasul dalam konsili-konsili untuk menegaskan kembali kesetiaan ajaran Gereja terhadap pengajaran Yesus kepada para Rasul.

Konsili menghasilkan Magisterium (Wewenang Mengajar) Gereja.

Iman tidak pernah mengecewakan
Allah selalu menjawab iman yang mempertanyakan,
Bahkan ketika Ia tidak menjawab
Seperti yang diharapkan secara manusiawi oleh orang beriman.
(Adrienne von Speyr)

Jadi, ajaran Gereja Katolik menjawab pertanyaan yang paling mendasar dalam hidup kita. Pertanyaan-pertanyaan hanya bisa dijawab dengan memuaskan jika kita punya keterbukaan hati terhadap rahmat Tuhan, menerima apa yang dinyatakan Yesus melalui Gereja yang didirikan-Nya.

Untuk beriman kita perlu bukti, iman tanpa bukti tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Firman itu adalah Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita (Yoh 1:1, 14). Allah itu Roh (Yoh 4:24 » tidak kelihatan). 

Iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm 10:17). Masih banyak tanda-tanda yang dibuat Yesus yang tidak tercatat dalam kitab ini. Tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya (Yoh 20:30-31; kitab » ada yang dilihat).

Jika Kristus tidak bangkitkan,
maka sia-sialah kepercayaan kamu.
(1 Kor 15:17)

Segala pekerjaan yang telah dilakukan dengan jerih payah, berlelah-lelah dengan hikmat, pengetahuan dan kecakapan ... harus meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Ini kesia-siaan dan kemalangan besar (Pkh 2:11, 21).

Nasib semua orang sama: baik orang yang benar maupun orang yang fasik, orang yang baik maupun orang yang jahat, orang yang tahir maupun orang yang najis, orang yang mempersembahkan korban maupun yang tidak mempersembahkan korban, mereka menuju alam orang mati (Pkh 9:1-3).

Mengapa Pengkotbah mengatakan “semuanya sia-sia”? Karena dia tidak pernah tahu ada kebangkitan orang mati.

Mengapa kebangkitan sangat penting? Sebab selama ini tidak ada gagasan tentang kebangkitan, tidak ada orang mati seperti Kristus dinyatakan bangkit. Tidak ada.

Marilah kita belajar dari Yoh 20:19-29

Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!”

Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan.

Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.”

Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”

Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.

Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!” Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.”

» Para murid kecewa pada Yesus, karena mereka mengharapkan Yesus sebagai pembebas bangsa Israel, ternyata Yesus mati disalib. Meskipun demikian mereka tetap hidup dalam komunitas sehingga mengalami kebangkitan Kristus

Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!”

Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.”

Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!” 

Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.”

» Paskah dirayakan selama delapan hari (Oktaf Paskah). Sejak tahun 2000 Paus Yohanes Paulus II menetapkan Hari Minggu Paskah II menjadi Hari Minggu Kerahiman Ilahi

Tomas tidak berada dalam komunitas sehingga dia tidak mengalami Kristus yang bangkit. Jadi, janganlah pernah meninggalkan komunitas, berdoa sendiri di rumah, tidak lagi ke gereja atau tidak ikut persekutuan umat beriman. Belajarlah pada pengalaman gereja awali, orang-orang percaya berkumpul dan Roh Kudus melawat mereka ketika mereka berdoa bersama (Kis 2:1-13).

Paskah adalah suatu peralihan dari dunia lama ke dunia baru, habis gelap terbitlah terang, ada sesuatu yang baru yang lain.

Serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan memanggil seluruh pasukan berkumpul. Mereka mengenakan jubah ungu kepada-Nya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Kemudian mereka mulai memberi hormat kepada-Nya, katanya: “Salam, hai raja orang Yahudi!”

Mereka memukul kepala-Nya dengan buluh, dan meludahi-Nya dan berlutut menyembah-Nya. Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah ungu itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya (Mrk 15:16-20a).

Kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat mati-Nya demikian, berkatalah ia: "Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” (Mrk 15:39),

» Kristus dihina dan dicaci maki bukan diam bodoh, tetapi mampu membuka mata orang yang menyiksa-Nya melihat bahwa Dia adalah sungguh Anak Allah.

Bagaimana caranya melihat Yesus yang bangkit dalam diri sesama kita?

Karena takut Petrus menyangkal Yesus (Mat 26:69-75) » bangkit dengan suara nyaring ia berkata kepada mereka: “...” (Kis 2:14-36; 3:12-26; 4:1-22).

Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem.

Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: “Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?” Jawab Saulus: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Kata-Nya: “Akulah Yesus yang kauaniaya itu.” (Kis 9:1-5).

Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid.

Tetapi Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceritakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus (Kis 9:26-27).

» Syarat seseorang disebut rasul: (1) menjadi saksi kebangkitan Yesus dari antara orang mati. (2) Diberi tugas oleh Tuhan untuk pewartaan misionaris, agar dengan pewartaan Injil membangkitkan iman dan mempersatukan para beriman dalam satu jemaat (Gal 1:15-17; 1 Kor 9:1-2; 15:7-11; 2 Kor 10:13-16).

Barnabas melihat perubahan hidup Paulus. Perubahan hidup ini terjadi setelah Pulus melihat Yesus yang bangkit.

Pemberitaan Kristus yang disalibkan,
untuk orang Yahudi suatu batu sandungan
dan untuk orang bukan Yahudi suatu kebodohan,
tetapi untuk mereka yang dipanggil,
Kristus 
adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.
(1 Kor 1:23-24)

Jika kita mau dihina, dicaci maki dan diolok-olok sampai mati, tetapi tidak membuat orang lain sadar bahwa kita ini benar-benar seperti Yesus, maka kita baru menjadi orang bodoh yang mau diinjak-injak, belum mampu membuka sesuatu yang baru kepadanya.

Ingatlah! Tujuan penderitaan untuk mengetahui apa yang ada di dalam hati kita, apakah kita berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Untuk membuat kita mengerti bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan (Ul 8:2-3).

Kita tahu bahwa Kristus bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi; maut tidak berkuasa lagi atas Dia (Rm 6:9). Jika kita percaya Yesus sudah bangkit, maka kita punya pengharapan. Jadi, sebagai manusia baru, kita harus berani mengatakan: “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu? (1 Kor 15:55). 

Dengan cara ini kita tidak berfokus pada hal-hal yang negatif, tetapi bisa memikirkan semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji (Flp 4:8).

(Sumber: Warta KPI TL No.132/IV/2016 » Renungan KPI TL Tgl 7 April 2016, Bapak Edwin Pascalis).

Sabtu, 23 April 2016

Sejarah KPI TL



"Pada mulanya adalah Sabda"

Kelompok ini mula-mula muncul dari keinginan berkumpul atas nama pembelajaran Kitab Suci atau Pendalaman Alkitab. Atas usul Ibu Yovita kepada Ibu Djoko Ismojo yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua WKRI ranting Filipus, untuk mengadakan kelompok belajar Kitab Suci para ibu.

Maka di bulan Februari 2000 berkumpullah 10 orang ibu untuk maksud tujuan tersebut, yaitu: Ibu Djoko Ismojo, Ibu Bambang, Ibu Dity Eko, Ibu Emmy, Ibu Prapto, Ibu Surya, Ibu Sutikno, Ibu Toeti, Ibu Yani dan Ibu Yovita. Dalam kelompok ini muncullah kesepakatan untuk belajar Kitab Suci satu minggu sekali dari jam 10.00-12.00 WIB.

Kelompok ini didukung oleh ketua Wilayah Filipus, Bapak Djoko Ismojo dan Romo Kepala Paroki Gembala Yang Baik, Romo Martin Anggut, SVD. Dukungan ini sangat berarti bagi kelompok ini. Pada tahun 2003, Romo Gregorius Kaha, SVD bersedia menjadi Romo Moderator bagi kelompok kecil ini.

Dari awal kelompok ini bukan kelompok PDKK, maka kelompok ini tidak berada di bawah BPK. Kelompok ini menjadi bagian dari kelompok kategorial paroki dengan sasarannya proses pembekalan dan pembelajaran Kitab Suci.

"Sabda itu menjadi Manusia dan tinggal diantara kita"

Kumpulan ibu-ibu atas nama Sang Sabda tadi, terus-menerus membiarkan diri dipimpin oleh Roh Kudus. Dia hadir dalam kelompok ini dan mencurahkan berkat demi berkat.

Pertama: mulai adanya kepengurusan kecil. Merekalah yang mengkoordinir ini dan itu, mereka rela menjadi pelayan dalam kelompok kecil ini.

Dengan penuh semangat mereka mempersembahkan apa saja yang dimilikinya untuk memuliakan Allah demi kebersamaan iman.

Kedua: jumlah anggota terus ditambahkan dalam kelompok ini; ada yang tua, ada yang muda, ada yang ibu-ibu, ada yang bapak-bapak, ada yang dari lingkup dalam paroki, ada yang dari luar paroki.

Dan sebagai sarana komunikasi serta pengembangan iman, hadir pula warta KPI TL. Berkat ini juga dirasakan oleh masing-masing keluarga.

Selama perjalanan 16 tahun ini, kelompok ini juga membagikan sembako bagi umat yang sudah ditentukan setiap bulan, mengunjungi umat yang sakit, mengadakan rekoleksi keluarga, mengadakan seminar, pelayanan ke luar dan ikut serta ambil bagian hidup menggereja.

Pada awal proses pembelajaran Kitab Suci ini difasilitaskan/diberikan oleh Ibu Yovita. Kemudian kelompok ini mulai membuka diri untuk mengundang pengajar dari luar, baik rohaniwan-rohaniwati maupun kaum awam.

Untuk mendukung kelancaran kegiatan pendalaman iman ini, maka setiap hari Selasa diadakan doa umat di rumah Ibu Yovita. Sekarang doa umat diadakan di ruang seksi Gereja Roh Kudus.

Kelompok ini mengadakan pertemuan setiap hari Kamis I-IV. Gereja mengijinkan menggunakan Balai Paroki  untuk pertemuan pendalaman iman ini.

Dibalik berkat dan rahmat yang dirasakan itu, kelompok ini juga tidak bebas dari tantangan dan kesulitan.

Ada tantangan dari luar, yang kadang melihat secara pesimis kehadiran kelompok ini.

Tantangan dari dalam, dimana kesetiaan dan komitmen untuk berkumpul diuji dengan banyak godaan dan pengaruh lain.

Hal ini dapat dilihat dari nama kelompok ini yang mengalami beberapa kali perubahan, mulai dari "Pendalaman Alkitab Theresia Lisieux", Kelompok Devosi Kitab Suci Theresia Lisieux", sampai pada akhirnya seperti sekarang "Kelompok Pendalaman Iman Theresia Lisieux"

Nama memang penting, tetapi jauh lebih penting adalah arah bersama dalam kelompok, dan dari awal arah tetap sama, yakni: " Berkumpul atas nama iman akan Yesus dan belajar terus-menerus mengikuti Sang Sabda".

"Pergilah kamu diutus"

Santa Theresia Lisieux, pelindung kelompok ini pernah menulis bahwa kekudusan dapat dicapai oleh siapa saja betapapun rendah, hina dan biasa orang itu.

Caranya ialah dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cinta yang murni kepada Tuhan.

Kelompok ini mungkin kecil dimata manusia, mungkin biasa dimata banyak orang tetapi "jalan kecil" inilah yang dianjurkan St. Theresia Lisieux untuk mengikuti Yesus.

Mari kita setia mengikuti jalan kecil ini, sehingga kita dapat juga membagikan berkat bagi keluarga dan orang-orang yang di sekitar kita.

Rabu, 20 April 2016

Mengapa Tuhan membiarkan penderitaan?



Seorang pembaca menuliskan pesan “Ada satu contoh kasus keluarga Fritzl di Austria. Sang ayah menyekap anak gadisnya di gudang bawah tanah selama lebih dari 20 tahun!, dimalam hari memperkosanya, selama itu di siang hari dia dan istri hidup bersosial secara wajar. Dari anak gadisnya itu , dia punya beberapa anak lagi, dan mereka semua tinggal di bawah tanah. 

Ketika polisi membongkar gudang itu, itulah pertama kali cucu2nya yang sudah besar (sudah umur belasan tahun!) melihat matahari dan bulan… dalam arti harafiah!!!. 

Kasus ini terbongkar oleh polisi ketika umat Katolik sedang bersiap menyambut Triduum Paskah. Ironis? Sebenarnya apakah Tuhan sama-sekali tidak mau campur tangan ? Manusia wajar yang mengetahui hal seperti itu, pasti akan segera turun tangan. Dimanakah batas kejahatan bagi Tuhan? Saat kejahatan menjadi-jadi dan manusia terdiam, apakah Tuhan akan turun tangan? Berapa lama manusia mesti menunggu? 

Apakah selama bangsa Israel dijajah bangsa Mesir, lalu Tuhan membimbing Israel exodus? Ketika Yesus melihat kumpulan 5000 leibh orang2 yg mengikutinya dan hari menjadi sore, mereka kelaparan. Yesus pun merasa “kasihan” dan berkeputusan: “kita harus memberi mereka makan”. Padahal urusan bekal mestinya tanggung jawab kumpulan orang itu sendiri, mestinya mereka saling berbagi atau harus berusaha bersama apa gitu…Apakah Tuhan sekarang masih sama?”

Kalau dapat diringkas maka pertanyaan ini mau menyampaikan: mengapa seolah Tuhan ‘diam’ melihat kejahatan dan kesengsaraan yang terjadi di dunia sekarang ini. Atau, mengapa Tuhan membiarkan kejahatan, lalu sampai di mana atau sampai kapan? 

Pertanyaan serupa ini pernah dibahas , di sini, silakan klik? Pertanyaan semacam ini memang adalah pertanyaan yang sulit dijawab, karena melibatkan misteri Tuhan sendiri. Oleh karena itu, saya ingin mengutip surat apostolik dari Paus Yohanes Paulus II yang berjudul, Salvifici Doloris (SD), atau On the Christian Meaning of Human Suffering.

Bab III, dari dokumen itu berjudul :The Quest for an Answer to the Question of the Meaning of Suffering. Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa dengan adanya penderitaan- penderitaan di dunia maka manusia dapat bertanya, “Why?” (Mengapa?) Mengapa ada kejahatan di dunia? Malah kadang pertanyaan-pertanyaan semacam ini dapat menjadikan orang frustasi dan akhirnya menolak adanya Tuhan. 

Maka, menurut Paus, kuncinya adalah kita harus memahami apakah arti dari penderitaan itu.

Alkitab menceritakan tentang misteri penderitaan ini secara jelas di dalam kitab Ayub. Teman-teman Ayub menarik kesimpulan bahwa penderitaan yang diderita oleh Ayub disebabkan oleh dosa-dosanya. 

Namun Tuhan akhirnya menyatakan kepada para sahabat Ayub bahwa Ayub tidak bersalah. “Itu [Penderitaan Ayub] harus diterima sebagai misteri, yang tidak dapat dipahami oleh manusia dengan akal budinya sendiri” (SD 11). 

Maka dapat saja penderitaan terjadi pada orang-orang yang tak bersalah, kepada Bangsa pilihan Allah, dan bahkan Gereja-Nya sendiri. 

Jika demikian yang terjadi, maka hal ini merupakan undangan terhadap belas kasihan-Nya, yang mengajar manusia untuk memimpinnya kepada pertobatan. 

Maka penderitaan itu maksudnya adalah untuk memimpin seseorang kepada pertobatan, yaitu untuk membangun kembali kebaikan di dalam diri orang yang mengalami penderitaan (SD 12).

Misteri penderitaan hanya dapat dipahami dalam terang Kristus. Kristus menyebabkan kita memasuki misteri penderitaan dan untuk menemukan alasannya “mengapa”, sejauh kita mampu menangkap kasih ilahi-Nya. 

“Kasih adalah sumber yang paling penuh yang menjawab pertanyaan mengenai makna penderitaan ini. Jawaban ini telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia di dalam salib Tuhan Yesus Kristus.” (SD 13).

1) Dengan melihat kepada kejamnya dosa dan penderitaan, kita akan semakin menyadari akan besarnya akibat dosa, namun juga besarnya kasih Allah yang datang di dalam diri Kristus untuk membebaskan kita dari penderitaan kekal akibat dosa tersebut.

Tuhan Yesus dekat kepada mereka yang menderita berdasarkan kenyataan bahwa Ia mengambil penderitaan itu bagi Diri-Nya sendiri (SD 14).

2) Dengan adanya realitas penderitaan di dunia ini yang sifatnya sementara, dan dorongan kita secara alami untuk menghindarinya, maka seharusnya kitapun mempunyai dorongan yang lebih besar untuk menghindari penderitaan yang sifatnya selamanya, yaitu penderitaan di neraka jika kita tidak diselamatkan karena tidak bertobat. (SD 14)

3) Jika mengalami penderitaan, entah karena kita sendiri mengalami penderitaan itu, ataupun karena kita menderita melihat orang lain yang sungguh menderita, maka kita diundang untuk mengambil bagian di dalam karya keselamatan

Paus Yohanes Paulus mengajarkannya demikian, “Each one is also called to share in that suffering through which the Redemption was accomplished…..Each man, in his suffering, can also become a sharer in the redemptive suffering of Christ.” (SD 19) 

Ini sesuai dengan ajakan Rasul Paulus untuk melengkapi dalam daging kita, apa yang kurang dalam penderitaan Kristus, untuk Tubuh-Nya, yaitu Gereja-Nya, (Kol 1:24) karena anggota- anggota Gereja-Nya masih ada yang mengalami penderitaan sampai pada saat ini (lih. SD 24)

4) Dengan menderita bersama Kristus, maka dapat dikatakan bahwa bukan kita lagi yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam kita (Gal 2:19). 

Karena jika Ia mengasihi kita dengan cara ini, menderita dan wafat bagi kita, maka dengan penderitaan dan wafat-Nya ini, Ia hidup di dalam diri orang yang mengasihi Dia dengan cara yang sama (SD 20). Maka Kristus dapat dikatakan hidup di dalam diri orang itu.

5) Namun, dengan iman kita percaya bahwa salib dan penderitaan yang ada di dalam kehidupan manusia itu disertai dengan pengharapan pemenuhan janji akan kebangkitan. 

Rasul Paulus mengajarkan bahwa kita adalah “orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” (Rm 8:17-18). 

Dan Rasul Petrus juga berkata, “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” (1 Pet 4:13).

Dengan melihat uraian di atas, maka malah mungkin bukan ironi, namun memang ada maksudnya bahwa Tuhan mengizinkan pembongkaran kasus kejahatan pada keluarga Fritzl di Austria terjadi pada saat menyambut Triduum Paskah. 

Karena mungkin seharusnya kenyataan pahit itu membuka pikiran kita akan kejamnya akibat dosa, dan beban dosa yang harus ditanggung oleh Kristus di kayu salib-Nya. Karena baru satu dosa saja sudah demikian menyedihkan akibatnya, apalagi dosa semua umat manusia, di sepanjang sejarah manusia, yang harus dipikul oleh Yesus Kristus! 

Maka melalui kejadian itu, Tuhan sesungguhnya menyerukan seruan pertobatan kepada semua orang yang mau membuka hati mereka. 

Kita diundang juga untuk mempersembahkan penderitaan dan kesedihan kita dengan penderitaan Kristus di kayu salib, supaya kitapun dapat mengambil bagian di dalam kemuliaan-Nya kelak. 

Dalam keadaan ini, kita dapat mendoakan bagi pertobatan keluarga Fritzl, namun juga bagi pertobatan anggota keluarga kita, sanak saudara, teman ataupun anggota Gereja lainnya; dan juga mohon belas kasihan Tuhan Yesus atas dosa-dosa kita sendiri. 

Sebab penderitaan selalu dimaksudkan Tuhan untuk membawa pertobatan, dan mungkin pertobatan itulah yang dewasa ini relatif jarang ditemukan di dunia ini. Manusia hidup hanya sesuai dengan kehendaknya sendiri. Maka mungkin Tuhan membiarkan kejadian yang menyedihkan ini terjadi, agar setidak-tidaknya ada orang- orang yang tersentuh dan terdorong untuk bertobat, ataupun mendoakan bagi pertobatan orang lain.

Dalam kasus keluarga Fritzl, kita belum sampai pada akhirnya. Bisa saja sang ayah ditangkap dan dipenjara, dan di sel penjara itu dia bertobat. 

Tanpa terbongkarnya kasus itu mungkin ia tidak pernah bertobat sampai akhir hidupnya. Atau, mungkin terbongkarnya kasus tersebut adalah sebagai jawaban doa dari anak perempuan itu, yang telah bertahun- tahun berdoa mohon keadilan Tuhan. 

Dan begitu doanya dikabulkan, itu sungguh menguatkan iman perempuan itu beserta anak-anaknya (‘cucu-cucu’ keluarga Fritz). Atau mungkin ada orang yang gemar berselingkuh, dan tidak mempedulikan anak-anak hasil perselingkuhannya, lalu setelah membaca kasus tersebut ia bertobat. 

Atau orang- orang yang seperti anda, membaca kasus tersebut, merenungkannya dan membawanya ke hadirat Tuhan sehingga akhirnya semakin mendalami misteri salib Kristus…. 

Kita tidak pernah mengetahui maksud Allah, namun yang pasti Roh Kudus-Nya terus bekerja di dalam hati setiap orang. Walau kelihatannya tidak kelihatan, Allah terus bekerja, dan tidak diam. 

Hanya saja, caranya yang tidak kita ketahui, karena kita cenderung melihat apa yang kelihatan oleh mata, atau yang diberitakan di media masa. Kita mengharapkan pertolongan Tuhan yang instant/ segera datang, sedangkan Tuhan mempunyai kebijaksanaan waktu-Nya sendiri. Sebab cara pandang kita memang berbeda dengan cara pandang Allah.

Jadi, Tuhan tetaplah adalah Allah yang tetap sama, dahulu dan sekarang, dan selamanya. Ia adalah Allah yang peduli dan penuh belas kasihan kepada umat manusia ciptaan-Nya. 

Hanya saja, Ia berkarya dengan cara yang berbeda setiap waktu, dan mari kita menghormati kebijaksanaan Tuhan dalam hal ini. Jaman bangsa Israel/Musa berbeda dengan jaman Kristus, jaman para rasul berbeda dengan jaman abad Pertengahan, dan dengan jaman sekarang. 

Satu hal yang pasti adalah: Allah yang penuh kasih ini adalah juga Allah yang adil, sehingga pada akhirnya nanti, Allah pasti akan menyatakan keadilan-Nya. 

Kejadian- kejadian yang menyedihkan terjadi mungkin dapat membuat kita prihatin, namun sebaiknya juga meningkatkan pengharapan kita, agar Tuhan memakai kejadian-kejadian yang buruk sekalipun untuk mendatangkan hal-hal yang baik kepada umat-Nya.

(Sumber: Mengapa Tuhan membiarkan penderitaan?, katolisitas.org).