Jumat, 30 September 2016

08.00 -

Menjadi kekasih Tuhan dan kekasih suami



Setiap wanita mempunyai panggilannya masing-masing. Ada yang diberi kemampuan untuk mengurus keluarga, ada pula yang dipanggil untuk berbuat lebih banyak bagi gereja dan masyarakat. 

Apa pun jabatannya di tengah masyarakat, panggilan yang paling mendasar adalah menjadi ibu dan istri, peran ini tidak dapat digantikan oleh siapapun. Kehadiran para ibu umumnya tersembunyi dari publik, tidak menonjol namun mempunyai peran vital bagi keluarganya. 


Seorang ibu dalam keluarga ibarat jantung bagi tubuh. Ibu juga memompakan kehidupan, spirit, harapan kepada anggota keluarganya



Oleh karena itu menjadi ibu sebenarnya suatu anugerah yang sangat mulia melebihi karier puncak manapun. Wanita yang melakukan segalanya karena cinta mengetahui tujuan dari semua pekerjaannya bukan semata-mata untuk mendapat pujian keluarga tetapi terlebih untuk menyenangkan hati Tuhan (1 Kor 10:31). 



Meskipun dianggap remeh di mata orang lain (tidak mempunyai karier, tidak mempunyai penghasilan sendiri, kerjanya hanya mengurus rumah tangga, menemani anak belajar, mengantar dan menjemput anak sekolah/kegiatan lainnya), ia dapat menjadi kudus dihadapan Tuhan melalui peranannya

Jika kegiatan sosial dijalani dengan benar (mengunjungi teman yang sakit, mendampingi sahabat yang sedang bermasalah atau kegiatan lain yang berguna bagi orang lain), maka seorang wanita semakin luas hatinya untuk mengasihi suami dan anak-anaknya.

Terlalu repot dengan penampilan luar membuat orang tidak punya waktu mengasah rohani, memperdalam pengetahuan dan mengolah kepribadian. 

Jadi, wanita yang cantik dan menarik, inner beauty akan terpancar keluar, jika ia memperhatikan kecantikan fisik secara fajar, menambah wawasan intelektualnya, mengolah kepribadian (perasaan, cara berpikir, bersikap, berkehendak dan perbuatan seseorang), kematangan psikis dan perkembangan rohaninya secara seimbang 

Wanita yang mengembangkan intelektualnya akan tampak dalam tutur kata, sorot mata dan prilakunya. Intelektual bukan semata-mata wanita yang unggul dalam ilmu pengetahuan tetapi juga wanita yang dapat menerapkannya dalam kehidupan demi kebaikan diri, keluarga dan orang lain. 

Kecerdasan seorang wanita terletak pada kemampuan dia untuk melakukan yang terbaik bagi keluarganya dan orang lain dalam situasi yang dihadapinya.

Wanita yang menarik secara intelektual adalah wanita yang perkataan dan tindakannya berjalan seiring; terbukti mampu menerapkan ilmunya dalam pelbagai situasi hidup dan terbukti efektif membawa hasil yang diharapkan bagi kemajuan diri, keluarga dan masyarakat sekitar. 

Syaratnya: pandai (dapat terlihat dari cara berpikirnya; biasanya dapat mengutarakan pikiran dan pendapatnya dengan lugas dan jelas), berwawasan luas (dapat melihat sesuatu hal dari banyak sudut pandang alias tidak picik), realistis (umumnya obyektif, rasional dan terbuka pada perubahan), bijaksana (mampu berpikir, merasa, menimbang dan memutuskan dengan tepat).

Manusia batiniah berasal dari roh yang lemah lembut dan tentram, yang sangat berharga di mata Allah (1 Ptr 3:4).

Mengasihi adalah keputusan, berkaitan dengan kehendak. Kehendak diperkuat dengan latihan dan komitmen

Kasih itu menghidupkan, menumbuhkan dan membahagiakan. Kasih tidak berdiri sendiri melainkan mendasari dan mewarnai segala pikiran, ucapan, tindakan, sikap dan pilihan-pilihan kita serta seluruh aktivitas kita. 

Orang yang hatinya dikobarkan oleh api cinta Allah sendirilah yang dapat juga mengobarkan kasih, menghangatkan orang lain disekitarnya (Yoh 2:17; Mzm 69:10). 

Mereka “hadir” dengan memberi perhatian, hati, cinta, waktu, pemikiran dan tenaga. Orang yang berhati luaslah yang dapat menampung segala permasalahan dan kegetiran orang lain dan memberi tempat berteduh bagi orang yang berbeban berat dan berlelah hati sehingga orang dapat merasa diterima apa adanya

Kasih haruslah menjadi nafas dari kehidupan seorang murid Kristus (Yoh 13:35). Berhenti mengasihi berarti berhenti menjadi murid Yesus. Semua orang hanya membutuhkan sedikit kasih dan perhatian untuk dapat menjadi manusia yang lebih baik.

Kasih tidak sama dengan perasaan. Kasih itu bukanlah perasaan tapi tindakan dan suatu komitmen untuk tetap mengasihi sampai akhir. 

Cinta yang sebenarnya adalah tindakan berdasarkan cinta meskipun kita tidak merasa mencintai. Cinta adalah sebuah tindakan positif yang tidak ditentukan oleh perasaan melainkan oleh kehendak; tekad untuk mengembangkan diri dengan tujuan memelihara pertumbuhan rohani sendiri atau rohani orang lain. Jatuh cinta bukanlah perluasan diri tapi keadaan dimana dinding ego kita runtuh sementara (M. Scott Peck, MD).

Kasih bukanlah ucapan bibir. Kasih tidak cukup diucapkan walaupun dengan perkataan indah (Yak 2:15-16; 1 Kor 13:1; Mat 23:14).

Kasih bukanlah pengetahuan atau pikiran saleh. Banyak membaca Kitab Suci, mendengarkan lagu rohani, berdoa, ke gereja seringkali membuat kita merasa sudah hidup saleh. Kasih bukanlah menemukan kesalahan dalam diri orang lain (Luk 18:10-12; 1 Kor 13:7; Yoh 8:3-11). 

Kita berpikir diri kita sudah baik sehingga tidak memerlukan lagi pertobatan, tidak butuh kritik dan pendapat orang lain. Jika kita merasa diri sudah baik, sulit bagi kita untuk berubah dan bertumbuh dalam kebajikan.

Kasih bukanlah tindakan saleh. Peraturan yang sangat rinci dipenuhi tetapi apa yang mendasar yaitu kasih kepada manusia diabaikan (Mat 23:23keadilan, belas kasihan dan kesetiaan). Kasih tidak cukup berupa ibadah dan pelayanan kita di gereja.

Kasih adalah pengorbanan. Kasih itu adalah tindakan nyata bagi orang yang paling lemah, menderita dan tersingkir (Mat 25:35-36). Ketulusan itu perlu terus-menerus dimurnikan sehingga kita bukan melakukannya untuk mendapatkan pujian.

Sekalipun … jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna (1 Kor 13:1-2)

Banyak persoalan keretakan rumah tangga berawal dari pertengkaran yang meledak-ledak dan persoalan yang tak terselesaikan. Hal ini terjadi karena suami istri tidak mempunyai waktu berdua untuk menyelesaikan setiap ganjalan dalam hubungan mereka

Masing-masing memilih jalan yang mudah yaitu pura-pura tidak ada masalah alias mengabaikan persoalan sehingga masalah itu menjadi berlapis-lapis dan makin sulit dicari akarnya. 

Selain itu ada area yang sensitif akibat dari pengalaman awal dari keluarga asal atau pengalaman traumatis di usia remaja/dewasa sehingga cara pandangnya terdistorsi atau tidak sesuai dengan kenyataan. Hal inilah yang dapat menimbulkan emosi negatif dalam diri mereka. Reaksi ini dapat berakibat buruk pada relasi kita dengan orang lain.

Reaksi emosi negatif ditentukan oleh cara pandang kita terhadap diri sendiri, orang lain, lingkungan, dunia, dan apa saja yang terkait dengan diri kita serta bahkan Tuhan.

Emosi negatif ini akan melelahkan jiwa dan juga menimbulkan rasa tidak aman bagi kedua belah pihak sehingga tanpa sadar mereka menjadi keras kepala dan keras hati

Selain itu mereka tidak lagi melihat bahwa perkawinan dapat menjadi penempaan untuk berubah. Berubah itu memang sakit, setiap orang ingin menghindarinya. 

Justru dalam penderitaan dan menerima rasa sakit, seseorang belajar untuk meluaskan diri, keluar dari zona nyaman yang cenderung mengungkung orang pada cinta diri yang berlebihan. 

Jika seorang berani mengambil resiko disakiti, maka ia akan menjadi pribadi yang terbuka pada pengalaman-pengalaman baru, yang membuatnya lebih mampu mencintai pasangan/sesamanya. 

Keluarga adalah sekolah kasih yang utama.

Bagaimana pun buruknya keadaan hidup perkawinan, Tuhan selalu dapat memberi awal yang baru dan akhir yang indah. Allah dapat menciptakan dari yang tidak ada, tentu Ia juga dapat memperbaiki apa yang keliru dan rusak. 

Apa pun kesalahan di masa lampau bukan berarti akan salah selama-lamanya. Jadi, kesalahan apa pun yang ada di masa lampau perlu dinetralisir dulu

Jika kita mau melakukan satu langkah, maka Tuhan akan memberi kekuatan dan rahmat untuk mengambil langkah berikutnya. 

Kondisi ini membuatnya berkembang menjadi orang yang tangguh, ulet dan kreatif … mengadakan lompatan iman menuju keadaan baru yang belum dikenal sebelumnya. Ini adalah suatu perjuangan berat yaitu melawan diri sendiri.

Setiap orang yang tidak lari dari proses akan mengalami pertumbuhan dan perubahan ke arah yang lebih baik.

Pertumbuhan iman bukan seperti pohon cabe yang hari ini ditanam tiga bulan lagi sudah berbuah. Pertumbuhan iman seperti pohon jati yang membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, sedikit demi sedikit tetapi berakar kuat dan kokoh

Untuk itu kita memerlukan suatu komunitas yang mempunyai pengalaman iman akan Yesus Kristus yang hidup, yang memperjuangkan nilai-nilai Kristiani sehingga kita lebih kuat untuk bertahan hingga akhir. Wadah rohani ini akan memberi kesempatan kepada kita untuk terus bertumbuh secara rohani dan terus berkobar untuk melayani Allah dan sesama.

Hidup rukun dan bahagia dalam keluarga bila hidup kita terarah pada pelaksanaan kehendak dan rencana Allah. Tetapi proses ini bukanlah hal yang selalu mudah, dibutuhkan suatu perjuangan yang tiada hentinya.

Semakin seseorang itu berkembang dan matang kepribadiannya semakin ia tidak perlu mempertahankan apa-apa, mengosongkan diri. Orang yang mengosongkan diri semakin siap untuk menerima hak-hal baru.

Seorang wanita perlu memiliki kekuatan mental agar tidak terpaku oleh pengalaman buruk masa lalunya. Dan juga perlu kematangan emosi untuk melewati dan mengatasi rasa sakitnya. Ia harus memandang setiap perjuangan yang dihadapinya dalam keluarga sebagai suatu proses untuk menjadikannya pribadi yang unggul. Maka ia perlu menjadi tiang rohani dalam keluarganya

Wanita yang matang kepribadiannya tidak cepat melemparkan kesalahan kepada orang lain tetapi mengambil tanggung jawab atas masalah atau perasaan negatif yang dia alami.

Ibu rumah tangga yang berani melihat ke dalam diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain tentu dapat sangat mengurangi banyak sekali potensi konflik dalam rumah tangga.

Siapapun tidak suka dipersalahkan. Istri yang tidak mempersalahkan suami sudah menjadi modal yang kuat untuk memenangkan hati suami.

Lalu bagaimana jika istri mengalami emosi negatif seperti tersinggung, kecewa, sedih, jengkel, cemburu terhadap suami? Hal ini tetap dapat disampaikan dengan cara yang benar.

Sebab perasaan yang tidak disampaikan akan menjadi ganjalan yang dapat merusak relasi suami istri. Istri dapat menyampaikan perasaan tanpa menyalahkan.

Tujuannya supaya suami mengerti keadaan istri. Caranya adalah menyampaikan perasaan apa adanya dan bukan pendapat

* Aku merasa kecewa sore ini begitu tahu kita tidak jadi pergi bersama, menyampaikan perasaan apa adanya tanpa menuduh orang lain sebagai penyebab. Ini adalah sikap orang dewasa mengambil tanggung jawab atas perasaannya. Orang yang mengambil tanggung jawab atas hidupnya adalah aktor; orang yang mempunyai kebebasan untuk bertindak. Ia bukanlah reaktor yang keputusan dan tindakannya ditentukan oleh faktor di luar dirinya. Jika kita bereaksi karena keadaan, orang, atau kejadian di luar diri kita, kita ibarat reaktor yang meledak setiap kali tombol ditekan. 

* Kamu kok seenaknya sendiri membatalkan janji begitu sajamenyampaikan pendapat.

Faktor paling menentukan untuk menjadi pribadi yang menarik adalah penerimaan diri. Jika seseorang dapat menerima diri sendiri apa adanya, ia tidak akan terganggu oleh sikap orang lain, selalu berpikir positif dan mau mengerti orang lain. Ia juga mudah bersyukur dan punya pengendalian diri yang baik sehingga ia melihat potensi dirinya dan mau mengembangkan segala aspek kehidupan, talenta, kemampuan diri, kepribadian dan kerohanian, ia merasa penuh dan merasa dirinya berharga.

Jadi, ia tidak merasa perlu mengejar barang mahal untuk menaikkan gengsi/status sosialnya, dalam memilih barang lebih mementingkan fungsi dan kualitasnya.

Inilah kebebasan yang sesungguhnya yaitu di saat kita dapat menguasai sepenuhnya emosi, keinginan dan nafsu kita. Dapat berkatatidakpada keinginan yang berlebihan

Yang kita perlu tuju adalah berkembang menuju kepenuhan diri kita. Apa yang dimaksud dengan diri kita yang sepenuhnya? Yaitu secara realistis dapat menerima keadaan dan kenyataan. Bereaksi sesuai dengan realitas. Tidak terikat pada masa lalu yang tidak lagi aktual. 

* Seorang wanita makan sangat berlebihan jika berada di pesta karena sewaktu kecil ia pernah merasakan kelaparan. Sekarang ia sudah menikah dengan suami yang berpenghasilan cukup.

Keadaan masa kecilnya yang kelaparan tidak lagi sama dengan keadaannya sekarang sehingga ia tidak perlu melahap makanan berlebihan hanya sekedar supaya bisa bertahan lebih lama dari rasa lapar.

* Seorang wanita mempunyai kecenderungan berlebihan mencari pemutih. Wanita ini terobsesi sekali mempunyai kulit yang lebih putih. Dimana ada klinik kecantikan yang menawarkan perawatan memutihkan kulit pasti dicobanya. Setelah mencoba sekian kali ia masih tetap saja merasa kulitnya kurang putih.

Hal ini terjadi karena orang tuanya sering mengatakan bahwa ia adalah anak yang kulitnya paling gelap diantara saudara-saudaranya yang lain, sehingga terlihat tidak cantik. Padahal sekarang ini, tidak ada orang yang pernah mengatakan kulitnya hitam dan jelek. Ia tidak melihat realitas saat ini dan terikat pada pengalaman buruk masa lalu.

Kepribadian seseorang unik karena terbentuk oleh proses sosialisasi (pengalaman masa kecil, pola asuh, latar belakang keluarga dan lingkungan).

Kadang-kadang antara panggilan untuk melayani dan panggilan sebagai seorang ibu dan istri terjadi konflik. Bagaimana dapat mempersatukannya secara harmonis? Tidak merugikan kehidupan rumah tangga, tetapi juga ikut aktif ambil bagian dalam pelayanan Tuhan dan karya keselamatan-Nya.

Kita harus mendahulukan apa yang terpenting yaitu hubungan pribadi kita dengan Tuhan maka kita akan melihat bahwa tugas-tugas kita yang lain pun tidak akan terganggu bahkan akan terasa menjadi lebih ringan dan lancar. 

Persiapan sesungguhnya untuk melayani Tuhan adalah kedekatan hubungan kita dengan-Nya lewat komunikasi setiap saat lewat hidup di hadirat-Nya siang dan malam, lewat menyadari kehadiran-Nya di mana pun dan dalam diri siapa pun juga.

Tanpa rahmat Tuhan melalui Ekaristi, firman Tuhan (makanan bagi roh) dan doa pribadi, kita mudah diombang-ambingkan oleh tawaran dunia, materi, populeritas dan kegiatan lain yang memberikan kebanggaan pribadi.

* Ekaristi menyatukan kita dengan Kristus; suatu relasi yang perlu makin hari makin dipererat dan diperdalam hingga kita mencapai persatuan abadi kelak di sorga.

* Kita perlu membaca firman Allah agar kita lebih mengenal-Nya dan lebih mencintai-Nya, mengetahui janji-janji Allah, dan supaya iman kita bertumbuh.

Dengan membaca firman-Nya, hati dan pikiran kita dibersihkan (Yoh 15:3). Hidup kita akan menjadi damai dan mempunyai arah yang jelas. Hidup seperti ini tentu akan menjadi berkat bagi banyak orang.

Tentu Tuhan akan mencukupkan segala berkat dan rahmat yang kita butuhkan untuk terus dapat berkarya bagi Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama.

* Doa membuat kita sabar dan penuh pengharapan dalam menanti tergenapinya firman dan janji-Nya dalam hidup kita sekeluarga (Yes 40:31).

Seorang ibu yang berkembang hidup doanya menjadi seorang ibu yang mempunyai motivasi yang tulus dalam melayani, ada semangat kelepasan dan penyangkalan diri dari hal-hal duniawi, dan melakukan kebajikan-kebajikan Kristiani.

Setiap orang dapat memilih jam doa pribadi sesuai dengan ritme hidupnya, ritme biologisnya dan kegiatan anggota keluarganya.

Jika dilakukan dengan setia akan membuat relasi pribadi kita dengan Tuhan bertumbuh. Semakin kita setia semakin kita melihat buah-buah dari doa pribadi ini.

Semakin lama kita hadir di hadapan Tuhan maka semakin lama juga Tuhan dapat mengalirkan kasih-Nya kepada kita dan mengubah sifat-sifat kita menjadi semakin ilahi.

Jika anggota keluarga merasakan buah-buah rohani dari ibu, mereka tanpa dipaksa juga melakukan aktivitas rohani tersebut.

Jika Tuhan memberi kita kesempatan untuk melayani-Nya, janganlah kita merasa tidak mampu. Bukan kemampuan kita yang penting tetapi kemauan kita.

Cukup kita mau saja untuk dipakai oleh-Nya maka Tuhan akan memberikan apa yang kita butuhkan (Yoh 15:5; Mzm 147:11); orang itu tidak akan mencuri kemuliaan Tuhan.

Orang-orang yang dipilih melayani Tuhan perlu kekuatan Roh Kudus dan harus memisahkan diri dari pergaulannya yang lama” untuk datang kepada-Nya, berada dekat Yesus.

* Meninggalkan cita-citanya semula yang ingin mencari uang sebanyak-banyaknya supaya mempunyai banyak rumah dan mobil. Sekarang mencari uang sebanyak-banyaknya supaya bisa mengembangkan pelayanan, membantu orang lain yang sedang sakit dan membutuhkan.

* Meninggalkan kesenangan bersama teman-teman karena ada tugas dari gereja.

Mencintai Tuhan membuat seorang istri berkembang dalam segala yang baik. Setiap suami mendambakan istri yang baik.

Istri yang baik adalah istri yang mencintai Tuhan. Cinta Tuhan yang berkembang dalam hidup istri membuatnya mampu mengasihi suami dan keluarganya dengan cinta yang tulus dan tak terbatas karena bersumber dari cinta Tuhan sendiri.

Istri yang mencintai Tuhan dapat mencintai keluarganya, anak-anaknya, orang tua dan mertua dengan secara efektif dan afektif.

Jika seorang istri dapat menjalankan semua kewajibannya dengan baik sebagai istri, ibu, anak dan menantu tentulah suami akan senang dan bangga mempunyai istri seperti ini.

Cinta suami terhadap istrinya pun semakin lama semakin kuat dan mendalam sehingga istri selalu menjadi kekasih suami. Jadi, seorang istri dapat menjadi kekasih Tuhan dan kekasih suami.

Berpegang pada komitmen dan menjalankan tugas dengan setia adalah jalan untuk menjadi sabar dan bertumbuh dalam kasih.

(Sumber: Warta KPI TL No. 94/II/2012 » Menjadi Kekasih Tuhan dan Kekasih Suami, M.T. Eleine Magdalena).