Sabtu, 31 Oktober 2015

Menyerahkan Kemudi Kehidupan di Tangan Tuhan



Ada seorang pemuda yang bekerja dengan begitu baik pada sebuah perusahaan, sehingga dia diberi fasilitas kredit mobil. Pada liburan panjang dia ingin pulang ke kampung halamannya. Karena belum terlalu mahir menyetir mobil, dia mengajak seorang teman yang mahir menyetir mobil.

Kira-kira setengah perjalanan, tiba-tiba timbul keinginannya untuk menyetir mobil karena merasa jalanan sepi/aman. Akhirnya dia dan temannya bertukar tempat duduk. Temannya menyerahkan kemudi tersebut karena merasa bukan mobilnya.

Beberapa saat kemudian dia mengambil keputusan yang salah pada saat mendahului kendaraan di depannya. Tiba-tiba dari arah depan datang sebuah bis yang melaju dengan kencang. Karena belum terlalu mahir, dia  panik dan terjadi kecelakaan yang dahsyat (pemuda yang memiliki mobil itu meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit).

Ada pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ini:

Setiap kali kita ingin mengendalikan sendiri kehidupan ini, kita akan menjumpai kerusakan-kerusakan/menderita yang luar biasa dalam kehidupan ini. Jadi jangan sekali-kali bertukar tempat duduk meskipun hanya sebentar dalam mengemudikan kehidupan ini (berbahaya), karena akan terjadi kecelakaan yang berakibat fatal. 

Jadi serahkan kursi kemudi kehidupan pada ahlinya (Tuhan). Karena hanya Tuhanlah yang tahu bagaimana mengemudikan kehidupan kita dengan aman (tahu masa depan/tahu di belakang yang mengejar-ngejar kita). Karena orang stres bukan karena yang ada di depannya tetapi dibelakangnya. Misalnya: punya hutang banyak.

Memang menyerahkan kemudi kehidupan pada Tuhan Yesus tidak gampang, selalu ada konflik batin. Tetapi pada saat kita menyerahkan kemudi tersebut pada-Nya, kita akan merasakan sebuah perjalanan yang panjang berliku-liku/menderita tapi indah pada waktunya. 

Aku hidup, tapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal 2:19-20)

(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 5 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM). 



Hak Istimewa



Makanan yang dimakan oleh:


Tubuh - makan nasi, sayur dll.


Jiwa - semua yang bisa ditangkap oleh mata/telinga (panca indera), termasuk firman Tuhan. Apakah kita punya keberanian untuk mengatakan ‘tidak’ pada jiwa untuk tidak mau makan, makanan yang tidak sehat? Sehingga jiwa kita sehat!

Roh - hanya makan firman Tuhan (dapat membuat roh bertumbuh semakin dewasa), yang memampukan kita melakukan firman Tuhan dalam kehidupan ini.

Begitu banyak orang datang mencari kebenaran firman Tuhan bukan benar-benar mencari apa yang Yesus katakan dalam hidupnya, tetapi mencari Allah untuk kenyamanan dalam kehidupannya.

Motivasi hidup anak muda ada 5 C (hanya mencari kenikmatan saja, karena orang tuanya mendidik demikian – Bdk. Ams 4:3-4, 21, 23): 

1. C – ondominium (apartemen).
2. C – ar (mobil).
3. C – redit Card (kartu kredit).
4. C – ountry Club Card (anggota klub).
5. C – ash (uang).

Dalam firman Tuhan juga diajarkan 5 C:

1. C - hristus (Kristus).

2. C - ommitment to the faith (komitmen terhadap iman) - menjadi pelaku firman bukan sebagai sebuah pengorbanan tetapi mengambil hak istimewa menjadi air pembasuh kaki buat orang-orang lain di sekeliling kita

Pengorbanan = apa yang kita berikan pada Allah - kalau kita bilang ‘berkorban demi...’ - maka lama-lama kita akan frustasi.

Hak istimewa = apa yang Allah berikan untuk kita lakukan di dalam pelayanan kasih-Nya dengan sangkali diri dan pikul salib lalu mengikuti-ya.

3. C – ompassion (belas kasihan).
4. C – harity (kemurahan hati).
5. C – ross (salib).

Marilah kita belajar dari peristiwa mujizat perkawinan di Kana untuk dapat bertumbuh secara benar di dalam Tuhan.

... kehabisan anggur. ... tempayan untuk pembasuhan ... Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang (Yoh 2:1-11).

Masalah utama dalam perkawinan adalah kehabisan anggur (sebagai pelambang kehidupan dalam perkawinan); rasanya sudah seperti saudara, tidak ada luapan cinta kasih/hambar/pahit, seperti hidup di neraka - ada kesalahan dalam perkawinan.

Kenapa anggur yang dibuat Yesus justru berasal dari tempayan pembasuhan kaki? Air pembasuhan kaki biasanya tempatnya di tempayan, letaknya selalu di bawah dan fungsinya membersihkan debu-debu/kotoran kaki orang lain. 

Masa pacaran dan bulan madu (anggurnya masih manis - biasanya terjadi penipuan besar-besaran); manis-manisnya dulu, lama kelamaan kelihatan aslinya (kecut).

Bagaimana caranya agar kita mampu menghadirkan anggur cinta kasih mulai dari bulan madu sampai ajal menjemput kita? Atau bagaimana caranya agar kita dapat menjadi air pembasuhan kaki bagi orang lain?

Kita harus mengerti jati diri kita/kita dipanggil sebagai apa dan mengizinkan Tuhan yang memegang kemudi kehidupan kita. Karena tak ada satu manusiapun yang sanggup menjadi air pembasuhan kaki bagi orang lain, kecuali Allah yang memberikan kemampuan itu (karena karakter/ego kita luar biasa).

Kalau kita mau menjadi pemenang (pelaku firman) dalam kehidupan ini, kita harus berjalan bersama Tuhan; pikiran kita tahu, tetapi kita mau melakukan meskipun tidak melihat perubahannya, karena kemuliaan ada di balik salib.

Menjadi air pembasuh kaki merupakan hak istimewa (karunia luar biasa) yang ditawarkan oleh Allah. Misalnya: Bunda Maria – mempunyai hak istimewa mengandung Putera Allah. 

Ketika dia mau menerima hak istimewa itu maka dia masuk di dalam proses yang Allah lakukan dalam hidupnya, sehingga hidupnya dimuliakan Allah.

Kalau kita tidak mau menerima hak istimewa yang ditawarkan Allah, maka kita akan menjadi seperti ‘bonsai’ - tidak bertumbuh secara baik menjadi pelaku firman meskipun sudah lama mengikuti kegiatan rohani.

Yesus katakan: “Aku mau hadir dalam kehidupanmu, tetapi tidak bisa hadir secara fisik karena Aku sudah di sorga. Maukah engkau menjadi wakil-Ku/bejana-bejana kehidupan yang bisa Aku pakai untuk menjadi air pembasuh kaki?”

Kalau kita rindu hidup kita dipulihkan/menjadi anggur yang baik/manis, bersedialah kita dipakai oleh Allah menjadi air pembasuhan kaki yang terkadang tidak dihargai/tidak diperhitungkan orang? 

Ketika kita bersedia membersihkan orang lain, kitapun dibersihkan dari berbuat sesuatu yang tidak benar (bong-ki-bul-gel-i-ma-ma) - Tuhan mengubah kita menjadi anggur yang manis, itulah hebatnya hukum Allah.

Kalau Yesus mau mati di kayu salib melakukan itu untuk kita, maukah kita dipakai Allah untuk menjadi air pembasuh kaki agar orang lain juga diselamatkan?

(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 26 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).

Pohon Kurma

Pada waktu biji kurma ditanam (di padang gurun - angin kencang sekali), di atasnya harus ditutup dengan batu yang kuat. Dengan demikian ia tidak dapat bertumbuh ke atas, tetapi berakar kuat ke dalam; sampai suatu saat berhasil mendobrak batu tersebut dan bertumbuh ke atas.

Jika ada tekanan/dalam penderitaan, seharusnya membuat akar kehidupan kita semakin kuat di dalam Tuhan (membuat manusia roh kita semakin dewasa). Tetapi orang lebih senang dalam zona kenyamanan – itulah pekerjaan daging.

(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 26 April 2007,  Dra Yovita Baskoro, MM).



Resep Kehidupan

Kalau orang bicara lewat:

- Pikiran – orang hanya menangkap informasi (misalnya: dosen).

- Hati – hati orang lain diberkati (misalnya: merasa orang yang berbicara baik hatinya).

- Hidupnya – hidup orang lain diubahkan. Resep ini baru dapat dibagikan untuk orang lain, jika firman Tuhan sudah dipraktekkan dalam hidupnya. Harus mau masuk proses kematian daging sehingga mempunyai iman secara radikal.

(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 19 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).

Mati Secara Daging

Bagaimana reaksi kita (hati bukan wajah) dalam memandang setiap peristiwa/menerima masalah yang tidak menyenangkan? Misalnya: ketika dihina orang/orang lupa menyapa kita/hati kita dilukai - difitnah yang tidak kita lakukan dan merusak nama baik kita/sudah capai-capai kerja dalam rumah tapi tak boleh penghargaan.

Semua peristiwa yang kita alami dalam kehidupan ini dipakai Tuhan sebagai sarana untuk membuat kita mampu mematikan kedagingan kita.

Kalau daging kita habis dan tinggal tengkoraknya saja, maka reaksi hati dan wajah kita tak akan pernah berubah, walaupun kita mengalami tekanan/susah, orang lain tidak tahu (karena tahu segala sesuatu Allah yang atur). Tengkorak modelnya tetap – tidak bereaksi ketika diejek/dihina dipuji/ditendang.

Orang yang sudah mati dagingnya, maka syaraf-syaraf kesedihan/sakit hati/kepahitan/yang membuat hidupnya tidak nyaman sudah putus. Memang dia bisa sedih/marah/membalas tapi dia tidak mau melakukannya (itulah penyangkalan diri - syarat mengikuti Yesus).

Tanpa kematian daging yang kita lewati tidak mungkin menerima kemuliaan/pengurapan-pengurapan dari Tuhan. 

Keinginan daging adalah perseteruan dengan Allah, karena ia tidak takluk dengan Allah (Rm 8:7). Barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa (1 Ptr 4:1-2).

(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 19 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).






Jumat, 30 Oktober 2015

20.53 -

Kuasa Kebangkitan



Lewat peristiwa Paskah, Yesus ingin berbicara:

Tidak akan pernah ada kemuliaan yang Allah janjikan - sebelum kita berani melewati kehinaan.


Tidak akan pernah ada peninggian - sebelum kita berani dibawa turun ke dasar jurang yang paling dalam. Kalau mau jadi yang terbesar ‘milikilah hati seorang hamba (jadilah pelayan – harus berjuang). 



Tidak akan pernah ada kehidupan - sebelum kita berani melewati kematian daging (berani mengalami direndahkan sampai dasar yang paling bawah sampai habis semua kedagingan/ambisi kita).


Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh usaha manusia sendiri, karena semua ini hanya anugerah Allah semata-mata.


Peristiwa Paskah seharusnya memberikan makna kehidupan baru di dalam hidup setiap anak-anak Tuhan dan membawa kuasa kebangkitan di dalam hidupnya; pergumulan masih tetap ada, tetapi ada suka cita di dalam menjalani kehidupannya.

Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera... meskipun di padang gurun (Yes 32:16-17).

Kalau kita mau dipakai Tuhan secara luar biasa (mempunyai kuasa kebangkitan), janganlah kuatir akan kehidupanmu karena sorga akan memback up seluruh kehidupan kita, asal kita ‘mau radikal dalam mengikuti Yesus’. Karena Tuhanlah yang semata-mata mengangkat dan meninggikan kita, bukan karena kita banyak talenta/kepandaian/sistem/promosi. Misalnya: Fery - anak seorang tukang becak dapat menjadi juara pada AFI I.

Semua yang ingin kita terima harus melewati kematian. Jadi jangan izinkan tekanan/kesuksesan menghancurkan janji Tuhan di dalam hidup kita. Ingatlah Yesus mati hanya tiga hari dan membawa akibat yang luar biasa, artinya: penderitaan/pergumulan/masalah ekonomi itu hanya sementara saja.

(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 19 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).

Bunga dalam Piramid

Ada seorang ilmuwan peneliti tumbuh-tumbuhan di Inggris bernama Lord Linsi, suatu saat diizinkan oleh penguasa pemerintah Mesir untuk masuk ke dalam piramid yang berumur 3000 tahun dan membuka mumi. Mumi tersebut memegang setangkai bunga yang sudah kering tetapi tetap utuh meskipun warnanya sudah luntur. Linsi minta izin untuk mengambil biji-biji bunga tersebut. Dan dia mendapat izin dengan syarat ‘bunganya tidak rusak’. Diambilnya biji-biji itu dengan pinset dan di simpannya di sapu tangan.

Setiba di Inggris, dia semaikan biji-biji itu dengan baik; satu hari sampai tiga minggu biji-biji itu dilihatnya tidak ada pertumbuhan. Meskipun kelihatannya tidak tumbuh, dia tetap pelihara dengan baik.  Pikirnya ‘biji-biji itu tidak dapat lagi bertumbuh karena sudah dibalsem’. Sebulan kemudian ternyata bertumbuh ... berbunga.

Karena sudah 3000 tahun, di dalam di ensklopedia tidak ada nama spesies bunga tersebut pada waktu itu. Linsi ingin memberi nama bunga itu dengan namanya, tapi dirasanya kurang bagus. Lalu dia teringat dengan nama ‘Dal’ , nama seorang ahli botani yang dikaguminya.

Jika biji Dahlia itu tetap di dalam piramid, bisakah berbunga dan menghasilkan biji yang banyak?


Jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah (Yoh 12:24).

(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Renungan KPI TL Tgl 19 April 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).


20.43 -

Kenaikan Yesus ke Sorga

Kalau kita bicara tentang hari-hari raya besar Kristen, maka kenaikan Kristus ke sorga tidak sepopuler Hari Raya Natal. Padahal kenaikan Kristus ke sorga merupakan inti dasar iman kita - jika Ia tidak naik ke sorga maka orang percaya tidak memiliki kepastian, karena Kristus hanya sekedar janji dan tidak pernah menggenapi janji-Nya.

Kristus adalah Allah, bukan hanya seorang nabi. Nabi melakukan kegiatan-kegiatan panggilannya tetapi kemudian ia mengakhirinya dengan kematian (karena yang berasal dari debu/tanah akan kembali kepada debu/tanah; dan apa yang berasal dari sorga akan kembali ke sorga). Dia memang mati lalu bangkit dari kematian (naik ke sorga).

Kristus itu Juru Selamat. Dia naik ke sorga untuk menjadi Pembela buat kita dan Dia membuktikan bahwa Dia adalah Allah di atas segala allah, Tuhan di atas segala tuhan (menjadi Juru Syafaat buat kita). 

Kristus naik ke sorga untuk menyediakan tempat bagi kita – kita punya kepastian bahwa kekristenan bukan sekedar agama, tetapi merupakan jalan untuk seseorang masuk, melihat, dan mengalami sorga, rumah Bapa yang kekal – kita punya hubungan yang akrab dengan Bapa (kalau berdoa diajarkan untuk memanggil Tuhan sebagai Bapa).

Jika Ia tidak naik ke sorga, maka Alkitab hanya buku biasa (hanya mengajarkan cara untuk berbuat baik saja). Padahal firman Allah penuh kuasa - lewat setiap firman, hidup kita diubahkan.

Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu (Mat 24:35)

(Sumber: Warta KPI TL No. 37/V/2007; Kenaikan Yesus ke Sorga, Jamahan edisi XI/Mei 2007).







Matematika Tuhan

Pada waktu di gereja SMTB tanggal 15 Oktober 2006, aku mendengarkan kotbah yang berisi: “Seandainya kamu punya satu roti, ada tiga temanmu yang juga ingin makan ‘karena kelaparan, ingin tahu rasanya, setengah lapar’ , bagaimana cara membaginya?” satu dibagi empat bukan mesti seperempat.

Roh Kudus memberikan hikmat, bahwa aku tak perlu belajar ilmu matematika yang tinggi seperti logaritma, substitusi dan statistik tapi cukup 4 materi matematika yang sederhana yaitu:

1. Tambah (+) – untuk menambah keteguhan hati dan iman kepercayaaanku.

2. Kurang (-) – untuk mengurangi kekuranganku.

3. Kali (x) – untuk mengalihkan sukacita di dunia.

4. Bagi (:) – untuk membagikan kasihku.

(Sumber; Warta No. 36/IV/2007).

19.46 -

Belajar penderitaan dan sukacita yang sempurna



Pada suatu musim dingin Fransiskus Asisi berjalan kembali ke biara Santa Malaikat bersama Bruder Leo dan ia bertanya kepadanya: “Bruder, coba katakan sukacita apa yang paling indah bagi kita saat tiba di biara nanti!”

Jawab Bruder Leo: “Ya... penjaga pintu menyambut kita dan mengajak kita duduk dekat perapian untuk memanaskan diri.”

Fransiskus kecewa dengan jawaban itu: “Bukan jawaban itu yang saya inginkan, coba cari jawaban yang lain!”

Jawab Bruder Leo: “Ya... saat yang paling indah Bruder menghidangkan sop hangat bagi kita.” Tetapi Fransiskus belum puas dengan jawaban itu.

“Demi Tuhan, Francis, katakan sukacita apa yang sempurna itu?” Jawab Franciskus: “Sukacita yang sempurna adalah apabila kita tiba di biara dalam keadaan basah kuyub, beku, kedinginan, berlumuran lumpur serta kelaparan, lalu pada saat kita menekan bel pintu penjaga membuka jendela kecil sambil berkata: ‘Siapakah kalian?’ 

Lalu kami menjawab: ‘Kami saudara-saudaramu’, lalu Bruder berkata: ‘Kalian pembohong/penipu yang selalu menyesatkan orang, pergilah jauh-jauh!’ Dan dia membiarkan kita berdiri di tengah-tengah hujan salju yang dingin dan kelaparan hingga malam tiba. 

Sukacitanya adalah kita dapat menahan semua penderitaan dan perlakuan kasar itu dengan sabar tanpa mengomeli penjaga itu dan Tuhan memakai orang itu untuk menguji kita, itu baru sukacita yang sempurna.”

Kemudian Fransiskus melanjutkan lagi: “Lalu kita mengulangi lagi mengetuk pintu. Penjaganya datang dan marah-marah sambil memukuli kita dengan tongkat sehingga tubuh kita penuh luka-luka serta melemparkan kita ke lumpur salju sambil berkata: ‘Pergi sana ke penampungan orang-orang miskin!’

Bila kita dapat bertahan terhadap semua tekanan Iblis dengan penuh sukacita dan kesabaran sambil mengingat bahwa Yesus sendiri juga pernah menderita seperti itu. Itulah sukacita yang sempurna. 

Bruder Leo saudaraku, kemampuan untuk menderita cemohan/penghinaan/kekerasan demi kasih kita kepada Yesus adalah karunia yang luarbiasa yang melampaui semua karunia Roh Kudus yang diberikan kepada teman-teman.”

(Sumber: Warta No. 36/IV/2007; Renungan KPI TL Tgl 1 Maret 2007,  Dra Yovita Baskoro, MM).

19.37 -

Belajar dengan Hati



Dalam dunia pekerjaan harus mempunyai 2 skills:

1. Hard skills – ilmu pengetahuan dan teknologi.


2. Soft skills – inisiatif, etika/integritas, berpikir kritis, kemauan belajar, komitmen, motivasi, bersemangat, dapat diandalkan, komunikasi lisan, kreatif, kemampuan analisis, dapat mengatasi stres, manajemen diri, menyelesaikan persoalan, dapat meringkas, berkooperasi, fleksibel, kerja dalam tim, mandiri, mendengarkan, tangguh, beragumen logis, manajemen waktu.

Di dalam firman Tuhan juga seperti itu. Tuhan akan mendidik pertama kali adalah hati kita, bukan intelektual. Masing-masing orang dididik berdasarkan kedekatannya dengan Tuhan. Kalau hati kita sudah benar, Tuhan mau menjadikan pandai dalam satu malam bisa (tidak ada yang mustahil bagi Allah).

Allah bergerak dalam suatu lingkaran

Ada saatnya Allah memanifestasikan dirinya untuk memulihkan dan menyembuhkan (menyegarkan roh kita) dengan urapan/jamahan/hadirat-Nya secara luar biasa (penghiburan, bukan didikan).

Kadangkala Allah sepertinya menyembunyikan diri/seolah-olah Tuhan hilang dari hidup kita (doa kering/tidak ada jawaban, yang ada hanya penderitaan/pergumulan/kesulitan/tekanan). Waktu itulah sebenarnya Tuhan sedang membangun batin kita - merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan kita.

Tuhan ingin memberikan apa saja dalam kehidupan ini, tetapi tidak semua anak-anak Tuhan siap menerima itu (tahan menerima berkat) - materi hanya murni tambahan dalam hidup kita. 

Banyak orang jatuh gara-gara uang karena gengsi/harga diri/mau menang sendiri, sehingga berkat itu tidak membawanya masuk sorga tetapi ke neraka.

Dengarkanlah, hai anak-anak ... aku memberikan ilmu yang baik kepadamu ... biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku,  maka engkau akan hidup (Ams 4:1-4).

Apabila hati kita terdidik dengan baik dan memeliharanya sewaktu masih muda (sejak mengalami kelahiran baru/ketika masih anak-anak), maka hidup kita akan menjadi berbeda (akan menjadi orang yang bijaksana di hadapan Tuhan dan dipercaya - karena Tuhan tahu kita tidak mungkin tergelincir dan salah melakukannya).

Kalau kita tidak pernah mendidik hati kita dengan benar meskipun hafal Kitab Suci (khatam) - akan membahayakan jiwa kita. Bukan kerendahan hati tetapi yang ada hanya kesombongan (merasa sudah kuat/punya segala-galanya). Misalnya: ketika kita di zona kenyamanan/puncak keberhasilan dan ada orang yang merendahkan kita - langsung dipecat dengan mengatakan ‘saya bisa cari orang 10 seperti kamu dengan uang yang ada pada saya’ –– jangan lupa bahwa orang itu dipakai Tuhan untuk mendidik hati kita sedemikian rupa.

... simpanlah itu di lubuk hatimu jagalah hatimu ... karena disitulah terpancar kehidupan. Kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian (Ams 4:20-23; Ul 30:19).

Ketika hati kita terluka, Tuhan melihat reaksi/sikap hati kita.

Sikap hati yang baik (teladan Yesus): “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk23:34). 

Doa orang jujur dikenan-Nya ... sebab aku menanti-nantikan Engkau (Ams 15:8; Mzm 25:21).

Dari mana datangnya kejujuran dan ketulusan? Orang yang menanti-nantikan Tuhan dalam hidupnya, dia akan belajar untuk memiliki ketulusan hati (tidak diikuti dengan emosi dan ambisi manusiawinya), maka Tuhan akan memperbaiki motivasi dan hatinya.

Misalnya: Bunda Maria – orang yang menjaga kemurnian dan ketulusan hatinya sehingga suaranya terdengar di sorga keras luar biasa.

Apabila hati kita menyimpang dari kebenaran firman Tuhan, maka suara kita akan terhambat/tidak akan terdengar di sorga karena ketidak murnian hati ini.

Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! ... hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka (kemiskinan/penyakit)  Aku tundukkan! Belajar menjadi taat dari yang telah diderita-Nya (Mzm 81:14-15; Ibr 5:8)

Orang kristen yang alergi dengan penderitaan tidak akan pernah belajar menjadi taat. Kalau kita mengizinkan Allah membawa kita mengalami banyak pergumulan dan memanfaatkan penderitaan, maka hal itu akan membangun sesuatu yang kokoh dan solid dalam hidup kita (memiliki kedewasaan rohani). 

Penderitaan adalah guru yang terbaik untuk menjadi taat kepada Tuhan dan kelak akan keluar sebagai pemenang - menjadikan anak-anak-Nya yang militan terhadap Yesus.

(Sumber: Warta No. 36/IV/2007; Renungan KPI TL Tgl 1 Maret 2007, Dra Yovita Baskoro, MM)

19.26 -

Apakah Jantung Secara Fisik Benar-benar Berpikir dan Merasa?

Paul Pearsall seorang penulis dan ilmuwan menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi ketika ia sedang berbicara tentang peran utama dari jantung (heart), baik secara fisik dan rohani.


Seorang gadis kecil berusia delapan tahun yang menerima donor jantung dari seorang gadis berusia sepuluh tahun, korban pembunuhan. Begitu menerima donor jantung dia mulai berteriak di malam hari (bermimpi tentang pria yang telah membunuh pendonornya).


Setelah beberapa kali pertemuan dengan dokternya, dan dokter itu tidak dapat menyangkali kenyataan tersebut.

Akhirnya ibunya dan dokternya memutuskan menelpon polisi dan dengan memakai keterangan-keterangan dari gadis kecil itu. Mereka menemukan pembunuh itu. 

Pria itu dengan mudah dinyatakan bersalah melalui keterangan yang sepenuhnya akurat (waktu, senjata, tempat, pakaian yang ia kenakan, perkataan gadis kecil yang ia bunuh), yang diberikan oleh penerima tranplantasi jantung.

Tubuh kita adalah realitas hidup dari diri kita secara menyeluruh dan segala pengalaman yang telah terjadi, bukan hanya ada di otak saja. Hati dapat berpikir.

(Sumber: Warta No. 36/IV/2007).

Pelajaran dari Keledai

Ada seorang petani yang mempunyai seekor keledai. Bertahun-tahun sudah keledai itu mengabdi pada tuannya dan karena usia yang semakin tua, akhirnya tenaganya mulai berkurang.

Siang hari itu sang keledai mencari makan di sekitar sumur tua sehingga tanpa sadar kakinya terperosok ke dalam sumur.

Ketika mengetahui apa yang terjadi dengan keledainya, si petani berpikir bahwa keledai itu sudah tidak begitu kuat lagi untuk bekerja dan tidak lagi menguntungkan lagi baginya.

Karena alasan itulah tuannya bermaksud menguburnya saja hidup-hidup di dalam sumur tua itu. Daripada bersusah-susah mengangkatnya, lebih baik ia memanggil keluarga dan tetangga-tetangganya untuk beramai-ramai menimbuni keledai tersebut.

Mulailah mereka menimbuni keledai itu. Mereka menjatuhkan bongkahan-bongkahan tanah ke dalam sumur agar keledai tersebut mati tertimbun.

Tetapi setiap kali tanah-tanah itu jatuh ke atas punggung keledai itu, ia menggoyang-goyangkan badan dan kepalanya sehingga tanah-tanah tersebut jatuh ke bawah. Tanah-tanah yang jatuh tersebut justru dijadikan pijakan

Semakin banyak tanah yang dijatuhkan, semakin tinggilah pijakan keledai itu. Ia tidak membiarkan tanah dan kotoran-kotoran yang lain menimbuninya hingga ia mati tetapi ia berusaha menjatuhkan semua tanah dan kotoran dari punggungnya kemudian ia berpijak di atas tanah itu. 

Makin lama ia makin tinggi, hingga pada akhirnya ia bisa melompat ke luar dari sumur maut itu dengan penuh kemenangan.

Selama hidup di dunia ini kita pun tidak akan pernah luput dari bongkahan-bongkahan masalah dan pencobaan yang menimpa kita – menggoyangkan iman kita kepada Yesus hingga akhirnya rohani kita tertimbun dan mati.

Ketika kita membiarkan tertimbun masalah, saat itulah kita dengan mudah dilumpuhkan dan terkubur – sangat mudah memberi respon yang salah sehingga membuahkan perbuatan dosa yang lain.

Janganlah pernah menyerah/putus asa, jika akan ke luar sebagai seorang pemenang yang tangguh di dalam iman jika kita tetap tegar dan berusaha mengatasi masalah dengan kekuatan Tuhan.

(Sumber: No. 35/III/2007; Pelajaran dari Keledai, Mansor Juni 2002).

Puah Pue

Sistem Puah Pue sesungguhnya lebih mirip dengan membuang undi dengan menggunakan uang logam. Biasanya setelah kedua batu/kayu Pue yang berbentuk jantung itu dilempar sebanyak tiga kali, akan diperoleh hasil/jawaban apakah sesuatu itu diizinkan untuk dilakukan.


Bila ditelusuri lebih lanjut, sesungguhnya praktik melemparkan Pue untuk mencari tahu kehendak ilahi, terjadi pada zaman Perjanjian Lama, para imam besar seperti Harun, Eleazar, Samuel, Saul dll. Dalam Alkitab, kedua batu/kayu itu disebut Urim dan Tumim (Kel 28:30; Bil 27:21; 1 Sam 14:41; 1 Sam 28:6).


Urim dan Tumim sesungguhnya merupakan gambaran/bayangan dari Roh Kudus yang akan datang – setelah Yesus – yang akan diam di dalam diri orang percaya. Ia akan mengajari cara hidup yang sesuai dengan kehendak Allah.

Dalam Perjanjian Baru, sebagai umat tebusan Tuhan Yesus, kita tidak lagi membutuhkan kedua batu Tumin dan Urim, karena setiap orang percaya yang sudah ‘dibaptismemiliki pengurapan Roh Kudus yang mampu memberi tahu dan mengajar tentang kehendak Tuhan dalam mengambil suatu keputusan (1 Yoh 2:27; Yoh 14:26).

Firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman. Orang-orang mati dihakimi menurut perbuatannya. Mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan pendurhakaan = dosa bertenung kedegilan = menyembah berhala dan terafim (Yoh 12:48; Why 20:11-12; 1 Sam 15:22-23).

Terafim = patung berhala, khusus dewa keluarga (Kej 31:19). Dilarang di Israel (1 Sam 15:23; Hos 3:4) 

(Sumber: Warta No. 35/III/2007).

19.02 -

Dosa di Mata Tuhan

Sering kali manusia berpikir sudah hidup di dalam Tuhan/merasa rohaninya sudah mantap/stabil, tiba-tiba di tengah kemantapannya ada sedikit masalah mulai kecewa (hati dan mulut mulai mengeluarkan komentar-komentar yang kejam waktu dosa mengikat kehidupan kita); akhirnya mulai malas berdoa/membaca Kitab Suci/pelayanan/berkomunitas dengan seribu satu macam alasan (tanyalah di dalam hati apa akarnya yang menyebabkannya). Berhati-hatilah karena orientasinya Allah bukan manusia. 

Berbahagialah orang yang tidak kecewa dan menolak Aku (Mat 11:6).

Kejatuhan manusia dihadapan Allah yang pertama kali ketika rohani kita redup/mati - tidak ada rasa takut akan Tuhan (tidak dapat dilihat oleh mata jasmani). Kejatuhan dimulai dari rohani – hati – jasmani.

Kenapa orang Kristen/hamba Tuhan yang penuh urapan juga dapat jatuh ke dalam dosa? Bukan karena manusia biasa/manusiawi tetapi api di dalam hatinya mulai redup, rohnya mulai menjauh dari Allah; meskipun tubuhnya masih bisa berkotbah/bernyanyi dengan baik/duduk-duduk tenang di Gereja.

Pengurapan Allah akan menghasilkan cinta di dalam hati manusia. Ketika pengurapan itu masih berkobar di hati dan hati kita berpaut pada Tuhan, maka kita akan melakukan yang Tuhan minta.

Perzinahan di mata Allah adalah ketika kita mulai berpaling dari Tuhan/ketika kita mulai tertarik dengan yang semua dunia tawarkan/terlalu melekat dengan mamon di dalam kehidupan ini – perzinahan secara roh, karena Allah hanya bergaul dengan roh manusia, bukan dengan fisik manusia (Mzm 73:27).

Perzinahan ada 3 jenis:

1. Perzinahan di dalam roh – orang yang berpaling dari Allah, secara roh sudah jatuh. Misalnya: bertanya pada peramal (Im 19:31).

2. Berzinah di dalam jiwa – setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya (Mat 5:28).

3. Perzinahan jasmani.

Kejatuhan dalam konteks kaca mata Allah:

- ... sebab pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati (Kej 2:15-17) – bukan mati secara jasmani tapi rohaninya (rohnya terpisah dari Allah).

- Generasi yang jahat dan pezinah (Mat 12:38-39 versi James King); tetapi Yesus mengecamnya (Mat 23:1-36). Ahli Taurat dan orang-orang Farisi menjadi pelaku firman secara jasmani/kewajiban/ritual - dalam hati mereka yang ada hanya kewajiban agar tidak berdosa/Tuhan memberkati, tapi hati mereka jauh dari Allah (ketika beribadah tidak ada api cinta/getaran akan kasih Tuhan).

- Saul hanya diurapi sebagai raja karena kebutuhan bangsa Israel.

1. Saul menunggu tujuh hari lamanya ... tetapi Samuel tidak datang, mulailah rakyat itu berserak-serak meninggalkan dia... lalu ia mempersembahkan korban bakaran (1Sam 13:8-12) – untuk menguji ketahanan. Karena takut melihat musuh, Saul melihat rakyat sebagai barometernya dari pada Samuel abdi Allah.

2. ... kalahkan orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya ... bunuhlah semuanya ... Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agang (raja orang Amalek) dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun 1 Sam 15:1-26) – maksudnya baik, tetapi melangkahi titah Tuhan dan abdi-Nya.

3. Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para pemanggil arwah dan roh peramal ... bertanya pada Tuhan, tetapi Tuhan tidak menjawab baik melalui mimpi/Urim/perantaraan nabi ...Tuhan telah undur padanya dan telah menjadi musuhnya karena tidak mendengarkan suara Tuhan dan tidak melaksanakan murka-Nya (1 Sam 28:3-18) – ternyata masih ada seorang perempuan yang sanggup memanggil arwah yang belum disingkirkan, lalu Saul bertanya padanya.

- Daud diurapi sebagai raja (panglima tertinggi) seharusnya habitatnya di medan perang; tetapi ia ada di zona kenyamanan, merasa puas/bangga dengan yang sudah dialaminya dan api cintanya mulai redup maka ia tidak melakukan itu, sehingga melakukan dosa besar dua kali.. 

1. ... berjalan-jalan di atas sotoh istana ... tampaklah seorang perempuan yang sangat elok rupanya sedang mandi. Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia, lalu Daud tidur dengan dia, mengandunglah perempuan itu. Uria suami perempuan itu (Batsyeba) adalah hamba yang setia dibunuh dengan cara menempatkannya di barisan depan dalam pertempuran hebat (dari kaca mata manusia tidak kelihatan) – 2 Sam 11

2. Daud tahu dan mengerti ketika berperang melawan anaknya sendiri, ia akan memenangkan pertempuran itu. Padahal Absalom, anaknya membalas kebaikan hati bapanya dengan makar untuk menggulingkannya (2 Sam 15:1-15).

(Sumber: Warta KPI TL No. 35/III/2007; Renungan KPI TL Tgl 15 Februari 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).

Jadilah Tentara Allah yang militan

Seringkali ketika kita berada di zona kenyamanan (puncak sebuah karier/keharmonisan keluarga), tiba-tiba tersentak dengan suatu peristiwa

Itu bukan karena Tuhan tidak sayang pada kita, tetapi Tuhan mengizinkan hal itu terjadi agar kita memiliki kerendahan hati.

Jika saat ini kita mengalami masalah ekonomi, rumah tangga, pekerjaan dll., janganlah menyerah! Kembalilah ke habitat kita masing-masing menjadi tentara-tentara Kerajaan Sorga yang militan sehingga menjadi dewasa di dalam Tuhan. 



Kalau kita tidak menyadari hal ini, maka kita akan dipermainkan oleh kehidupan ini. Jadi kita harus tahu panggilan Tuhan di dalam kehidupan kita - harus hidup di dalam habitatnya. 


Misalnya: ikan sakit, diambil dari air dan ditaruh di bawah selimut biar hangat, akhirnya ikan itu mati – karena bukan habitatnya.

Tuhan menciptakan kita supaya kita kuat di dalam Dia bukan untuk menjadi orang yang lemah. 

Kalau Tuhan melihat kita belum cukup kuat, Tuhan akan meluputkan, kalau kita sudah kuat, Tuhan mengajak kita berperang

Jangan kuatir, kita pasti keluar sebagai pemenang. Untuk menang harus berperang (bukan jihat/berstrategi) melawan kuasa-kuasa kegelapan/strategi iblis.

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia, Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya (1 Kor 10:13).

Habitat kita setiap hari berperang melawan ‘yang menguasai’ darah dan daging. Jadi musuh kita bukan suami/istri/anak/teman dll., tapi musuh kita adalah siapa yang menguasai mereka itu – seharusnya kita mengasihi mereka tetapi tidak mengasihi yang menjadi penguasa mereka.

Perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan ... Seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat (Ef 6:12; 1 Yoh 5:19).

Ketika kita terluka di dalam rumah, jangan pergi ke tempat lain; kembalilah ke rumah sehingga dapat memenangkan jiwa suami dan anak-anak

Jika kita mengerti hal ini, kita tidak akan mencari kambing hitam; kita akan diberi kekuatan sehingga kita dapat membasuh luka orang lain, karena Tuhan menyertai kita.

Orang Kristen yang tidak tahu panggilannya akan masuk di dalam kamar/mengurung dirinya dan tidak pergi kemana-mana, sibuk dan sibuk meratapi nasibnya. 

Ketika kita tidak hidup di habitat kita, maka kita bisa jatuh di dalam dosa yang besar. Jadi kita harus tahu Tuhan memanggil kita sebagai apa, sehingga kita bisa berfungsi dengan baik dan tidak cengeng.

Marilah kita belajar dari Simson, orang-orang kidal bani Benyamin, Paulus dan Daud.

Sejak dari kandungan ibunya, Simson akan menjadi ‘seorang nazir Allah’ dan akan menjadi penyelamat orang Israel (Hak 13:5). Tetapi ia hidup di habitat yang salahakhirnya hidup menjadi orang yang kalah dan mati di dalam kenikmatannya (Hak 13-16).

Nazir Allah = orang yang membaktikan diri untuk pelayanan kepada Tuhan, kadang-kadang untuk sementara waktu, kadang-kadang untuk seumur hidup.

... dari segala laskar ini ada tujuh ratus orang yang kidal, dan setiap orang dari mereka dapat mengumban dengan tidak meleset (Hak 20:14-16) - bukan kidal dari lahir; tangan kanannya hancur ketika maju di medan perang. Tetapi mereka tahu di mana habitatnya berada. Mereka mengambil rambut kuda dan diikatkan pada sebuah batu, ujung surai itu mereka ikat pada sebuah pohon. Mereka melatih tangan kirinya terus-menerus sedemikian rupa sehingga dapat mengumban batu itu tepat pada sasarannya.

Ketika di Antiokhia, Paulus dan Barnabas ditolak (dihasut, dianiayai dan diusir) - mereka tidak tawar hati (Kis 13:50).

Kemudian pelayanan mereka pindah ke Ikonium. Sejumlah besar orang Yahudi dan orang Yunani percaya kepada Tuhan. Dan Tuhan menguatkan berita tentang kasih karunia-Nya dengan mengaruniakan kepada Paulus dan Barnabas kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat.

Tetapi orang-orang Yahudi, yang menolak pemberitaan mereka, memanaskan hati orang-orang yang tidak mengenal Allah dan membuat mereka gusar terhadap saudara-saudaranya yang sudah percaya.

Ketika mereka menyembuhkan seorang yang lumpuh di Listra, mereka dipuja-puja dianggap sebagai dewa Zeus dan Hermes. Karena gagal menyembah, mereka membujuk orang banyak itu memihak mereka, lalu melempari Paulus dengan batu dan menyeretnya ke luar kota, mereka menyangkanya telah mati (dalam keadaan luka parah).

Ketika murid-murid itu berdiri mengelilingi dia, bangkitlah ia lalu masuk ke dalam kota. Keesokan harinya berangkatlah (tanpa menunggu) - ada harga yang harus dibayar untuk jiwa-jiwa itu, karena Paulus tahu di mana habitatnya berada (Kis 13:50-14:28).

Daud yang diurapi sebagai raja (panglima perang) seharusnya tinggal di medan perang, tetapi dia tinggal di istananya, sehingga jatuh di dalam 2 dosa besar (2 Sam 11):

1. Perselingkuhan antara Daud dan Batsyeba membuahkan seorang anak. Hal yang dilakukan Daud itu jahat di mata Tuhan. Tuhan menulahi anak yang dilahirkan itu sehingga sakit dan mati. Meskipun Daud berpuasa dan berdoa, keputusan Tuhan itu sudah final - ia tidak marah/meratap tapi ‘bangun ... sujud menyembah Tuhan’ (2 Sam 12:18-23).

Daud menghampiri dan tidur dengan istrinya, Betsyeba sehingga melahirkan seorang anak ganti anak yang mati itu, yaitu raja Salomo yang penuh hikmat luar biasa. Sesudah urusan anaknya selesai ia mengatur negaranya dan terus berperang – masuk kembali ke habitatnya.

2. Absalom (putra ketiga Daud dari Maakha, putri Talmai, raja Gesur – 2 Sam 3:3) mengetahui adiknya (Tamar) diperkosa oleh Amnon; ia bertindak dan menyebabkan kematian Amnon. Raja Daud tidak senang. Karena itu ia lari ke Gesur (2 Sam 13:19-39). Setelah 3 tahun di pembuangan dan 2 tahun terkucil di istana, Daud menerima anaknya itu kembali dengan baik.

Tetapi Absalom membalas kebaikan hati bapanya dengan tipu muslihat untuk menggulingkan Daud (2 Sam 15:1-15). Daud tidak mau berperang, padahal habitatnya di medan perang - mengikuti nasehat dari salah satu pendukungnya: “Janganlah tuanku maju berperang... apa yang kupandang baik kuperbuat;” (2 Sam 18:3-4) - Daud tahu dan mengerti ketika melawan anaknya sendiri, ia akan memenangkan pertempuran itu.

Seluruh tentara mendengar ketika Daud memberi perintah: “Perlakukan Absolom dengan lunak karena aku.” Tetapi Yoab membunuh Absolom karena mempunyai dendam.

Seharusnya tentara-tentara itu masuk ke dalam kota dengan sorak sorai. Tetapi apa yang terjadi? Kemenangan menjadi perkabungan bagi seluruh tentara, sebab raja sedih dan berkabung karena anaknya.

Yoab berkata: “Pada hari ini engkau mempermalukan semua hambamu, yang telah menyelamatkanmu ... dengan mencintai orang-orang yang membenci kepadamu ... menunjukkan bahwa panglima-panglima dan anak buah tidak berarti apa-apa bagimu ..., bangunlah, pergilah ke luar dan berbicaralah menenangkan hati orang-orangmu ... Lalu bangunlah raja ... 

Daud terjerumus ke dalam dosa tetapi ia bertobat sampai ke dasar hatinya - seorang yang berkenan di hati Tuhan (1 Sam 13:14).

Apa bedanya orang militan dan orang yang suam-suam kuku? Orang militanmemiliki api cinta yang luar biasadengan Tuhan. Apa pun yang menghantam kehidupannya tidak dapat mematikan api cinta akan Tuhan di dalam hidupnya.

Sedang orang yang suam-suam kuku membangun tempat yang nyaman untuk dirinya sendiri, ketika begitu banyak penderitaan lama-kelamaan akan tawar hatinya - karena tidak radikal di dalam Tuhan. 

Kalau kita harus berada di medan perang tetapi kita tidak bertempur di medan perang itu akan melumpuhkan roh dan jiwa kita

Marilah di dalam setiap kehidupan, kita kembali ke habitat masing-masing melakukan peperangan melawan tipu daya/muslihat Iblis di dalam nama Yesus. Jangan bunuh diri kita secara perlahan-lahan dengan hanya meratapi diri dengan semua kemalangan/penderitaan. Bangkitlah! Bersoraklah memuji Tuhan!

(Sumber: Warta KPI TL No. 35/III/2007; Renungan KPI TL Tgl 1 Februari 2007, Dra Yovita Baskoro, MM).

18.20 -

Kesejatian Hidup



Seringkali kita mau tahu arti hidup ini. Janganlah bertanya kepada pengalaman diri sendiri, tapi tanyalah pada Dia yang memberi hidup/yang menciptakan/yang menyediakan sarana.

Hidup sejati

1. Kita diciptakan dari debu tanah (Kej 2:7) – hidup itu bukan hanya sekedar sandiwara/kebetulan/perjuangan, tetapi pertama-tama hidup mengingatkan bahwa diri kita hanyalah debu (sangat terbatas) - meskipun cantik/kaya, tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan.



2. Diberi hidup oleh Allah (Kej 2:7) – meskipun berasal dari debu tanah tapi ada Roh Allah (kemuliaan Allah); kita dicintai Tuhan dan diangkat menjadi makhluk hidup. 



3.Diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26-28) – untuk memancarkan kemuliaan/wajah Allah pada dunia, entah itu cacat/lengkap/bagus/buruk (Yoh 9:3).


4. Untuk memancarkan karya dan kebaikan Allah kepada dunia – belas kasih, kemurahan, kerndahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran (Kej 1:29-31; Kol 3:12-17).

(Sumber: Warta KPI TL No. 35/III/2007; Renungan KPI TL Tgl 8 Februari 2007, Rm Kris Lodong, Pr.).

05.18 -

Pesta Berdasarkan Liturgi Gereja Katolik

Hari Raya Santa Perawan Maria, Bunda Allah - 1 Januari

Konsili Efesus tahun 431 dengan teguh mempertahankan ajaran yang benar, yaitu Maria adalah Bunda Allah (Theotokos), karena Yesus anaknya adalah sungguh-sungguh Allah. Hari Raya Santa Perawan Maria ditetapkan oleh Paus Pius XI pada hari ulang tahun ke 1500 Konsili Efesus tersebut. 

Merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah juga berarti bahwa kita mengakui Yesus sebagai ‘sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh Manusia’. Kemuliaan Maria sebagai Bunda Allah adalah cerminan kemuliaan Anaknya, yaitu Yesus dan Penebus umat manusia.

Maria menerima kabar dari Malaikat Gabriel – 25 Maret

‘Salam engkau yang penuh rahmat, Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita’. Demikianlah salam Malaikat Gabriel kepada Maria. Selanjutnya malaikat Allah itu berkata: ‘Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia, Yesus”.

Peristiwa Sabda menjadi daging berawal saat Maria menyatakan kesediaan dan persetujuannya kepada malaikat Gabriel, pembawa kabar gembira itu, dan semenjak itu pula Maria menjadi Bunda Allah.

Maria menyadari bahwa Tuhan memilih dia karena menganggap dia layak untuk menerima kabar gembira itu. Tetapi sebagai manusia, Maria masih tampak ragu-ragu akan makna kabar itu. Oleh karena itu, ia menanyakan lebih lanjut keterangan dari malaikat Allah itu: “Bagaimana hal ini mungkin terjadi…?” Dan ketika ia sudah merasa pasti akan makna kabar gembira malaikat itu, Maria berkata: “Aku ini hamba Tuhan; terjadilah padaku menurut perkataanMu.”

Santa Perawan Maria mengunjungi Elizabet – 31 Mei

Ketika malaikat Gabriel membawa kabar gembira kepada Maria, ia menyampaikan juga kepada Maria peristiwa ilahi perkandungan Elizabet. 

Malaikat Gabriel mengatakan bahwa Elizabet sedang mengandung seorang anak laki-laki pada usia tuanya. Bayi itu adalah Yohanes Pemandi, yang akan menjadi perintis jalan bagi Yesus, Juru Selamat yang dijanjikan Allah.

Maria segera bergegas ke pegunungan Yudea, ke kota Karem, tempat tinggal Elizabet dan Zakarias. Maria berangkat ke sana untuk melayani Elizabet. 

Sebagaimana kata Injil, pertemuan itu merupakan suatu kegembiraan baik bagi Elizabet maupun anak yang dikandungnya. Dari mulut Elizabet keluarlah kata-kata pujian ini: “Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?... Elizabet juga menyebut Maria sebagai Yang Berbahagia karena Maria percaya akan Sabda Tuhan yang disampaikan malaikat kepadanya. Maria tidak membantah kata-kata pujian Elizabet. Sebaliknya, dalam terang ilahi dilihatnya bahwa Tuhan mau menyelamatkan bangsa-bangsa melalui rahimnya yang kudus.

Oleh karena itu, Maria segera menjawab kata-kata pujian Elizabet dengan Magnifikatnya: ”Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya mulai sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia…” 

Kira-kira Maria tinggal tiga bulan lamanya di rumah Elizabet saudaranya dan menolongnya dalam urusan rumah tangga menyongsong kelahiran anak yang dikandung Elizabet. Setelah itu, Maria kembali ke Nasaret.

Santa Perawan Maria Diangkat ke Sorga – 15 Agustus

Kita diajak Gereja untuk merenungkan perbuatan besar yang dikerjakan Allah bagi Maria, Bunda Kristus dan Bunda seluruh umat beriman. 

Kita percaya bahwa Maria dipilih Allah sejak awal mula untuk menjadi Bunda Putera-Nya, Yesus Kristus. Untuk itu Allah menghindarkannya dari noda dosa asal dan mengangkatnya jauh di atas malaikat dan orang-orang kudus.

Gereja percaya bahwa Allah mengangkat Maria ke sorga dengan jiwa dan badan, karena peranannya yang luar biasa dalam karya penyelamatan dan penebusan Kristus. 

Kebenaran iman ini dimaklumkan sebagai dogma dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus oleh Sri Paus Pius XII (1939-1958) pada tanggal 1 November 1950.

Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria – 8 September

Mulanya pesta ini dirayakan di lingkungan Gereja Timur berdasarkan ilham dari tulisan-tulisan Apokrif pada abad ke 6; pada akhir abad ke 7, barulah pesta ini diterima dan dirayakan di dalam Gereja Barat Roma. 

Pesta ini sesungguhnya menunjukkan betapa Gereja mengasihi dan menghormati Maria sebagai wanita yang punya peranan besar di dalam karya keselamatan Allah.

Setelah kejatuhan manusia, Allah menjanjikan seorang Penebus bagi umat manusia. Penebus itu adalah Anak-Nya sendiri. 

Untuk maksud luhur itu Allah membutuhkan kerjasama manusia; Allah membutuhkan seorang perempuan untuk mengandungkan dan melahirkan Anak-Nya – setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan (Gal 4:4).

Maria telah ditentukan Allah sedari kekal untuk mengandung dan melahirkan Anak-Nya. Untuk itu ia suci sejak lahirnya dan diperkandungkan tanpa noda dosa asal.

Nama Tersuci Maria, Ibu Yesus – 12 September

Menurut Santo Bernadus, nama ‘Maria’ berkaitan dengan kata ‘Mare’ yang berarti ‘laut’. Nama ini kemudian diabadikan dengan menjuluki Maria sebagai ‘Stella Maris’ yang berarti Bintang Laut’ , sebagaimana dinyanyikan dalam hymne ‘Ave Bintang Laut, sungguh ibu Tuhan, dan tetap perawan, pintu gerbang sorga.’

Menurut pengalaman iman banyak orang saleh, orang yang mengalami berbagai kesusahan dan kegelisahan akan terhibur bila memandang bintang itu sambil menyebut nama Maria Bunda Yesus. Oleh karena itu nama manis ini dihormati umat di seantero dunia seperti yang sudah diramalkan Maria sendiri dalam Magnificatnya: ‘sesungguhnya mulai dari sekarang sekalian bangsa akan menyebut aku berbahagia’ (Luk 1:48).

Pesta Maria Dipersembahkan kepada Allah – 21 November

Maria diberkati oleh Tuhan sejak awal hidupnya. Ia menjadi kediaman Roh Kudus yang indah berseri karena hidup suci. 

Terdorong oleh Roh Kudus Maria mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Ia melaksanakan kehendak Bapa dengan sempurna, dan menjadi Bunda Yesus Kristus. Maria sungguh bahagia, sebab ia mendengarkan Sabda Allah.

Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa – 8 Desember

Sesungguhnya, dogma Santa Perawan Maria Dikandung tanpa Noda Dosa adalah refrensi dalam Injil mengenai Bunda Maria dan peranannya dalam misteri keselamatan mengisyaratkan keyakinan ini 

- Bunda Maria mengatakan kepada Juan Diego di Guadalupe tahun 1531 - Akulah Perawan Maria yang tak bercela, Bunda dari Allah yang benar, yang melalui-Nya segala sesuatu hidup…

- Bunda Maria mengatakan kepada St. Katarina Laboure (salah seorang suster Putri Kasih St. Vincentius a Paulo di Perancis) agar dibuat Medali Wasiat dan disebarkan ke seluruh dunia dengan tulisan – Maria yang dikandung tanpa noda dosa, doakanlah kami yang berlindung padamu (27 November 1830). Mereka yang memakainya akan menerima banyak rahmat jika memiliki kepercayaan.

- Paus Pius IX, Ineffabilis Deus 8 Desember 1854 - .… bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang Mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal.

- Bunda Maria menampakan diri kepada St. Bernadet di Lourdes tahun 1858 – Akulah yang dikandung Tanpa Noda Dosa.

Semua manusia lahir di dalam belenggu dosa asal yang diwariskan Adam dan Hawa. Oleh karena itu, semua manusia dinyatakan ‘berdosa’ sejak lahir. Oleh karena warisan dosa asal itu melekat erat pada kemanusiaan kita – lebih cenderung melakukan dosa/kejahatan daripada kebajikan-kebajikan.

Maria adalah satu-satunya manusia yang dikecualikan Allah dari warisan Adam ini. Sesungguhnya dara murni ini adalah manusia biasa sama seperti kita; ia juga keturunan Adam. Sebagaimana kita, ia pun hidup di dalam dunia yang penuh dosa ini. 

Namun ia punya keistimewaan yang tidak dimiliki siapa pun juga. Ia sudah sejak kekal ditentukan Allah untuk menjadi Bunda Putera-Nya, Sang Penebus dunia. Ia ditetapkan untuk melahirkan Yesus, anak Allah, dan karena itu sejak awal hidupnya, ia dipersiapkan untuk mengemban tugas luhur ini.

Melalui dialah, Tuhan menyalurkan rahmat penyelamatan-Nya kepada manusia. Tuhanlah sumber rahmat, sedang Maria hanyalah saluran-Nya. Sebagai saluran rahmat Allah bagi manusia, maka sudah selayaknya Maria itu penuh rahmat dan suci tak bercela. Demikian ia ditebus dengan cara yang paling sempurna: diperkandungkan tanpa noda dosa suci dan tak bercela di hadapan Allah. 

Dalam rahim Maria, Perawan yang murni, Allah menemukan singgasana yang pantas bagi Putera-Nya. Melalui Maria kutuk dosa diganti dengan berkat bagi manusia.

Pesta Santa Perawan, Ratu Rosario – 7 Oktober

Ada sekian banyak peristiwa ajaib yang mendorong pimpinan tertinggi Gereja menghimbau bahkan mendesak umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Bunda Maria atas Gereja dari segala rongrongan. 

Peristiwa terbesar yang melatarbelakangi penetapan tanggal 7 Oktober sebagai tanda Pesta Santa Maria Ratu Rosario ialah peristiwa kemenangan pasukan Kristen dalam pertempuran melawan pasukan Islam Turki. Menghadapi pertempuran ini Paus Pius V menyerukan agar seluruh umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Maria atas Gereja. Doa ini ternyata dikabulkan Tuhan.

Sebagai tanda syukur Paus Pius V (1566-1572) sejak tanggal 7 Oktober 1571 sebagai sebagai hari pesta Santa Perawan Ratu Rosario. Kemudian Paus Klemens IX (1667-1669) mengukuhkan pesta ini bagi seluruh Gereja di dunia. Dan Paus Leo XIII (1878-1903) lebih meningkatkan nilai pesta ini dengan menetapkan seluruh bulan Oktober sebagai Bulan Rosario untuk menghormati Maria. 

Di setiap penampakan, Bunda Maria meminta kita untuk mendaraskan Rosario sebagai senjata ampuh melawan kejahatan dan sarana pembawa damai sejahtera. Dengan menggabungkan doa kita dengan doa Bunda Sorgawi, kita dapat memperoleh rahmat yang besar untuk menghasilkan pertobatan.

Santa Perawan Maria dari Lourdes - 11 Februari

Peristiwa ini terjadi pada tanggal 11 Februari 1858. Bernadet Soubirous adalah seorang gadis desa yang sederhana, miskin dan buta huruf. Ketika ia sedang menggembalakan domba-domba bersama dua adiknya, Marie dan Yeanne, mencari kayu bakar di dekat gua Masabiele, Lourdes, Paris; Bernadet mengalami peristiwa ajaib: ia melihat seorang wanita yang sangat cantik berpakaian putih cemerlang; ikat pinggang berwarna biru langit; kerudungnya panjang hingga menyentuh kakinya; kedua telapak tangannya saling mengatup di depan dadanya, sementara sebuah rosario berkilau-kilauan tergantung pada lengannya berdiri di dalam lingkaran cahaya ajaib di mulut gua itu tersenyum manis dan tampak sangat ramah kepadanya. Dalam keheranan dan ketakutannya, ia merasakan suatu kegembiraan yang sungguh dalam. Tak lama kemudian wanita itu hilang dari pandangannya.

Pada tanggal 25 Februari, wanita cantik itu menampakkan diri lagi dan kali ini menyuruhnya minum dan membasuh mukanya. Tetapi dari manakah ia mendapatkan air untuk minum dan membasuh mukanya? Ia sendiri pun tidak membawa air dari rumah. Sumber-sumber air pun tak ada di bukit yang kering dan berbatu-batu itu. Ia bingung dan berdiri terpaku, lalu wanita itu menyuruhnya menggali tanah di depan gua itu. Belum seberapa dalam lubang galian itu, mengalirlah air dari lubang itu. Dengan air itu Bernadet membasuh mukanya dan minum. Tak lama kemudian wanita itu menghilang dari pandangannya.

Pada tanggal 25 Maret Bernadet kembali lagi ke gua itu dan ia menyaksikan lagi penampakan wanita cantik itu. Kali ini ia memberanikan diri untuk menanyakan nama wanita cantik itu. Jawab wanita itu: “Akulah yang dikandung tanpa noda dosa asal”. 

Maria menampakkan diri sebanyak 18 kali dan berpesan agar semua orang Kristen berdoa untuk orang-orang berdosa agar mereka bertobat dari cara hidup yang sesat itu dan meminta agar di tempat itu didirikan sebuah gereja dan diadakan ziarah.

Beberapa tahun lamanya Bernadet banyak menderita, baik karena kecurigaan orang-orang yang tidak mau percaya, maupun oleh semangat serta perhatian yang berlebih-lebihan dari orang-orang yang percaya. 

Namun ia menanggung semuanya itu dengan tabah dan sabar sambil tetap percaya pada Bunda Maria yang menjanjikan padanya kebahagiaan sorgawi. 

Dalam situasi ini, penyakit asma yang sudah lama dideritanya kambuh lagi dan semakin parah. Akhirnya pada tahun 1879 ia meninggal dunia dalam usia 35 tahun. Jenasahnya tetap di simpan dalam biara Suster Karitas di Nevers di dalam sebuah peti kaca – jenasahnya itu tetap berada dalam keadaan utuh dan segar sampai sekarang.

Atas perintah Uskup Lourdes, kejadian ini diselidiki dengan seksama. Akhirnya tahun 1862, peristiwa penampakan ini dinyatakan benar dan sah. Pada tahun 1864 sebuah patung Maria ditempatkan di gua itu, dan pada tahun 1876 dibangunkan di situ sebuah gereja yang megah.

Setiap peziarah yang mengunjungi Lourdes sungguh merasakan suatu kedamaian jiwa dan kebahagiaan batin; banyak orang sakit yang berziarah ke sana sembuh secara ajaib.

(Sumber: Warta KPI TL No. 35/III/2007; Orang Kudus Sepanjang Tahun, Mgr. Nicolaas Martinus Schneiders, CICM).