Minggu, 30 September 2018

03.00 -

Luk 7:31-35

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Rabu, 19 September 2018: Hari Biasa XXIV - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: 1 Kor 12:31 – 13:13; Mzm 33:2-3, 4-5, 12, 22; Luk 7:31-35

Rabu, 18 September 2019: Hari Biasa XXIV - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: 1 Tim 3:14-16; Mzm 111:1-2, 3-4, 5-6; Luk 7:31-35


Kata Yesus: "Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? Mereka itu (1) seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis.

Karena (2A) Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian (2B) Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.


Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya."


Renungan



1. Ajaran cinta kasih

Yohanes Pembaptis ditolak oleh orang Yahudi karena dianggap aneh dan puasanya terlalu keras. Sedangkan Yesus ditolak karena dianggap terlalu biasa-biasa dan bersahabat dengan setiap orang khususnya orang-orang kecil dan pendosa.

Dasar penolakan ini terjadi karena orang Yahudi tidak sanggup melihat dan menangkap arti terdalam dari kehadiran Yohanes dan Yesus. Mereka telah membuat definisi, gambaran, tafsiran mengenai kedatangan Mesias sesuai dengan keinginan mereka sendiri.

Kedatangan Yesus membawa sesuatu yang baru, yakni menuntut pertobatan dan mengajarkan cinta kasih yang sungguh-sungguh. Jika seseorang menerima Yesus, hidupnya pasti didasari dan dijiwai oleh cinta kasih (1 Kor 12:31 – 13:13).

Jadi, kefasihan berbicara, karunia bernubuat, memiliki pengetahuan, dan iman yang dapat memindahkan gunung serta kerelaan berbagi yang dimiliki, tidak ada gunanya bila tidak berdasar pada cinta kasih. Apakah kita sudah menerima dan melaksanakan ajaran cinta kasih ini dengan benar?



2. Tinggalkan sikap kekanak-kanakan

(1, 2AB) Menonton anak-anak bermain itu sangat menyenangkan. Di situ kita akan melihat suasana spontan, polos, apa adanya, tertawa lepas tanpa hambatan, lupa akan segala beban. Dalam bermain, apapun yang dilakukan, semua dialami dalam kegembiraan dan sukacita. Keindahan rasa batin dalam diri anak-anak menunjukkan suasana rohani yang indah pula.

Di hadapan Yesus, kita dipanggil bersikap seperti anak-anak kecil dalam iman, yang memiliki kepolosan dan kepasrahan total. Kita dipanggil untuk meninggalkan sikap kekanak-kanakan.

Lebih membahagiakan bagi kita mempercayakan diri kepada bimbingan Yesus dan Gereja, daripada terus-menerus memandang Gereja secara pesimis penuh kritik. Lebih membahagiakan bila kita terlibat dalam komunitas dalam suka dan duka, dalam kelebihan dan kekurangannya daripada selalu banyak alasan untuk menarik diri dari sesama kita yang berbeda pandangan dengan kita. Ingatlah! Yesus datang menjadi penebus bagi segala kelemahan dan kekurangan kita.



Santo Paulus Chong Hasang


Santo Paulus Chong Hasang adalah salah seorang pendiri Gereja Katolik di Korea. Ia juga salah satu dari 103 martir Korea yang wafat sebagai saksi Kristus pada masa penganiayaan umat kristen di Korea (1839 -1867).

Ayahnya adalah Yak Jong yang tewas sebagi martir pada tahun 1801 dimasa penganiayaan Shin-Yu. Pada masa itu penganiayaan terhadap iman kristen telah menewaskan semua pemuka Kristiani di Korea. Ibunya adalah Santa Cecilia Yu, dan seorang saudaranya juga menjadi seorang kudus yaitu Santo Jung Hye.

Paulus Chong Hasang berusaha keras untuk mempersatukan kembali umat Kristen yang tercerai-berai, dan mendorong mereka untuk menjaga iman dan menjalankan keyakinan mereka. Dia menulis Sang-Je-Sang-Su yang menjelaskan kepada pemerintah Korea bahwa Gereja Katolik bukanlah sebuah ancaman bagi mereka.

Paulus menyeberang ke Cina sembilan kali, bekerja sebagai pelayan untuk korps diplomatik Korea. Di sana ia juga berusaha meminta bantuan uskup Beijing agar dapat mengirimkan lebih banyak imam ke Korea. Paulus bahkan memohon bantuan langsung ke Roma. Usahanya membuahkan hasil nyata ketika pada tanggal 9 September 1831, Paus Gregorius X resmi mendirikan sebuah keuskupan di Korea.

Ketika para misionaris mulai diutus ke Korea, Paulus masuk seminari. Namun sebelum sempat ditahbiskan menjadi seorang imam, Paulus tewas sebagai martir pada tahun 1839, ketika Kaisar Hye Gi mulai menganiaya orang-orang Kristen.

(Sumber : Katakombe.Org).

Santo Andreas Kim Taegon



St.Andreas Kim Taegon (김대건 안드레아) adalah imam Katolik pertama dari Korea. Di akhir abad ke-18, agama Katolik Roma di Korea mulai "secara sangat perlahan mengakar", dan diperkenalkan oleh para umat awam. Baru pada tahun 1836 Korea menerima kedatangan para imam misionaris yakni para biarawan MEP (Mission Etrangères de Paris) dari Perancis.

Andreas Kim Taegon terlahir di tengah keluarga terpandang masyarakat Korea saat itu (yangban), orang tua Kim Taegon berubah memeluk agama Katolik dan karena itu ayahnya kemudian dihukum mati

Menjadi Kristen - suatu tindakan terlarang di Korea saat itu yang sangat kental Konfusianisme-nya. Kim Taegon belajar di sebuah seminari di Makau dan ditahbiskan menjadi seorang imam di Shanghai setelah enam tahun. Ia kemudian kembali ke Korea untuk berkotbah dan menyebarkan Injil.

Selama masa Dinasti Joseon, agama Kristiani ditindas keras dan banyak umat Kristiani yang disiksa dan dibunuh. Umat Katolik harus secara tertutup mempraktekkan iman mereka. 

Kim Taegon adalah salah satu dari beberapa ribu umat Kristiani yang dihukum mati selama masa ini. Pada tahun 1846, dalam usia 25 tahun, ia disiksa dan dihukum pancung. Kata-kata terakhirnya adalah:

"ini adalah waktu terakhir dari hidupku, dengarkan aku baik-baik: bila aku pernah berkomunikasi dengan orang asing, maka hal ini terjadi untuk agama dan Tuhan-ku. Adalah untuk-Nya aku ini mati. Kehidupan abadiku baru mulai. Jadilah orang Kristiani bila engkau berharap untuk bahagia setelah meninggal dunia, karena Tuhan memiliki hukuman abadi bagi mereka yang menolak untuk mengenal-Nya."

Pada tanggal 6 Mei 1984 Paus Yohanes Paulus II mengkanonisasi Andreas Kim Taegon bersama dengan 102 orang martir Korea lainnya, termasuk diantaranya St.Paulus Chong Hasang. Hari raya penghormatan kepada mereka adalah tanggal 20 September.

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja.

01.47 -

Luk 7:36-50

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)

 

Penanggalan liturgi


Kamis, 20 September 2018: PW St. Andreas Kim Taegon, imam dan St.Paulus Chong Hasang, dkk, Martir Korea; Tahun B/II (Merah)
Bacaan: 1 Kor 15:1-11; Mzm 118:1-2,16ab-17, 28; Luk 7:36-50; Ruybs.


Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan.

Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.

Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: "Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa." Lalu Yesus berkata kepadanya: "Simon, ada yang hendak Kukatakan kepadamu." Sahut Simon: "Katakanlah, Guru."

"Ada dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh. Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?"

Jawab Simon: "Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Kata Yesus kepadanya: "Betul pendapatmu itu."

Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun (1A) engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi (2A) dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya.

(1B) Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk (2B) ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. (1C) Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi (2C) dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.

Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih." Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: "Dosamu telah diampuni."

Dan mereka, yang duduk makan bersama Dia, berpikir dalam hati mereka: "Siapakah Ia ini, sehingga Ia dapat mengampuni dosa?" Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu: "Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!"


Renungan


1. Perbedaan motivasi

Simon orang Farisi mengundang Yesus sebenarnya bukan karena kasihnya, hanya ingin menunjukkan reputasinya dihadapan orang banyak dan juga di hadapan Yesus (1ABC - tidak melakukan adat kebiasaan, padahal dia yang mengundang Yesus datang kerumahnya).

Sementara perempuan berdosa tadi, walaupun dia datang menyelinap masuk, sebagai tamu yang tidak diundang, namun perempuan itu telah memperlihatkan kasihnya yang besar kepada Tuhan Yesus (2ABC).

Sejak dibaptis, dosa-dosa kita telah diampuni-Nya. Oleh karena itu sudah selayaknya kita membalas kasih-Nya dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita seperti perempuan yang berdosa itu.


Sabtu, 29 September 2018

Santo Matius Rasul, Penginjil



Matius, anak Alfeus (Markus 2:14) adalah seorang Yahudi dari Galilea. Dia adalah seorang pemungut cukai di kota Kapernaum. Pada jaman itu para penarik pajak (pemungut cukai) Kerajaan Romawi dipilih oleh para pejabat lokal Romawi dari penduduk setempat yang dianggap dapat diajak bekerja sama. 

Mereka diberikan kewenangan untuk menarik pajak namun sama sekali tidak diberi gaji atas pekerjaan mereka. Karena itu para pemungut cukai ini biasanya menarik pajak lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya mereka tagih; dan kelebihan ini dianggap sebagai upah mereka.

Karena profesinya ini Matius sangat dibenci oleh orang-orang sebangsanya. Mereka tidak mau berhubungan dengan “orang-orang berdosa” seperti dia. Namun, Yesus tidak berpikir demikian terhadap Matius.

Suatu hari, Yesus melihat Matius duduk di rumah cukai dan Ia berkata, “Ikutlah Aku.” Seketika itu juga Matius meninggalkan uang serta jabatannya untuk mengikuti Yesus. 

Yesus kelihatan demikian kudus dan bagaikan seorang raja. Matius mengadakan suatu perjamuan besar bagi-Nya. Ia mengundang teman-teman lain yang seperti dirinya untuk bertemu dengan Yesus serta mendengarkan pengajaran-Nya. 

Sebagian orang Yahudi menyalahkan Yesus karena makan bersama dengan oang-orang yang mereka anggap orang berdosa dan pengkhianat bangsa Yahudi. 

Tetapi, Yesus sudah siap dengan suatu jawaban. “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."

Sebagai murid dan Rasul dia sejak saat itu mengikuti Kristus, menyertai-Nya sampai saat Sengsara dan wafat-Nya. Matius adalah salah satu saksi dari Kebangkitan-Nya. Dia juga di antara para rasul yang hadir di Yesus naik ke surga. Di Yerusalem ia ikut berdoa dalam persatuan dengan Maria, Bunda Yesus, dan dengan para Rasul yang lain. Pada saat itu Roh Kudus pun turun diatas mereka.

Kisah hidup Santo Matius selanjutnya kurang jelas. Kita hanya memiliki data yang tidak akurat atau hanya berupa legenda. 

Santo Irenaeus mengatakan bahwa Matius memberitakan Injil di antara Orang-orang Yahudi. Santo Klemens dari Alexandria menguatkan pernyataan ini dan mengatakan bahwa Matius merasul di kalangan orang Yahudi selama lima belas tahun, lalu Ia pergi mewartakan Injil ke negara-negara lain. Hampir semua menyebutkan bahwa Matius pergi ke Ethiopia di selatan Laut Kaspia (bukan Ethiopia di Afrika), dan di beberapa wilayah Kerajaan Persia dan kerajaan Partia, Makedonia, dan Suriah.

Matius adalah penulis Injil Matius dan merupakan kitab pertama dalam Perjanjian Baru. Injil ini ditulis Matius untuk pembaca Yahudi demi meyakinkan mereka bahwa Mesias yang dinanti-nantikan telah datang dalam diri Yesus Kristus.

Ada ketidak-sepakatan mengenai tempat kemartiran Santo Matius dan penyiksaan yang menyebabkan kematiannya. Tidak diketahui dengan pasti apakah ia menjadi martir dengan cara dibakar, dirajam, atau dipenggal. 

 Dalam buku The Martirologi Romawi hanya tertulis : "S.Matthaei, qui di Æthiopia prædicans martyrium passus est " (Santo Matius Rasul menderita kemartiran di Ethiopia).

Gereja Latin merayakan pesta Santo Matius pada tanggal 21 September, dan Gereja Yunani pada tanggal 16 November. Santo Matius digambarkan dengan simbol seorang pria bersayap, membawa tombak di tangannya sebagai lambang karakteristik. 

(Sumber : Katakombe.Org).

07.31 -

Ayb 1:6-22

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)



Penanggalan liturgi

Senin, 1 Oktober 2018: Pesta Theresia Lisieux, Perawan, Pujangga Gereja, Pelindung Misi - Tahun B/II (Putih)
Bacaan: Ayb 1:6-22; Mzm 17:1, 2-3, 6-7; Luk 9:46-50; Yes 66:10-14b; 1 Kor 12:31 – 13:13; Mat 18:1-5


Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap Tuhan dan di antara mereka datanglah juga Iblis. Maka bertanyalah Tuhan kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada Tuhan: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."

Lalu bertanyalah Tuhan kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."

Lalu jawab Iblis kepada Tuhan: (1) "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

Maka firman Tuhan kepada Iblis: (2) "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan Tuhan.

Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: (3) "Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya, datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: (4) "Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: (5) "Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: (6) "Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Maka berdirilah Ayub, lalu (7) mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: (8A) "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (8B) Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.


Renungan


1. Respon ketika menghadapi ujian

(1) Dalam pandangan Iblis, manusia hanya taat kepada Allah karena ada pamrih, yaitu bila mendapatkan segala sesuatu yang dia inginkan. Bila tidak, tentu manusia tidak akan menyia-nyiakan waktunya bagi Allah. 

Pandangan tersebut kemudian diajukan Iblis kepada Allah sebagai gugatan untuk mencabut semua “fasilitas” yang sudah dimiliki Ayub sebagai ujian bagi iman Ayub dan Allah setuju (2). Dalam waktu yang hampir bersamaan, Ayub kehilangan seluruh miliknya (3-6).

Siapakah orang yang tidak hancur hati mengalami situasi demikian? Katakanlah harta masih dapat dicari, tetapi anak-anak yang selama ini begitu dia kasihi? Maka Ayub melakukan (7) sebagai tanda dukacitanya.

Cara pandang manusia terhadap kepemilikan sangat berpengaruh terhadap respon ketika miliknya itu diambil. Iman Ayub merespon cobaan ini secara mengagumkan (7, 8AB). Ayub sadar bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Tuhan, karena itu ia patut menerima bila Tuhan ingin mengambil semua itu kembali. Bagaimana dengan respon kita ketika mengalami ujian seperti Ayub?

Tuhan Yesus memberkati.






07.25 -

Luk 8:4-15

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Sabtu, 22 September 2018: Hari Biasa XXIV - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: 1 Kor 15:35-37, 42-49; Mzm 56:10, 11-12, 13-14; Luk 8:4-15


1. Lahan yang subur

Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri pada Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan:

"Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis

Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air

Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati

Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat." Setelah berkata demikian Yesus berseru: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!"

Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, apa maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti.

Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah

Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan.

Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.

Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.

Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."

Renungan:

Sebagai pengikut Kristus, orang dituntut agar benih Sabda Allah berkembang dan bertumbuh sehingga menghasilkan buah dalam hidupnya.

Untuk menjadi lahan yang subur, tanah itu harus dibersihkan dari rumput-rumput kehidupan. Di sanalah orang belajar untuk terus-menerus membersihkan diri dan bertobat dari dosa-dosanya.

Selain itu, tanah itu harus digemburkan dengan “cangkul” kehidupan, yakni tantangan dan kerasnya perjuangan hidup. Dengannya, orang akan belajar tentang arti perjuangan dan keteguhan untuk menanggung penderitaan dalam hidup.


Lebih lagi, untuk menjadi lahan yang subur, tanah itu harus mendapat siraman air yang murni. Di sanalah, orang diajak untuk menyandarkan hidupnya kepada Tuhan dan memohon kepada-Nya untuk menurunkan hujan berkat-Nya agar membasahi dan menyegarkan hatinya. Di saat itulah, orang akan mengalami sukacita dan kebahagiaan karena boleh menerima karunia-karunia Tuhan yang dibutuhkan dalam perjalanan hidupnya.

Ketika kita sudah melaksanakan tugas kita dengan baik, rahmat Tuhan akan berkarya dan membuat benih-benih Sabda-Nya menghasilkan buah berlimpah pada akhirnya.

Tuhan Yesus memberkati.

07.05 -

Mrk 9:30-37

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)

Penanggalan liturgi

Selasa, 22 Mei 2018: Hari Biasa VII - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Yak 4:1-10; Mzm 55:7-8, 9-10a, 10b-11a, 23; Mrk 9:30-37

Minggu, 23 September 2018: Hari Minggu Biasa XXV - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Keb 2:12, 17-20; Mzm 54:3-4, 5, 6, 8; Yak 3:16 – 4:3; Mrk 9:30-37



Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea, dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." (1A) Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya.

Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?" Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka (1B) mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. 

Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: (2A) "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya."

Maka (2B) Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan (3) barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."


Renungan


1. Mewarisi ilmumenjadi pelayan

Seorang murid yang baik selalu mendengarkan dengan baik ajaran-ajaran sang guru, menampung semua perkataan dalam pikiran dan hatinya. Hanya orang yang membuka diri, tidak asyik dengan pikiran-pikirannya sendiri serta cita-cita pribadilah yang siap menjadi murid sejati.

(1A) Perkataan Yesus tentang penderitaan sama sekali tidak menarik minat dan perhatian para murid-Nya sehingga mereka tidak menggali lebih dalam meskipun tidak mengerti.

Meskipun mereka sedang bersama dengan sang guru, bukanlah ajaran sang guru yang dipercakapkannya, melainkan soal (1B). Jadi, perkataan Yesus tidak mendapatkan tempat dalam pikiran dan hati para murid-Nya. Bagi Yesus, sikap seperti itu perlu dibenahi karena berkaitan dengan mentalitas yang menghalangi mereka dalam bertugas sebagai rasul.

(3) Barangsiapa menyambut Yesus, menyambut perkataan-perkataan-Nya, memiliki dan mengerjakan ajaran-ajaran-Nya, maka mereka akan mewarisi ilmumenjadi pelayan” Sang Sabda dan akan dinyatakan besar oleh Sang Guru sendiri, oleh Allah yang mengutus-Nya.


2. Menjadi pemimpin

(1A) Mereka berpikir bahwa Yesus Kristus akan menjadi pemimpin politik dan kepemimpinan-Nya akan diteruskan oleh para murid-Nya. Konsep kepemimpinan Yesus dan para muridnya sama sekali berbeda. Mereka berpikir bahwa menjadi pemimpin berarti akan dilayani, dihormati, didengar. 

(2AB) Yesus memahami cita-cita mereka, tetapi Dia merombak konsep kepemimpinan yang mereka pikirkan.

Menjadi  pemimpin berarti melayani orang yang tidak berdaya seperti anak kecil, membela orang yang hak azasinya diperkosa orang lain. Menjadi pemimpin lewat contoh hidup yang baik, seperti memberi contoh kepada anak-anak agar dengan mudah mereka mengikutinya; menjadi pemimpin berarti mempromosikan kebenaran dan kejujuran agar orang menaruh kepercayaan kepadanya; menjadi pemimpin berarti siap mendengarkan dan selalu menghargai dan menghormati sesama, apapun latar-belakangnya.

Apakah kita sudah menjadi pemimpin yang baik dalam keluarga kita? Apakah kita selalu menghargai dan menghormati pendapat orang lain? Apakah kita selalu siap melayani siapa saja yang sangat membutuhkan bantuan kita?

06.45 -

Luk 8:16-18

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Senin, 24 September 2018: Hari Biasa XXV - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Ams 3:27-34; Mzm 15:2-3ab, 3cd-4ab, 5; Luk 8:16-18

Senin, 23 September 2019: PW St. Padre Pio dari Pietrelcina, Imam - Tahun C/I (Putih)
Bacaan: Ezr 1:1-6; Mzm 126:1-2ab. 2cd-3, 4-6; Luk 8:16-18


"Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya (1) semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya.

Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan. Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar.  Karena  (2) siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya."


Renungan


1. Fungsi pelita

Menjadi pelita adalah panggilan Tuhan bagi setiap orang percaya. Mengapa? Karena Tuhan telah memindahkan kita dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (1 Ptr 2:9). Karena itu Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang bersinar di tengah-tengah dunia ini. Menjadi pelita berarti menjadi berkat bagi orang lain

Fungsi pelita:

1. MEMBERI PENERANGAN DI KEGELAPAN. Dunia tempat kita berpijak ini adalah dunia yang dipenuhi dan dikuasai oleh kegelapan, karena itu banyak orang yang tersesat dan "...lebih menyukai kegelapan dari pada terang," (Yoh 3:19). 

 Namun kita yang telah menerima terang Kristus "...jangan tinggal di dalam kegelapan." (Yoh 12:46), jalankan fungsi sebagai pelita yang memancarkan cahaya.

2. MENGHANGATKAN TUBUH. Orang membawa pelita di tengah kegelapan malam dengan tujuan supaya tidak mengalami kedinginan. Begitulah seharusnya keberadaan orang percaya di tengah dunia ini yaitu mampu menghadirkan kehangatan dan keteduhan bagi orang-orang di sekitarnya, sebab dunia saat ini telah menjadi dingin, maka kasih kebanyakan orang pun akan menjadi dingin. "Manusia akan mencintai dirinya sendiri...tidak tahu berterima kasih...tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai..." (2 Tim 3:2-4). 

Mampukah kita tampil sebagai pribadi yang berbeda, yang menghasilkan buah Roh? (KGK 1832: 1. Kasih 2. Sukacita 3. Damai Sejahtera 4. Kesabaran 5. Kemurahan 6. Kebaikan 7. Kesetiaan 8. Kelemahlembutan 9. Penguasaan diri 10. Kerendahan hati 11. Kesederhanaan 12. Kemurnian).

3. MENCARI SESUATU YANG HILANG ATAU TERSEMBUNYI. Orang-orang dunia saat ini telah kehilangan banyak hal: kasih yang tulus, kebaikan, perhatian, damai sejahtera dan sukacita. Adakah kehadiran kita mampu mengisi sisi yang hilang yang selama ini tidak mereka dapatkan dari dunia ini?


2. Kesaksian hidup yang baik: memberi inspirasi

(1) Jika kesaksian hidup kita baik akan seperti cahaya yang memberi inspirasi bagi banyak orang, entah untuk bertobat, ingat akan Tuhan, ingat sesamanya yang menderita atau solider dengan sesama. Maka, jangan menyembunyikan sikap dan perbuatan yang baik dan benar jika itu bisa memberikan kebaikan kepada orang lain.

Keengganan memberi kesaksian sering disebabkan oleh sikap kita yang ingin rendah hati maka menahan atau tidak menunjukkan perbuatan baik di hadapan orang lain. Kalau ini terjadi, maka sebenarnya tanpa sadar kita menghambat orang lain untuk menjadi baik atau berbuat baik.

Yang perlu kita sadari adalah dengan melakukan aneka kebaikan dalam hidup, kita tidak akan kehilangan apa pun. Justru sebaliknya, Tuhan akan menambahkan berkat-Nya kepada kita (2).