Rabu, 31 Oktober 2018

06.00 -

Luk 13:18-21

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu
(Yak 1:21) 



Penanggalan liturgi

Selasa, 30 Oktober 2018: Hari Biasa XXX - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Ef 5:21-33; Mzm 128:1-2, 3, 4-5: Luk 13:18-21
Selasa, 29 Oktober 2019: Hari Biasa XXX - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Rm 8:18-25; Mzm 126:1-2ab, 2cd-3, 4-5, 6; Luk 13:18-21


Maka kata Yesus: "Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? Ia seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya."

Dan Ia berkata lagi: "Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya."


Renungan


1. Gerakan Kerajaan Allah

Ajaran Yesus mengenai gerakan Kerajaan Allah. Kita diajak untuk mempengaruhi sesama melalui tindakan-tindakan remeh, sepele, dan sehari-hari. Gerakan ini adalah sebuah proses yang membutuhkan waktu, ketekunan, dan kepercayaan. Inilah yang sering kali tidak kita miliki. Kita lebih puas kalau bisa melihat hasil seluruh tindakan kita pada saat itu juga.

Kita hidup di dunia yang lebih mementingkan hasil daripada proses yang memakan waktu. Kita tidak pernah sadar bahwa hidup kita dibentuk bukan hanya oleh hasil semata-mata, namun terutama oleh perjalanan untuk mencapai keberhasilan itu.

Oleh karena itu, Paulus memberi nasihat kepada suami-istri untuk saling merendahkan diri dan mengabdikan diri. Pengabdian diri ini bukanlah tindakan yang sekali jadi selesai, namun tetap berjalan selama perkawinan itu berlangsung. Itu artinya sampai kematian yang bisa memisahkan tubuh mereka.


2. Kerajaan Allah

Untuk mengalami Kerajaan Allah, orang tak perlu muluk-muluk harus melakukan hal yang besar. Kerajaan Allah itu seperti biji sesawi, yang kecil pada awalnya, namun dashyat jika saatnya telah tiba.

Apakah kita membayangkan Kerajaan Allah benar-benar sebagai sebuah struktur pemerintahan atau sebagai sebuah situasi harian dimana Allah hadir dalam bentuk damai dan sukacita? (Rm 14:17).

Kerajaan Allah sebenarnya dekat dengan kita. Jadi, janganlah terlalu sibuk mencari Kerajaan Allah, karena sesungguhnya dalam hatilah Allah hadir dan meraja. Jika kita mengasihi-Nya dengan menuruti perintah-perintah-Nya.

05.16 -

Luk 13:22-30

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya




Firman yang tertanam di dalam hatimu,

yang berkuasa menyelamatkan jiwamu

(Yak 1:21)



 
Penanggalan liturgi

Rabu, 31 Oktober 2018: Hari Biasa XXX - Tahun B / II (Hijau)
Bacaan: Ef 6:1-9; Mzm 145:10-11, 12-13ab,13cd-14; Luk 13:22-30

Minggu, 25 Agustus 2019: Hari Minggu Biasa XXI - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Yes 66:18-21; Mzm 117:1, 2; Ibr 12:5-7, 11-13; Luk 13:22-30



Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: (2) "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?"

Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: (1) "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.

Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami pintu! dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang.

Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami. Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!

Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir."



Renungan




1. Berjuanglah masuk melalui pintu yang sesak itu! 

(1) Untuk memasuki Kerajaan Allah, tidak secara otomatis, tetapi harus diperjuangkan. Pintu perjuangan itu antara lain melalui pintu iman akan Yesus sebagai jalan, kebenaran dan hidup. Inilah pintu yang paling utama.

Pintu yang sempit mengindikasikan betapa sulitnya mengikuti Yesus. Ada begitu banyak hambatan yang menghadang dalam mengikuti Yesus. Hambatan yang utama adalah tawaran dunia yang begitu hebat dan mengasyikan banyak orang sehingga tak terpikirkan lagi bahwa suatu saat kita semua akan dipanggil Yang Mahakuasa.

Bagi Yesus tidak penting apakah banyak atau sedikit orang yang diselamatkan, itu adalah urusan Allah. Yang penting adalah bagaimana supaya kelak setiap orang beroleh keselamatan. Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah berjuang untuk melalui jalan yang sempit itu?



2. Jalan Tuhan

(2) Pertanyaan ini adalah pertanyaan semua orang beriman. Tuhan ingin menyelamatkan semua ciptaan-Nya. Oleh karena itu Dia selalu menganugerahkan rahmat-rahmat yang kita butuhkan supaya kita bisa hidup dalam rahmat yang menyelamatkan.

(1) Dari pihak kita diminta untuk membuka hati, untuk menerima rahmat keselamatan tersebut dan terus-menerus berjuang masuk melalui pintu yang sesak.

Siapakah sebenarnya pintu sesak yang dimaksud? Pintu satu-satunya ialah Kristus sendiri (Yoh 10:7). Pintu itu menjadi sesak karena kita tidak mau melawan arus zaman yang sangat mengagungkan dan mendewakan kekuasaan dan kesenangan duniawi. 

Mari kita mohon rahmat-rahmat yang kita butuhkan dalam perjalanan hidup kita agar kita kuat dan setia sampai akhir dalam menempuh jalan Tuhan.



Senin, 29 Oktober 2018

01.09 -

Ef 3:2-12

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya
 

Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.

(Yak 1:21)




Penanggalan liturgi

Rabu, 24 Oktober 2018: Hari Biasa XXIX - Tahun B / II (Hijau)
Bacaan: Ef 3:2-12; MT Yes 12:2-3, 4bcd, 5-6; Luk 12:39-48



1.Hidup dalam kewaspadaan

Memang kamu telah mendengar tentang tugas penyelenggaraan kasih karunia Allah, yang dipercayakan kepadaku karena kamu, yaitu bagaimana rahasianya dinyatakan kepadaku dengan wahyu, seperti yang telah kutulis di atas dengan singkat.

Apabila kamu membacanya, kamu dapat mengetahui dari padanya pengertianku akan rahasia Kristus, yang pada zaman angkatan-angkatan dahulu tidak diberitakan kepada anak-anak manusia, tetapi yang sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya yang kudus, yaitu bahwa (*) orang-orang bukan Yahudi, karena Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus.

Dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku sesuai dengan pengerjaan kuasa-Nya. Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu, dan untuk menyatakan apa isinya tugas penyelenggaraan rahasia yang telah berabad-abad tersembunyi dalam Allah, yang menciptakan segala sesuatu, supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya.

Renungan:

(*) Menjadi ahli waris Kerajaan Allah bukanlah perkara keturunan. Keanggotaan Kerajaan Allah tidaklah eksklusif: menyingkirkan satu dari yang lain. Justru sebaliknya, Kerajaan Allah merangkul siapa pun yang berkehendak baik dan mau diselamatkan.

Menjadi anggota Tubuh Kristus adalah sebuah panggilan bagi seluruh umat manusia tanpa kecuali. Menjadi anggota Tubuh Kristus adalah panggilan untuk hidup dalam kewaspadaan.

Orang waspada adalah orang yang selalu setia melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, bukan karena ingin mendapat pamrih atau balas jasa, melainkan karena sudah menjadi kewajibannya. Memang kelihatannya seperti rutinitas: asal berjalan.

Namun, jangan pernah memandang sebelah mata pada orang yang bertahan dalam rutinitas, walapun kadang-kadang karena kelemahan manusiawinya ia menjalankan tugasnya begitu saja.

Sebab, untuk tetap memelihara keberlangsungan tanggung jawab tersebut, memberikan sebuah kesetiaan pada tugas merupakan sebuah keutamaan yang tidak dibawa secara lahiriah dalam hidup manusia, melainkan suatu sikap hidup yang harus dijaga dan dilatih terus – menerus.

Tuhan Yesus memberkati.

Minggu, 28 Oktober 2018

Kamis, 25 Oktober 2018

00.50 -

Luk 12:49-53

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu

 (Yak 1:21)



Penanggalan liturgi

Kamis, 25 Oktober 2018: Hari Biasa XXIX - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Ef 3:14-21; Mzm 33:1-2, 4-5, 11-12, 18-19; Luk 12:49-53

Kamis, 24 Oktober 2019: Hari Biasa XXIX - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Rm 6:19-23; Mzm 1:1-2, 3, 4, 6; Luk 12:49-53


(2) "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!

Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. Karena mulai dari sekarang akan (1) ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya."


Renungan


1. Jangan padamkan Roh

Tujuan kedatangan Yesus untuk keselamatan semua umat manusia. Kendati kedatangan-Nya untuk suatu hal yang mulia namun ada saja tantangan. Tantangan itu berasal dari orang-orang yang tidak suka perubahan yang baik dalam kehidupan mereka (1).

Tuhan Yesus menyadari bahwa ajaran-Nya akan membawa pertentangan. Dengan lain kata Tuhan Yesus memang mengizinkan adanya pertentangan di mana-mana, tetapi bukan pertentangan siapa menang siapa kalah, bukan pertentangan soal kuasa, bukan pertentangan soal kekayaan, tetapi pertentangan untuk mencari kebenaran.

Sabda Tuhan Yesus adalah kebenaran dan hidup. Dan Roh Kudus yang dibawa oleh Tuhan akan membawa terang bagi orang yang menerimanya. Maka pertentangan itu terjadi karena ada orang yang sudah mau menerima penerangan dari Roh Kudus serta menerima kebenaran dari ajaran Yesus, berhadapan dengan orang yang menutup diri dari kebenaran.

Melalui Pembaptisan seorang Kristen secara sakramental dibentuk menurut rupa Yesus. Umat Kristen harus masuk dalam misteri pengosongan diri dan bertobat dengan rendah hati, harus masuk bersama Yesus ke dalam air, supaya keluar lagi bersama Dia. Ia harus dilahirkan kembali dari air dan roh, supaya di dalam Putra sendiri menjadi putra Bapa yang kekasih dan “hidup dalam hidup yang baru” (Rm 6:4) (KGK 537).

Berkat Sakramen Baptis, Roh Kudus menyanggupkan kita hidup dan bekerja di bawah dorongan-Nya, menyanggupkan kita berbuat kebajikan (KGK 1266). 

(2) Maksud pernyataan ini bukan api yang menghancurkan, tetapi adalah Roh Kudus. Dalam tradisi rohani, lambang API ini dikenal sebagai salah satu yang paling berkesan mengenai KARYA ROH KUDUS (KGK 696).

Ada saja tantangan yang harus dihadapi. Pilihan ada di tangan kita, kita memilih untuk menghadapi atau melarikan diri dari tantangan itu. Sebagai pengikut Yesus yang setia, jangan padamkan Roh (1 Tes 5:19), agar karya Roh Kudus nyata dalam kehidupan kita.

Selasa, 23 Oktober 2018

22.35 -

Luk 12:8-12

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya



Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Sabtu, 20 Oktober 2018: Hari Biasa XXVIII - Tahun B / II (Hijau)
BacaanEf 1:15-23;  Mzm 8:2-3a, 4-5, 6-7; Luk 12:8-12


Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, (1) Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah.

Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.

Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu. Sebab pada saat itu juga (2) Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan."




Renungan




1. Pengakuan

Mengakui merupakan salah satu faktor penting untuk menjalani hubungan dengan sesama. Hubungan tanpa ada pengakuan sama halnya dengan orang yang tidak serius menjalin hubungan. Jika dua pribadi menjalin hubungan pasti saling mengakui segala kekurangan dan kelebihan tanpa syarat.

Sebagai putra-putri-Nya, kita harus mengakui Dia sebagai Allah satu-satunya yang hidup dan berkuasa hingga selama-lamanya. Jika kita mengakui-Nya, maka Allah akan menganugerahkan hadiah yang sangat besar bagi kita (1).

(2) Allah tidak akan pernah membiarkan kita sendirian dalam menjalani hidup kita sehari-hari. Yang terpenting di sini ialah kita selalu menyerahkan diri kepada penyelenggaraan-Nya.

Tuhan Yesus memberkati.




21.22 -

Mrk 10:35-45

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu



Penanggalan liturgi

Minggu, 21 Oktober 2018: Minggu Biasa XXIX - Tahun B / II (Hijau)
BacaanYes 53:10-11;  Mzm 33:4-5, 18-19, 20, 22;  Ibr 4:14-16;  Mrk 10:35-45



1. Orang kepercayaan

Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!" Jawab-Nya kepada mereka: "Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?"

Lalu kata mereka: (1) "Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu."

Tetapi kata Yesus kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?"

Jawab mereka: "Kami dapat." Yesus berkata kepada mereka: "Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan."

Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.

Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena (2) Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."

Renungan:

Dalam budaya Yahudi atau mungkin budaya kita sekarang, posisi “duduk di sebelah kanan dan kiri” adalah simbol orang kepercayaan.

Yakobus dan Yohanes meminta posisi itu mungkin pertama-tama bukan untuk menonjolkan diri, melainkan ingin menunjukkan bahwa mereka sangat setia kepada Yesus dan tidak akan meninggalkan Yesus. Yesus sungguh mengenal lubuk hati manusia, Dia tahu bahwa permintaan mereka masih ditunggangi oleh motivasi yang kurang murni.
Apa pun motivasi mereka, Yesus mengungkapkan tujuan-Nya datang ke dunia ini (2). Sadar atau tidak, dengan menjadi “pelayan” kita, sebenarnya Yesuslah yang pertama-tama ingin menjadi orang kepercayaan kita. Dengan pengurbanan Diri-Nya demi kita, Ia menunjukkan bahwa Ia pantas dipercaya.

Namun, sangat sering kita tidak mengandalkan Kristus sebagai pelindung kita. Misalnya, mungkin ada di antara kita yang lebih memilih meminta pertolongan dukun sakti daripada berdoa minta perlindungan Tuhan.

Marilah kita mempunyai kerinduan untuk menjadi orang kepercayaan Yesus. Caranya, bukan dengan menonjolkan diri di hadapan Tuhan, melainkan dengan merendahkan diri. Artinya, menjadikan Tuhan Yesus sebagai satu-satunya yang kita percaya.

Tuhan Yesus memberkati.

20.22 -

Luk 12:35-38

Sarapan Pagi
  Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,  
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Selasa, 23 Oktober 2018: Hari Biasa XXIX - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Ef 2:12-22; Mzm 85:9ab-10, 11-12, 13-14; Luk 12:35-38

Selasa, 22 Oktober 2019: Hari Biasa XXIX - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Rm 5:12, 15b, 17-19, 20b-21; Mzm 40:7-8a, 8b-9, 10, 17; Luk 12:35-38


Hendaklah (1) pinggangmu tetap berikat dan (3) pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang (4) menanti-nantikan tuannya yang pulang dari (2) perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. 

(5) Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka. 


Renungan


1. Menantikan Tuhan dengan setia dan berjaga-jaga

(1) Di zaman itu, cara berpakaian: mengenakan satu jubah luar yang panjang sampai menutup kaki. Ketika seorang hamba dikatakan siap untuk melayani dia harus menggulung jubah luar tersebut dan mengikatkannya di pinggang. Dengan demikian ia akan lebih bebas bergerak untuk melayani tuannya. Di zaman itu belum ada listrik dan lampu sehingga yang menjadi sumber terang pada malam hari adalah pelita. 

(2) Di zaman itu, suatu acara perkawinan dapat berlangsung beberapa hari serta diadakan di satu tempat di mana orang-orang yang diundang perlu melakukan perjalanan yang cukup lama. Maka sangatlah umum jikalau seseorang pergi ke acara perkawinan maka para hamba tidak tahu persis kapan sang tuan akan kembali tiba di rumah. 

Seseorang yang pinggangnya tetap berikat dan pelitanya tetap menyala adalah seorang hamba yang siap untuk melayani tuannya walaupun hari sudah gelap dan orang-orang pada umumnya sudah tidur. Ketika saatnya tiba untuk melayani tuannya, maka tuannya tidak perlu menunggu si hamba mengenakan dan mengikatkan jubahnya serta menyalakan pelitanya. 

Ini adalah contoh sikap yang benar saat menantikan kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali. Tuhan menghendaki agar kita selalu dalam kondisi siap sedia dan berjaga-jaga. Apakah kita adalah orang yang setia di dalam mengerjakan setiap pelayanan yang dipercayakan kepada kita dengan sebaik-baiknya? 


2. Seni menanti

Bertolak dari budaya Yahudi, Yesus menggambarkan tiga sikap yang semestinya dimiliki para hamba. 

(1) siap bekerja (Kel 12:11; 1 Raj 18:46; 2 Raj 4:29).

(3) Menjaga pelita minyak dari tanah liat agar menyala, bukanlah pekerjaan mudah. Seseorang perlu menambah minyak, membersihkan sumbu, serta menjaga pelita dari terpaan angin.

(4) Penuh harapan dan sukacita, artinya percaya bahwa kedatangan tuan adalah saat sukacita, bukan teror yang menakutkan.

(5) Tuhan Yesus memberi jaminan bahwa mereka akan berbahagia, bukan saja berjumpa dengan tuan-nya tetapi karena dilayani tuannya. Jadi, kita perlu mengembangkan "seni menanti" seperti para hamba dalam injil hari ini.

Kepercayaan dan kerinduan akan kedatangan Tuhan membantu kita bertahan dan setia menghadapi tantangan dan kesulitan hidup.

Kalau kita percaya bahwa Tuhan setia dan Dia akan datang membawa sukacita, maka kita perlu membuka pintu hati kita agar Dia masuk dalam hati dan hidup kita. Oleh karena itu, kita perlu belajar dari para saksi iman (Ibr 11) yang senantiasa menanti janji dan berkat Tuhan.

Senin, 22 Oktober 2018

01.06 -

Luk 12:13-21

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Senin, 22 Oktober 2018: Hari Biasa XXIX - Tahun B / II (Hijau)
Bacaan: Ef 2:1-10; Mzm 100:2, 3, 4, 5; Luk 12:13-21

Minggu, 4 Agustus 2019: Hari Minggu Biasa XVIII - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Pkh 1:2; 2:21-23; Mzm 90:3-4, 5-6, 12-13, 14, 17; Kol 3:1-5, 9-11; Luk 12:13-21

Senin, 21 Oktober 2019: Hari Biasa XXIX - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Rm 4:20-25; MT Luk 1:69-70, 71-72, 73-75; Luk 12:13-21

Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?"

Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap (4) segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."

Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.

Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; (1) AKU akan merombak lumbung-lumbungku dan AKU akan mendirikan yang lebih besar dan AKU akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangKU. Sesudah itu (2) AKU akan berkata kepada jiwaKU: JiwaKU, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!

Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang (3A) bodoh, (5) pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan (3B) orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia (3C) tidak kaya di hadapan Allah."


Renungan


1. Belum memahami kehendak Allah

Kekayaan membuat orang itu menjadi sangat egois, isi hatinya hanya dipenuhi dengan kata 'AKU' (1). Ia sangat mencintai dirinya sendiri. lebih suka berdialog dengan diri sendiri sepanjang hari. Ia tidak hanya menikmati pembicaraan dengan dirinya di saat itu, akan tetapi juga sudah memutuskan isi pembicaraan di waktu akan datang.

(2) Orang ini masih memikirkan tentang jiwanya. Jadi, ia tidak sepenuhnya buta pada perkara rohani. Namun kesalahannya adalah mengira bahwa jiwanya akan dapat dipuaskan dengan kekayaan jasmani.

(3AB) Ia dikatakan bodoh karena ‘belum memahami apa kehendak Allah’ (Ef 5:17). Ingatlah! Segala sesuatu yang dipercayakan-Nya kepada kita adalah milik-Nya. Kita hanya seorang pengelola kekayaan tersebut.

Jadi, pergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu (1 Kor 7:31).


2. Ketamakan - godaan terbesar dari kepemilikan harta

Harta benda adalah sarana penopang hidup, bukan tujuan hidup. Tujuan hidup kita sebagai orang beriman adalah persatuan dengan Tuhan. Persatuan dengan Tuhan itu hanya bisa kita capai jika kita menghayati hidup solider dengan sesama.

Sejalan dengan tuntutan ini, Ajaran Sosial Gereja Katolik menggariskan bahwa kekayaan memiliki aspek sosial. Kekayaan tidak boleh diakumulasi untuk kemakmuran diri sendiri namun harus digunakan dalam semangat solidaritas untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

(4) Godaan terbesar dari kepemilikan harta adalah ketamakan. 

Uang dan harta memang memberi kita modal ekonomis untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini. Meskipun demikian, kita harus ingat bahwa kehidupan ini diatur oleh Allah (5). Òleh karena itu, marilah kita berupaya untuk menjadi "kaya di hadapan Allah".


3. Akibat dari ketamakan

(4) Seorang yang tamak bagaikan seekor babi, yang mencari makanannya dalam lumpur, tanpa peduli dari mana makanan itu berasal. Membungkuk ke tanah, ia tak memikirkan yang lain; ia tak lagi memandang ke surga. Seorang yang tamak tak melakukan suatu pun yang baik hingga akhir hayatnya.

Lihatlah, betapa rakus ia mengumpulkan harta kekayaan, betapa dengan penuh hasrat ia menyimpannya. betapa berduka ia bila kehilangan harta kekayaannya. Di tengah-tengah kekayaannya, ia tak menikmatinya; ia, seolah, tercebur ke dalam sungai, namun mati kehausan; berbaring di atas timbunan jagung, namun mati kelaparan; ia memiliki segalanya, namun tak berani menyentuh apapun; emasnya adalah benda yang sakral baginya, ia menjadikannya allahnya, ia memujanya.

(3AC) Akibat dari kebodohannya, ia mengalami kemalangan (Pkh 6:1-2 》dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatu pun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit).