Rabu, 29 Juni 2016

07.16 -

Luk 15:3-7

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya



Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu
.
(Yak 1:21)



Penanggalan liturgi

Jumat, 3 Juni 2016HR. Hati Yesus Yang Mahakudus - Tahun C/II (Putih)
Bacaan: Yeh 14:11-16; Mzm 23:1-3a, 3b-4, 5, 6; Rm 5:5b-11; Luk 15:3-7


1. Domba yang hilang

Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?

Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangga serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.

Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."

Renungan:

Kisah domba yang hilang merupakan sebuah narasi tentang cinta Allah yang mahaluas terhadap manusia.

Domba yang hilang adalah gambaran kita manusia. Sering kali kita mengingkari Tuhan yang amat mencintai kita. Kita meninggalkan kasih-Nya, jatuh dalam dosa dan mau memisahkan diri dari kasih Tuhan.

Namun, seperti gembala, Tuhan tidak ingin membiarkan kita hilang dan tersesat. Sekalipun kita menghilang, Ia tetap setia mencari dan menemukan kita. Sebab kasih-Nya pada orang benar dan pendosa tetaplah sama, tanpa pandang bulu.

Inilah cinta Tuhan yang tidak dapat diukur oleh kalkulasi manusia. Sebuah cinta tanpa kalkulator. Tuhan begitu mengasihi manusia, karena kita berharga di mata-Nya

Betapa Allah benar-benar menghargai setiap manusia, pribadi per pribadi, tanpa membeda-bedakan yang benar dan yang salah. Ia memosisikan dan menempatkan kita manusia sebagai subjek yang patut dikasihi dan dihargai dalam sukacita surgawi.

Semoga kita pun demikian bagi orang-orang yang terdekat dengan kita, orang-orang yang dipercayakan kepada kita, agar menjadi gembala yang baik bagi sesama kita.

Tuhan Yesus memberkati.




06.08 -

Mrk 12:28b-34

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. 
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Jumat, 9 Maret 2018: Hari Biasa Pekan III Prapaskah - Tahun B/II (Ungu)
Bacaan: Hos 14:2-10; Mzm 81:6c-8a, 8bc-9, 10-11ab, 14, 17; Mrk 12:28b-34

Minggu, 4 November 2018: Hari Minggu Biasa XXXI - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Ul 6:2-6; Mzm 18:2-3a, 3bc-4, 47, 51ab; Ibr 7:23-28; Mrk 12:28b-34

Kamis, 2 Juni 2016: Hari Biasa IX - Tahun C/II (Hijau)
Bacaan: 2 Tim 2:8-15; Mzm 25:4bc-5ab, 8-9, 10, 14; Mrk 12:28b-34


Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?"

Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. (2) Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.

Dan hukum yang kedua ialah: (1) Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."

Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga (3) mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan."

Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.




Renungan





1. Hidup yang berlandaskan kasih

Ahli Taurat bertanya hanya dengan tujuan ingin menguji Yesus, apakah Ia menghargai hukum Musa. Yesus memberikan jawaban yang menarik. Walau diminta memberikan satu hukum yang dianggap terbesar, Ia menjawab dua hukum.

Mengapa? Karena mengasihi orang lain adalah tindakan yang muncul bila orang mengasihi Allah.

Kedua hukum ini saling melengkapi. Kita tidak dapat melakukan yang satu tanpa memenuhi yang lain. Hukum itu menyatakan kewajiban manusia kepada Allah dan tanggung jawab kepada sesama.

Hidup manusia yang berlandaskan kasih ditopang oleh hati, jiwa, akal budi dan kekuatan dirinya dalam hidup itu.

Arus modernisasi dan teknologi yang pesat ini telah menyebabkan manusia lebih menyembah dan mencintai teknologi daripada Tuhan. Teknologi dijadikan dewa. Contoh nyata: orang bisa asyik BBM an saat ibadah berlangsung.

Sikap Yesus ini seharusnya juga menjadi sikap kita, terlebih saat kita berhadapan dengan orang yang membenci kita atau yang tidak menyukai kita. 

Ingatlah! Kebencian dan dendam adalah dua hal yang dapat menutup hati kita sehingga kita tidak akan mampu memberikan kasih kepada sesama kita.

Jika kasih sebagai jantung dalam hidup kita, maka hidup kita akan menjadi lebih damai.


2. Mengasihi Tuhan

(3) Mencintai dirinya sendiri adalah ”menerima diri sendiri apa adanya”, termasuk pengalaman-pengalaman yang menyakitkan, entah yang disadari maupun belum/tidak disadari. Jika kita belum selesai dengan penerimaan diri kita – diri sendiri apa adanya- , jangan pernah berharap kita ”bisa mencintai sesama” apalagi ”mencintai Tuhan”.

Bahwa dengan menerima diri sendiri apa adanya, kita dapat menerima orang lain seperti apa adanya mereka, tanpa menuntut orang lain menjadi seperti ‘mau’nya kita.

Mencintai seseorang saat kita tidak merasa aman, adalah hal yang perlu diperjuangkan dengan keras. Inilah yang dimaksud dengan mencintai dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan.

Mencintai Tuhan saat kita memperoleh musibah, penderitaan, kegamangan hidup, keputus-asaan, merupakan pergulatan batin yang mendalam dan memurnikan iman kepada Tuhan. Hidup seperti itulah yang disebut hidup yang bertumbuh, berkembang dan hidup yang selalu menghasilkan buah.

Mencintai Tuhan dalam keadaan apapun, menumbuhkan seseorang menjadi pribadi yang tenang, teguh, mantab, tangguh, pasrah dan bahagia. Pribadi seperti inilah yang selalu diinginkan Tuhan bagi kita.

Menjadi orang-orang yang mempunyai hati yang tulus, luas, tinggi dan dalam, yang selalu menebarkan ketenangan bagi siapa saja. Sudahkah kita menjadi orang yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi kita?

Tuhan Yesus memberkati.



3. Mengasihi Tuhan dan sesama

(1) Mencintai dirinya sendiri adalah ”menerima diri sendiri apa adanya”, termasuk pengalaman-pengalaman yang menyakitkan, entah yang disadari maupun belum/tidak disadari.

Jika kita belum selesai dengan penerimaan diri kita – diri sendiri apa adanya- , jangan pernah berharap kita ”bisa mencintai sesama” apalagi ”mencintai Tuhan”. Bahwa dengan menerima diri sendiri apa adanya, kita dapat menerima orang lain seperti apa adanya mereka, tanpa menuntut orang lain menjadi seperti ‘mau’nya kita.

Mencintai seseorang saat kita tidak merasa aman, adalah hal yang perlu diperjuangkan dengan keras. Inilah yang dimaksud dengan mencintai dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan.

(2) Mencintai Tuhan saat kita memperoleh musibah, penderitaan, kegamangan hidup, keputusaasaan, merupakan pergulatan batin yang mendalam dan memurnikan iman kepada Tuhan. Hidup seperti itulah yang disebut hidup yang bertumbuh, berkembang dan hidup yang selalu menghasilkan buah.

Mencintai Tuhan dalam keadaan apapun, menumbuhkan seseorang menjadi pribadi yang tenang, teguh, mantab, tangguh, pasrah dan bahagia. Pribadi seperti inilah yang selalu diinginkan Tuhan bagi kita. Menjadi orang-orang yang mempunyai hati yang tulus, luas, tinggi dan dalam, yang selalu menebarkan ketenangan bagi siapa saja.

Sudahkah kita menjadi orang yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi kita?



4. Kasih sebagai rujukan dalam perbuatan dan perkataan

Tuhan Yesus menekankan tindakan mengasihi sebagai yang terutama, karena Allah adalah Kasih itu sendiri. Allah menciptakan dunia dan segala isinya dengan kasih-Nya yang melimpah. Dunia ciptaan dan manusia adalah luapan kasih Allah. Hal ini berpuncak pada peristiwa inkarnasi, dimana Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Putra-Nya. Karena kasih-Nya yang begitu besar akan dunia ini maka Allah mengutus Yesus untuk menyelamatkan kita.

Ketika mengasihi menjadi hukum yang terutama, maka kasih hendaknya menjadi rujukan pokok dari setiap perbuatan dan tindakan hidup manusia. Pola perilaku dan sikap hidup mesti berakar pada hal ini. 

Maka kualitas keberimanan kita sebagai pengikut Kristus dinilai sejauh mana sikap hidup kita mengekspresikan kasih terhadap Allah dan sesama manusia. Sesama di sini juga berhubungan dengan alam ciptaan, sebagaimana diteladankan oleh St. Fransiskus dari Assisi.

Dunia saat ini semakin induvidualis. Sering kali kita menjadikan kepentingan pribadi yang egois sebagai sumber dan tujuan dari sikap dan tindakan kita. Orang seperti ini akan sulit untuk mencintai. Sebab dalam pikirannya bukan lagi apa yang harus saya berikan kepada sesama, tetapi apa yang sesama harus berikan kepada saya. 

Kita ditantang untuk membangun sikap hidup tanpa pamrih, yang terarah pada kemuliaan Tuhan dan kebahagian diri dan sesama.

06.08 -

Mrk 12:18-27

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya



Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu 
(Yak 1:21)



Penanggalkan liturgi

Rabu, 1 Juni 2016: PW. St. Yustinus Martir - Tahun C/II (Merah)
Bacaan: 2 Tim 1:1-3, 6-12; Mzm 123:1-2a, 2bcd; Mrk 12:18-27; RUybs.


Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu.

Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati. Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia."

Jawab Yesus kepada mereka: "Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah.

Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat!"

Ketika orang bertanya, maka itu berarti ia ingin mencari jawaban atas sesuatu, maka tindakan yang baik adalah menjawab apa yang ditanyakan oleh orang tersebut. Tapi apakah yang harus kita lakukan jika ada orang yang bertanya dengan maksud untuk mencobai kita?



Renungan



1. Jawablah dengan tenang dan sabar

Injil hari ini mengisahkan bagaimana orang-orang Saduki mengajukan pertanyaan kepada Yesus. Orang-orang Saduki tidak percaya tentang adanya kebangkitan. Oleh sebab itu mereka mengajukan pertanyaan kepada Yesus dengan maksud untuk mencobai-Nya supaya ada celah yang dapat mereka gunakan untuk melemahkan Yesus tentang ajaran mengenai kebangkitan.

Walaupun mereka bertanya dengan maksud untuk menjatuhkan Yesus, namun Ia tetap memberikan jawaban yang jelas kepada mereka

Belajarlah dari Yesus yang bersikap tenang dan tanpa amarah, punya pendirian jelas dan tak tergoyahkan, serta mampu memberi jawaban yang tepat dan benar.

Untuk mampu memberi jawaban yang tepat dan benar kita bisa mengunduhnya dari "Katekismus Gereja Katolik" atau Youcat (katekismus populer, berupa tanya jawab iman Katolik).

Katekismus sebagai satu penjelasan organis seluruh iman Katolik. Dengan demikian, orang harus membacanya sebagai satu kesatuan.

Guna Katekismus untuk memperdalam pengetahuan iman, agar iman semakin matang, semakin berakar dalam kehidupan, dan semakin bercahaya dalam kesaksian (KGK 18, 23).


2. Allah orang hidup

Yesus mengkritik kedangkalan iman orang-orang Saduki. Kebangkitan orang mati bukanlah soal siapa yang menjadi istri atau suami kelak, namun soal apakah dalam kehidupannya orang itu menjadikan Allahnya sebagai Allah orang hidup atau tidak.

Allah orang hidup itu terlibat dalam hati nurani yang murni, selalu mengingat orang lain dalam doa permohonannya, dan berani bersaksi tentang kebaikan Tuhan bahkan dalam penderitaannya seperti yang dilakukan oleh Rasul Paulus (2 Tim 1:7-12).

00.03 -

Penyakit

Menurut  Dr. Tony Turnier (dr. Switserland) penyakit dapat digolongkan menjadi :

1. 50% akibat dosa – sombong, dengki, malas, marah, tamak, rakus, cabul - pribadinya sakit (sin).

2. 25% akibat toxin – terlalu banyak makan/minum/merokok/obat dll.

3. 25% akibat maxim – terlalu banyak aktivitas dan kurang istirahat.

Jika mengalami suatu penyakit bukan masalah di atas, pasti Allah mempunyai suatu rancangan yang indah (Pkh 3:11); ujian terhadap iman (Yak 1:2-3); harus diuji dulu sebelum masuk dalam pelayanan (1 Tim 3:10).

(Sumber: Warta KPI TL No. 06/X/2004).




Selasa, 28 Juni 2016

23.54 -

Kemiskinan bukanlah suatu dosa



Saudaraku seiman, kalau ada diantara kita yang diijinkan oleh Tuhan berada dalam keadaan ekonomi yang pas-pasan bahkan cenderung kekurangan, janganlah berkecil hati. Menganggap itu sebuah dosa dan merasa Tuhan tidak berkenan kepada kita.

Lihatlah Yesus-pun lahir disebuah kandang dan dalam sebuah keluarga yang sangat sederhana. Jadi dapat kita mengerti dan memahami contoh yang Tuhan berikan, hingga kita selalu mensyukuri setiap berkat yang ada.

Bersyukurlah engkau masih bisa … secara gratis!
-  bernafas dan menghirup segarnya udara
- mendengar kicau burung di pagi hari, gemerecik aliran sungai dan ceracah serangga dan kumbang di keheningan malam (semua itu musik alam)
- memandang gemerlap bintang dan bulan (keindahan lukisan malam)
- merasakan kehangatan mentari pagi memanjakan kulit.

Sumber: Warta KPI TL No. 06/X/2004 » Crescendo 318 Tahun 38-2003).

23.45 -

Kasih Allah seperti matahari



Kasih Allah dapat disamakan dengan matahari, yang selalu memberi kehangatan dan sinarnya tetap dan terus-menerus, tidak bersyarat.


Ketika kita meninggalkan matahari, matahari tidak ikut beranjak pergi, terus bersinar. Kita dapat bersembunyi dari matahari, mengunci diri dalam ruangan tertutup yang tidak dapat dijangkau matahari. Mungkin kita akan merasa gelap dan kedinginan di tempat itu, tetapi matahari tetap tidak berubah. Kitalah yang berubah.

Allah berkata pada kita, “Jika engkau memilih pergi dari-Ku, Aku tidak dapat menghalangi/mengekangmu. Tetapi ingatlah kasih-Ku selalu ada bagimu. Aku akan selalu di sini menantimu.”

(Sumber: Warta KPI TL No. 06/X/20040)

23.37 -

Arti sebuah nama



Nama bukanlah hal yang sepele, dapat menunjukkan karakter/kepribadian seseorang.

Ada arti dalam yang terkandung di dalam nama seseorang. Seperti nama Yesus dipersiapkan Tuhan karena Ia-lah yang berperan sebagai juru selamat dunia (Mat 1:21).

Demikian pula saat Tuhan/Yesus mengganti nama
-  Yakup (penipu) menjadi Israel (Kej 32:28 - pahlawan).
- Simon (yang terombang-ambing) menjadi Petrus (Yoh 1:42 - batu karang yang teguh). 

Mungkin dari kita sudah terlanjur mendapat nama/memberi nama dengan pengertian kurang baik, tidak mudah mengganti nama secara langsung. Namun yang terpenting dihadapan Tuhan adalah apa kita telah mengganti karakter kita yang lama (yang buruk) dengan karakter yang baru (yang baik dan berkenan dihadapan Tuhan).

(Sumber Warta KPI TL No. 06/X/2004).





Shakespeare adalah pujangga Inggris legendaris menjadi legenda, bukan hanya karena kehebatan karya-karyanya, tetapi juga karena ada kalimat ciptaannya yang disalahpahami jutaan manusia.

Kalimat "Apalah arti sebuah nama?tertulis dalam teks drama yang disusunnya, ketika ia menciptakan kisah roman "Romeo dan Juliet", di babak kedua bagian kedua. 

Sebenarnya, dibandingkan kisah seutuhnya, kalimat itu tidak penting, bahkan masih banyak kalimat lain yang lebih bagus yang terdapat dalam teks drama tersebut. namun, kalimat itulah yang kemudian justru paling terkenal di seluruh dunia.

Juliet: "Hanya namamu yang menjadi musuhku. Tetapi kau tetap dirimu sendiri di mataku, bukan Montague. Apa itu "Montague"? Ia bukan tangan, bukan kaki, bukan lengan, bukan wajah, atau apapunj dari tubuh seseorang. Jadilah nama yang lain! Apalah arti sebuah nama? Harum mawar tetaplah harum mawar, kalaupun mawar berganti dengan nama lain. Ia tetap bernilai sendiri, sempurna, dan harum tanpa harus bernama mawar. Romeo, tanggalkanlah namamu. Untuk mengganti nama yang bukan bagian dari dirimu itu, ambillah diriku seluruhnya."


Lihatlah konteksnya:

Yang menjadi inti dari kalimat Juliet bukanlah penting atau tidak pentingnya sebuah nama, tetapi soal penerimaan sebuah identitas.

Nama "Romeo" membawa identitas suku Montague, suatu identitas yang tidak diterima suku Juliet. Juliet tidak peduli Romeo berganti nama dengan apapun, selama sukunya (Capulet) bisa menerimanya. Intinya di sini bukan soal nama, tetapi soal penerimaan identitas. Sekali lagi, lihatlah konteksnya.

Jadi, ketika menulis kalimat itu di dalam kisah drama yang dibuatnya, Shakespeare sama sekali tidak memaksudkan bahwa nama itu tidak penting. Tentu saja ia tetap menganggap nama sebagai sesuatu yang penting.

Teks memang penting, tetapi konteks jauh lebih penting. Ketika teks tercipta, ia tercipta bukan tercipta tanpa sebab, tetapi karena dikondisikan oleh konteks. 

Jadi, ketika seseorang menyatakan sesuatu, jangan hanya menilai ucapan atau perkataannya semata-mata, tetapi juga lihat dan nilailah keadaan yang membuatnya menyatakan atau mengucapkan kata-kata itu.

Perhatikan arti di setiap kataperhatikan makna di balik kalimatnya (William Shakespeare).

(Sumber: https://hoedamanis.blogspot.com/2010/09/apalah-arti-sebuah-shakespeare.html).