Sabtu, 29 September 2018

07.31 -

Ayb 1:6-22

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)



Penanggalan liturgi

Senin, 1 Oktober 2018: Pesta Theresia Lisieux, Perawan, Pujangga Gereja, Pelindung Misi - Tahun B/II (Putih)
Bacaan: Ayb 1:6-22; Mzm 17:1, 2-3, 6-7; Luk 9:46-50; Yes 66:10-14b; 1 Kor 12:31 – 13:13; Mat 18:1-5


Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap Tuhan dan di antara mereka datanglah juga Iblis. Maka bertanyalah Tuhan kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada Tuhan: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."

Lalu bertanyalah Tuhan kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."

Lalu jawab Iblis kepada Tuhan: (1) "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."

Maka firman Tuhan kepada Iblis: (2) "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan Tuhan.

Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: (3) "Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya, datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: (4) "Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: (5) "Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: (6) "Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."

Maka berdirilah Ayub, lalu (7) mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: (8A) "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (8B) Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.


Renungan


1. Respon ketika menghadapi ujian

(1) Dalam pandangan Iblis, manusia hanya taat kepada Allah karena ada pamrih, yaitu bila mendapatkan segala sesuatu yang dia inginkan. Bila tidak, tentu manusia tidak akan menyia-nyiakan waktunya bagi Allah. 

Pandangan tersebut kemudian diajukan Iblis kepada Allah sebagai gugatan untuk mencabut semua “fasilitas” yang sudah dimiliki Ayub sebagai ujian bagi iman Ayub dan Allah setuju (2). Dalam waktu yang hampir bersamaan, Ayub kehilangan seluruh miliknya (3-6).

Siapakah orang yang tidak hancur hati mengalami situasi demikian? Katakanlah harta masih dapat dicari, tetapi anak-anak yang selama ini begitu dia kasihi? Maka Ayub melakukan (7) sebagai tanda dukacitanya.

Cara pandang manusia terhadap kepemilikan sangat berpengaruh terhadap respon ketika miliknya itu diambil. Iman Ayub merespon cobaan ini secara mengagumkan (7, 8AB). Ayub sadar bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Tuhan, karena itu ia patut menerima bila Tuhan ingin mengambil semua itu kembali. Bagaimana dengan respon kita ketika mengalami ujian seperti Ayub?

Tuhan Yesus memberkati.