05.53 -
*Keluarga*
Keluarga sebagai tempat kehadiran Allah
Dalam Sakramen Perkawinan, Allah hadir dan mempersatukan laki-laki dan perempuan dalam ikatan yang dikehendaki-Nya. Ia menghendaki agar keduanya membangun keluarga dalam ikatan cinta kasih. Ia tidak hanya mempersatukan keduanya lalu meninggalkan mereka menjalani kehidupan di dunia ini. Allah yang berkuasa di sorga tetap hadir dalam keluarga yang mereka bangun dan menyertai orang tua dan anak-anak sepanjang hidup mereka.
Karena Allah senantiasa hadir di dalam keluarga, keluarga dapat disebut sebagai sebuah tempat suci. Dalam keluarga, khususnya dalam ibadah, Allah menjumpai seluruh anggotanya untuk mendidik mereka hidup menurut kehendak-Nya.
Jadi, di dalamnya seluruh anggota keluarga dapat menghadap Allah dan Allah pun berkenan untuk menjumpai mereka.
Tuhan hadir dan menyertai perjalanan umat-Nya (Mat 28:20b). Dia tidak hanya hadir di tempat ibadah, tetapi juga di dalam keluarga Kristiani yang sungguh berkumpul dalam nama-Nya, Tuhan berkenan hadir ditengahnya (Mat 18:20).
Dalam kesempatan ibadah keluarga, Tuhan sungguh hadir dan berfirman melalui sabda-Nya. Tuhan yang hadir dan menyertai perjalanan keluarga kita juga mengetahui setiap pergumulan dan masalah yang kita hadapi. Dia berkenan pula menanggapi harapan dan permohonan keluarga kita.
Marilah kita belajar dari Kej 18:1-15
[1-5] Tuhan menampakkan diri kepada Abraham ... ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah, serta berkata: “Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini. Biarlah diambil (1) air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini: biarlah kuambil (2) sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali ...”
[6-8] Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: “Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah (2’) roti bundar!” lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil (3’) seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya.
Kemudian diambilnya (1’) dadih dan susu serta anak lembu yang telah diolah itu, lalu dihidangkan di depan orang-orang itu.
» Bagi bangsa pengembara merupakan suatu kehormatan besar bila bisa menjamu orang asing di kemahnya. Kemurahan hati Abraham tampak dari jamuan mewah yang disiapkan, dia mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan.
[6-8] Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: “Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah (2’) roti bundar!” lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil (3’) seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya.
Kemudian diambilnya (1’) dadih dan susu serta anak lembu yang telah diolah itu, lalu dihidangkan di depan orang-orang itu.
» Bagi bangsa pengembara merupakan suatu kehormatan besar bila bisa menjamu orang asing di kemahnya. Kemurahan hati Abraham tampak dari jamuan mewah yang disiapkan, dia mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan.
[10] Firman-Nya: “Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, istrimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki.” Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang dibelakang-Nya. Tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: “...”
» Tamu itu tahu kerinduan keluarga ini dan bagaimana mereka menantikan janji Tuhan, bahkan tamu itu juga tahu bahwa Sara tertawa dalam hati ketika mendengar berita itu.
Mengapa Sara tertawa? Sara tidak percaya janji itu. Memang tidak mudah percaya janji Tuhan, jika kita hanya mengandalkan pikiran kita saja, sebab Tuhan itu terlalu besar dan ajaib perbuatan-Nya untuk kita pikir dengan segala keterbatasan kita. Untuk bisa percaya kepada Tuhan harus mempunyai relasi yang akrab dengan-Nya.
» Tamu itu tahu kerinduan keluarga ini dan bagaimana mereka menantikan janji Tuhan, bahkan tamu itu juga tahu bahwa Sara tertawa dalam hati ketika mendengar berita itu.
Mengapa Sara tertawa? Sara tidak percaya janji itu. Memang tidak mudah percaya janji Tuhan, jika kita hanya mengandalkan pikiran kita saja, sebab Tuhan itu terlalu besar dan ajaib perbuatan-Nya untuk kita pikir dengan segala keterbatasan kita. Untuk bisa percaya kepada Tuhan harus mempunyai relasi yang akrab dengan-Nya.
(Sumber: Warta KPI TL No.126/X/2014 » Renungan KPI TL Tgl 21 Agustus 2014, Dra Yovita Baskoro, MM).