Rabu, 08 Maret 2017

05.30 -

Malaikat-malaikat di sekitar kita

Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus: “Di mana kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?” 

Jawab Filipus: “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.”

Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya: “Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?”

Kata Yesus: “Suruhlah orang-orang itu duduk.” Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ. 

Setelah mereka kenyang, murid-murid-Nya mengumpulkannya dan mengisi dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan dari kelima roti jelai yang lebih setelah dimakan (Yoh 6:5-13).

Seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan adalah malaikat bagi orang banyak yang berbondong-bondong mengikuti Yesus

Ucapan syukur sikap yang mendatangkan mujizat.

Di bawah ini adalah sebagian kecil pengalaman hidup saya. Terkadang saya merasa tak ada jalan keluar dalam persoalan yang saya hadapi, namun Dia mengutus malaikat-malaikat-Nya yang berada disekitar saya sehingga mujizat nyata dalam kehidupan saya.

Suatu hari saya dipanggil oleh Uskup, katanya: “Romo Lulus, berangkat ke Filipina untuk belajar ...” Saya bertanya: “Apakah saya tidak kursus bahasa Inggris dulu?” Jawabnya: “Tidak!”

Jika saya melihat turis asing di paroki saya, setelah selesai Misa saya selalu menghilang. Suatu saat saya terjebak, ada seorang Belanda di dapur pastoral, melihat itu saya gemetar, maklumlah bahasa Inggris saya agak kacau saat itu. 

Dia berkata: “Nyuwun sewu, romo-ne pundi? Kulo Josh saking Londo.” Ketika mendengar itu saya kaget, hati saya lega dan langsung bersyukur kepada Tuhan karena dihindarkan dari rasa malu. Ternyata dia adalah seorang dosen bahasa Jawa di Belanda. 

Ketika di bagian imigrasi saya bingung, maklumlah baru pertama kali ke luar negeri. Ternyata saya tidak sendirian, ada lima orang yang sejenis saya. 

Ketika sedang mengisi formulir, dibagian kolom “sex” orang yang di depan saya menulis “belum pernah”. Saya mengatakan “jangan tulis seperti itu”, tidak ada hubungannya dengan itu, tetapi maksudnya adalah jenis kelamin, laki-laki atau perempuan. 

Ada dua orang di belakang saya yang juga ketakutan, mereka memegang baju saya dan meminta saya untuk membantu mengisi formulir. 

Setelah saya mengisi tiga formulir, saya berdoa dan membuat tanda salib. Petugas bertanya: “Apakah anda seorang Katolik?” Saya jawab: “Ya.” Ketika kedua orang di belakang saya melihat pemeriksaan tanpa kesulitan, mereka juga membuat tanda salib sambil mengatakan “Katolik” meskipun mereka tidak ditanya agamanya.

Bagi kedua orang di belakang saya, saya adalah malaikat mereka.

Sebelum mengikuti kuliah di Filipina, saya harus test “toefl”. Ketika hendak mengikuti test toefl, saya mengalami beban mental karena saya menyandang nama lulus, bagaimana kalau tidak lulus? 

Ketika memasuki ruangan test, saya melihat sahabat saya yang bernama Salomo, yang sedang menyelesaikan S3 di seminari dan juga jadi dosen bahasa Inggris S2. 

Ketika dia melihat saya, dia berbisik-bisik dengan sesama penguji. Entah apa yang dibisikkannya, yang terjadi saya lulus dengan nilai baik.

Bagi saya, Salomo adalah malaikat saya.

Setiap bulan saya mendapatkan uang saku dari keuskupan, tetapi jumlahnya sangat minim sehingga tengah bulan uang tersebut sudah habis. Akibatnya sehari saya hanya makan satu kali. 

Suatu hari saya bertemu dengan Romo Andre OP, saya katakan: “Carikan saya pekerjaan, saya nggak punya uang untuk makan.” Jawabnya: “Mau kerja apa?” Jawab saya: “Cuci piring ya nggak apa-apa.” 

Akhirnya saya ditawari pekerjaan oleh Romo Andre sebagai “bapak asrama untuk seratus lima puluh cewek Filipina”. Di sinilah Tuhan mempercepat saya belajar bahasa Inggris dan bahasa Tagalog sehingga kedua bahasa itu menjadi bagus. Tempat asrama dan tempat kuliah saya sangat jauh sehingga saya sering terlambat masuk kuliah. Akhirnya saya mengundurkan diri menjadi bapak asrama. 

Romo Andre adalah malaikat bagi saya.

Suatu hari ada seorang romo Nigeria yang sakit, saya diminta untuk menggantikannya memimpin Misa. Sesampainya di paroki yang bersangkutan, saya diberitahu bahwa Misa tersebut harus memakai bahasa Tagalog. 

Pada saat bertemu kosternya, saya katakan untuk terus mengikuti kemana saja saya pergi. Di waktu Doa Syukur Agung, tiba-tiba buku panduan yang saya baca terbalik halamannya karena angin, yang berasal dari kipas angin. 

Menghadapi hal ini saya sangat bingung sehingga keringat bercucuran sebesar jagung-jagung. Saat tegang itu, tanpa sadar saya mengangkat tangan sambil memandang ke langit-langit. 

Umat mengira saya mendapatkan penampakan, mereka langsung berlutut. Lalu saya panggil koster untuk memberitahukan saya sampai halaman berapa saya berdoa Syukur Agung. 

Sejak saat itu, saya menjadi terkenal dan ada banyak yang meminta saya untuk memimpin Misa sehingga saya mempunyai uang banyak.

Koster ini adalah malaikat bagi saya, karena saya terhindar dari rasa malu di hadapan kira-kira seribu umat di Filipina. 

(Sumber: Warta KPI TL No.124/VIII/2014 » Renungan KPI TL tgl 3 Juli 2014, Romo Lulus Widodo, Pr.).



Hendaklah hidupmu berpadan dengan Injil Kristus,

sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus,

melainkan juga untuk menderita untuk Dia.

(Flp 2:27-29)