Jumat, 17 Maret 2017

17.35 -

Ibadah keluarga sebagai sekolah iman

Dalam Sakramen Perkawinan, suami-istri berjanji untuk mendidik anak-anak mereka dalam iman Katolik. Tetapi ada banyak orang tua yang lupa dengan janjinya. 

Dalam arti umum iman berarti menerima kebenaran tentang Allah dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebenaran ini

Untuk dapat sungguh beriman, orang memerlukan dua hal 

1. mengenal siapa Allah yang sebenarnya (iman yang benar)
2.menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah dan mengandalkan-Nya.

Yang membedakan seorang yang beriman dari yang tidak beriman justru keyakinan akan kebangkitan badan dan kehidupan yang kekal

Orang beriman memang sedang menjalani kehidupan di dunia ini, tetapi ia sekaligus mengarahkan kehidupannya pada kehidupan abadi. Jadi, keyakinan akan kehidupan abadi menuntun kehidupannya di dunia ini

Dalam keluarga, terutama orang tua mempunyai tanggung jawab besar untuk memperkenalkan Allah yang benar kepada anak-anaknya

Tanggung jawab ini dimulai dan diwujudkan dengan mendidik anak-anak dalam doa. Tentu saja mendidik anak dalam doa tidak sekedar mengajak anak untuk menghafal doa-doa Katolik. Lebih jauh hal itu, membina anak-anak agar tumbuh menjadi orang memiliki iman yang matang di dalam Kristus dan sungguh berbakti kepada Allahnya.

Keluarga adalah sekolah pertama untuk keutamaan-keutamaan baik sosial maupun iman. Dalam keluarga anak-anak mendapat pengalaman pertama baik tentang masyarakat yang ada disekitarnya maupun pengalaman dalam hidup menggereja.

Guru yang paling efektif dalam keluarga adalah laki-laki (kepala keluarga, bapak) sebagai imam yang membawa istri dan anak-anaknya mengenal Allah yang diimaninya, guru kedua adalah ibu

Dalam Gereja-keluarga hendaknya orang tua dengan perkataan dan teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak merekaSejak dini anak-anak perlu diajar untuk mengenal Allah dan kehendak-Nya (LG 11; St. Yohanes Paulus II)

Dalam realita kehidupan modern ini, ada banyak kaum laki-laki yang sudah membangun rumah tangga tetapi mereka memiliki gaya hidup seperti bujangan, prioritas mereka hanya pada pekerjaan atau hobinya saja sehingga tenaga, waktu dan perhatiannya terkuras habis oleh pekerjaan dan hobinya

Hal inilah yang menyebabkan tidak ada komunikasi yang hangat di dalam keluarga. Setiap anggota keluarga sibuk dengan kegiatan masing-masing, baik ibu maupun anak-anaknya, akhirnya mereka tumbuh menjadi keluarga yang dingin sehingga sulit bersosialisasi dan tidak mempunyai empati terhadap orang lain, segala sesuatunya hanya diukur dengan uang, harta kekayaan yang menjadi tujuan utamanya.

Apa gunanya seorang memperoleh seluruh duniatetapi ia kehilangan nyawanya (Mrk 8:36).

Apabila di kemudian hari anakmu bertanya kepadamu: ... maka haruslah engkau menjawab anakmu itu: ... Tuhan membuat tanda-tanda dan mujizat-mujizat, yang besar dan mencelakakan, terhadap Mesir, terhadap Firaun dan seisi rumahnya, di depan mata kita; 

tetapi kita dibawa-Nya keluar dari sana, supaya kita dapat dibawa-Nya masuk untuk memberikan kepada kita negeri yang telah dijanjikan-Nya ... 

Tuhan, Allah kita, memerintahkan kepada kita untuk melakukan segala ketetapan itu dan untuk takut akan Tuhan, Allah kita, supaya senantiasa baik keadaan kita dan supaya Ia membiarkan kita hidup, seperti sekarang ini. 

Dan kita akan menjadi benar, apabila kita melakukan segenap perintah itu dengan setia di hadapan Tuhan, Allah kita, seperti yang diperintahkan-Nya kepada kita (Ul 6:20-25).

Tanda mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya (1 Yoh 2:3).

(Sumber: Warta KPI TL No.126/X/2014 » Renungan KPI TL Tgl 28 Agustus 2014, Dra Yovita Baskoro, MM).