Minggu, 30 Oktober 2016

23.00 -

Apa yang tidak dipikirkan Tuhan sediakan

Saya merindukan dapat bekerja lagi untuk membantu suami saya, tetapi saya mengalami kebingungan usaha apa yang akan saya lakukan. Maka masalah ini saya ceritakan pada seorang sahabat saya, dan dia mendukung saya dalam doa. 

Pada suatu hari, dia mendapat hikmat bahwa saya harus berjualan bubur ayam di rumah. Lalu dia mengajari cara membuat bubur tersebut sesuai dengan hikmat yang didapatkannya pada waktu berdoa. 

Setelah diajari cara membuat bubur ayam tersebut, saya tidak pernah mempraktekkannya. Pada suatu hari, saya membuat bubur ayam dan saya bagi-bagikan pada tetangga dan teman-teman; ternyata, tanggapan mereka positif. 

Sebagai manusia biasa, saya berpikir bahwa kalau berjualan di rumah, maka yang beli hanya orang itu-itu saja. Maka saya mencari tempat untuk berjualan di luar rumah. 

Setelah mendapatkan tempat, si pemilik tempat berkata bahwa baru saja ada orang yang mencari bubur ayam. Pikir saya: “Tuhan memang telah buka jalan bagi saya untuk berjualan di tempat itu.”

Suatu hari jualan saya baru laku hanya dua porsi, di dalam hati saya berkata: “Tuhan, hari ini kok sepi ya…, tapi saya percaya bahwa Tuhan yang menyuruh saya berjualan maka saya tidak kecewa karena kalau ada sisa bubur tersebut akan saya bawa ke panti asuhan di Ora et Labora Nirwana Eksekutif seperti biasanya.” Tiba-tiba ada seorang ibu yang datang ke tempat saya, dia membeli lima belas porsi. 

Setelah berjualan di luar rumah, anak-anak kurang terurus, tidak dapat mengikuti koor dan persekutuan doa, saya juga merasa begitu berat dalam membuat bubur tersebut. Yang terutama, hati saya terasa begitu gersang. Di sinilah saya baru menyadari bahwa saya kurang taat dengan hikmat yang telah diberikan-Nya. 

Akhirnya, saya berpamitan kepada orang yang menyewakan tempat tersebut. Lalu dia menawarkan panci presto, tetapi saya menolak untuk membeli, karena harganya mahal, dua juta. 

Tiba-tiba ada seorang ibu yang menawarkan panci baru yang sama persis dengan yang ditawarkan oleh pemilik tempat tersebut seharga tujuh ratus lima puluh ribu. Lalu saya berunding dengan suami saya dan dia menyetujuinya untuk membeli.

Sesampai di rumah, saya tidak tahu bagaimana cara memakainya karena begitu banyak tombolnya. Baru saja saya memikirkan cara memakainya, tiba-tiba ada langganan penjual sari dele yang datang ke rumah. Dia menawarkan undangan demo panci tersebut di Gramedia Expo. Di sinilah saya merasakan bahwa Tuhan begitu peduli dan mengerti saya sehingga Dia tunjukkan jalan-Nya secara langsung. 

Di demo panci tersebut saya datang terlambat sehingga tidak mendapatkan souvenir. Bagi saya, yang penting tahu cara memakai panci tersebut. 

Meskipun tidak mendapatkan souvenir, ternyata saya mendapatkan hadiah doorprize yang kelima untuk peserta. Mama saya berkomentar: “Memang Tuhan buka jalan untuk kamu berjualan bubur ayam.”

Melalui peristiwa ini, saya belajar untuk mengimani bahwa “apa yang tidak pernah kita pikirkan dalam hati”, Tuhan sediakan bagi anak-anak-Nya secara luar biasa. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 83/III/2011).