Minggu, 15 November 2015

Tiram dan Rajawali

Dua butir telur sedang berdiskusi tentang keinginan mereka untuk menjadi apa kelak.

Telur pertama berkata: “Aku ingin menjadi seekor tiram jika aku sudah menetas. Tiram itu hanya tinggal di dalam air dan tidak perlu membuat keputusan-keputusan. Arus gelombang akan membawanya berpindah ke suatu tempat, jadi percuma merencanakan sesuatu air laut akan menyediakan makanan baginya, jadi apa yang disediakan oleh air laut, itulah yang diterima tiram, tidak lebih dan tidak kurang. Itulah kehidupan yang cocok untukku. Memang kelihatannya sangat terbatas, tetapi aku tidak perlu membuat keputusan atau tanggung jawab. Hanya satu yang mengontrol hidupku, yaitu air laut.”

Telur kedua berkata: “Itu bukan kehidupan yang cocok untukku. Aku ingin menjadi rajawali. Rajawali bebas untuk terbang ke mana saja ia mau dan melakukan apa saja yang dia sukai. Memang, ia bertanggung jawab untuk mencari sendiri makanannya dan membuat keputusan untuk kelangsungan hidupnya. Aku tidak ingin hidupku ditentukan atau diperbudak oleh air laut seperti kamu. Sebab itu, aku akan berusaha meraih hal-hal yang dibutuhkan untuk dapat hidup sebagai rajawali.”

Orang Kristen yang mempunyai filosofi seperti tiram, menafsirkan segala sesuatu sebagai kehendak Tuhan.

Jika ia miskin dan tidak mengalami kemajuan di dalam hidupnya, maka ia akan mengatakan bahwa itu adalah kehendak Tuhan.

Jika ia sakit karena tidak menjaga kesehatannya, ia menganggap itu sebagai salib dari Tuhan, sedangkan ia sendiri tidak berusaha untuk mencari jawabannya.

Orang seperti ini menganggap bahwa Tuhanlah yang menentukan segala sesuatu di dalam hidupnya.

Marilah kita mengubah hidup dan mengalami kemajuan seperti rajawali yang mampu terbang tinggi pada saat badai dengan cara berusaha keras dan membekali diri sehingga mampu melakukan pekara-pekara besar di dalam Dia.

(Sumber: Warta KPI TL No. 46/II/2008; Tiram dan Rajawali, Mansor November 2007 No., 116 Tahun X)