Rabu, 01 Mei 2019

05.01 -

Luk 11:27-28

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Sabtu, 13 Oktober 2018: Hari Biasa XXVII - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Gal 3:22-29; Mzm 105:2-3, 4-6, 6-7; Luk 11:27-28

Sabtu, 12 Oktober 2019: Hari Biasa XXVII - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Yl 3:12-21; Mzm 97:1-2, 5-6, 11-12; Luk 11:27-28


Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata: (*) "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya."


Renungan


1. Apakah Yesus menyangkal Maria?

Tidak! Yesus ingin mengajarkan bahwa barangsiapa yang melakukan kehendak Bapa-Nya adalah anggota keluarga-Nya dalam Allah. 

Yesus mengatakan bahwa Bunda Maria pertama-tama adalah seseorang yang melakukan kehendak Allah Bapa. Oleh ketaatannya ini, Tuhan Yesus Sang Juru Selamat dapat datang ke dunia menjadi manusia dan tinggal di tengah- tengah kita (Yoh 1:14). Ketaatannya tidak terlepas dengan sifat kerendahan hatinya (Luk 1: 38 - aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu).

Tuhan telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia (Luk 1:48). Nubuat ini akan terpenuhi jika seseorang meneladani Bunda Maria dan setiap kali mendoakan doa Salam Maria.


2. Kebahagiaan sejati

(*) Inilah yang perlu dicari oleh manusia, mencari kebahagiaan sejati dalam sabda Allah. Sabda Allah itu harus memenuhi hati sedemikian rupa, sehingga tidak memberi kesempatan bagi roh jahat untuk berdiam di dalamnya dan menguasainya.

[Yak 1:21 》Firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu].

Kebahagiaan sejati adalah soal kedekatan kita pada Tuhan serta bagaimana kita mau mendengarkan suara-Nya dan bukan suara dunia. Kalau ada kebahagiaan yang sejati, mengapa terkadang kita masih mengejar kebahagiaan yang sementara?