Sabtu, 29 September 2018

04.41 -

Luk 8:19-21

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


 Firman yang tertanam di dalam hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)



Penanggalan liturgi

Selasa, 25 September 2018: Hari Biasa XXVTahun B/II (Hijau)
Bacaan: Ams 21:1-6, 10-13; Mzm 119:1, 27, 30, 34, 35, 44; Luk 8:19-21

Selasa, 24 September 2019: Hari Biasa XXV - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Ezr 6:7-8, 12b, 14-20; Mzm 122:1-2, 3-4a, 4b-5; Luk 8:19-21


Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya: "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau." Tetapi Ia menjawab mereka: (*) "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya."


Renungan


1. Persaudaraan sejati

Banyak orang suka menghubung-hubungkan garis persaudaraan, dari nenek sampai cucu-cicit. Namun persudaraan ini banyak yang tidak ada pengaruhnya dalam hidup sehari-hari, seperti misalnya masih saudara dekat tetapi tidak mau ikut menanggung penderitaan dari saudaranya yang sedang sakit atau punya kesulitan lain.

Kadang saling berkunjung antar saudara pun tidak pernah. Hubungan persaudaraan kadang kalah dengan hubungan bertetangga atau dengan hubungan persahabatan.

Tuhan Yesus tidak memperhatikan persaudaraan berdasarkan darah atau keturunan, tetapi persaudaraan yang dibangun karena orang mendengarkan Sabda Tuhan dan melaksanakannya. Dengan ini Bunda Maria disebut ibu Yesus bukan karena ia telah melahirkan-Nya, tetapi karena Bunda telah mendengarkan Sabda Tuhan dan melaksanakannya.

Inilah yang mau dibangun oleh Tuhan Yesus yaitu persaudaraan sejati yang didasarkan pada semangat Kerajaan Allah, iman dan kasih kepada Tuhan Yesus, mendengarkan dan melaksanakan Sabda-Nya.

Apa yang dibangun oleh Tuhan Yesus jelas nampak sekali hasilnya. Orang yang setiap hari mengikuti Ekaristi di Gereja, dan setiap kali bersalaman satu-sama lain, lama kelamaan akan terbangun persaudaraan, artinya bukan hanya saling melihat, tetapi mungkin saling berkunjung dan saling membantu. 

Orang yang tergabung dalam persekutuan doa akhirnya menumbuhkan ikatan rohani dan mengakibatkan tumbuhnya persaudaraan yang sungguh, karena mereka mendengarkan dan melaksanakan Sabda Tuhan.

Kelompok lingkungan yang dibangun melalui Ekaristi, doa-doa dan pendalaman iman, lama-kelamaan akan terbangun menjadi persaudaraan sejati, bukan hanya bersadarkan teritori, tetapi karena adanya keterlibatan dan tanggung-jawab bersama. Dengan demikian Gereja bukan hanya merupakan organisasi, tetapi merupakan persaudaraan, karena kita anak-anak Allah.


2. Kekuatan keluarga rohani

Menanggapi keluarga yang mencari-Nya, Yesus berkata: "(*)". Mendengar kata-kata itu, bukan hanya keluarga yang terkejut, tetapi semua orang yang berada di sana pun terkejut. Ini adalah pernyataan yang tidak terduga sebelumnya. Yesus memperkenalkan "keluarga rohani" yang jauh mengatasi batasan keluarga biologis.

Apapun situasi keluarga biologis kita, entah menyenangkan, entah menyedihkan, entah memberi seribu kenangan indah atau mengingatkan kita pada pengalaman buruk, kita memperoleh peluang yang sama di dalam keluarga Yesus. 

Kita semua dapat menjadi satu keluarga rohani di dalam Yesus. Tentu saja keluarga rohani ini pun tidak sempurna. Saudara dan saudari dalam Kristus memiliki keterbatasan, kekurangan dan kelemahannya masing-masing. Akan tetapi keluarga ini juga memiliki kekuatan karena Allah Bapa sebagai kepala, Yesus sebagai anak sulung dan Roh Kudus menjadi pengikat persatuan dalam relasi kasih.