Senin, 03 April 2017

07.28 -

Kotbah

K.U.P.A.S

Ini adalah salah satu teknik berkotbah yang mudah untuk diterapkan. KUPAS sengaja saya tulis capital (huruf besar semua) karena ia adalah akronim dari Kuasai-Ungkapkan-Peragakan-Ajukan pertanyaan-Simpulkan.



KUASAI



Menguasai situasi dan umat berarti mengenali situasi dan umat dimana kotbah disampaikan. Mengenali situasi dan umat akan membuat Anda jauh lebih tenang dan nyaman. 


Lakukanlah percakapan khusus dengan pimpinan ibadah tempat Anda berkotbah. Lakukan koordinasi dengan petugas ibadah setempat dan tanyakan hal-hal yang ingin kita ketahui. Seperti, dalam ibadah apa kita melakukan kotbah? Apakah ibadah hari Minggu, ibadah rumah tangga, ibadah syukur, ibadah duka, dll. Seandainya ibadah duka, cari tau informasi tentang almarhum/ah. Tanyakan juga, apakah kotbah dilakukan didalam ruangan atau diluar ruangan, berapa lama waktu berkotbah, adakah sarana pendukung lain yang digunakan, siapa saja yang akan hadir, berapa usia mereka, apa saja jabatan mereka, berapa rasio jumlah pria dan perempuan, berapa banyak anak-anak yang datang, dan lainnya sesuai kebutuhan Anda.

Ciptakan rasa bersahabat dengan petugas-petugas pendukung ibadah yang mendukung kotbah kita. Jangan sombong kepada, misalnya: petugas audio, multimedia, penerima tamu, majelis bertugas, dll. Ramah dan ajaklah kerjasama dengan bahasa himbauan/ajakan jangan dengan bahasa perintah. Dan jangan lupa, tersenyumlah kepada mereka. 



UNGKAPKAN


Setelah Anda menguasai materi kotbah dan situasi serta umat pendengar kotbah Anda, giliran Anda membawakan kotbah. Membawakan kotbah bisa dimaknai sebagai mengungkapkan. Kata ungkapan pada akronim KUPAS terdiri dari dua bagian besar. Ungkap secara verbal atau kata-kata Anda. Ungkap secara non verbal atau gesture, ekspresi, moving/gerakan, eye contact atau tatapan mata Anda dan style dress atau tampilan pakaian Anda dalam berkotbah. Bahasa non verbal menyangkut juga didalamnya vokal Anda. 

PERAGAKAN

Peragakan adalah sepenuhnya teknik menyampaikan kotbah secara non verbal. Kalau kata-kata yang dikotbahkan adalah teknik verbal, maka teknik non verbal adalah sesuatu yang diperagakan. 


Sedikitnya ada lima aspek yang terlibat dalam teknik non verbal ini: Gestur, Ekspresi, Moving/pergerakan, Eye contact/kontak mata, dan Style dress/tampilan pakaian. Saya menyingkatnya menjadi GEMES.


AJUKAN PERTANYAAN



Salah satu teknik berkotbah yang paling sederhana dalam menarik perhatian umat terhadap kotbah Anda adalah: Ajukan pertanyaan

Sudah jadi rahasia umum bahwa problem utama seorang pengkotbah adalah menarik perhatian umat. Umat sudah ribuan kali mendengar kotbah. Umat juga datang ke ibadah setelah menyelesaikan beberapa urusan atau pekerjaan lain, sehingga kurang fokus atau konsentrasi terpecah karena banyak sebab. 

Mengajukan pertanyaan adalah cara efektif untuk membuat umat fokus dan konsentrasi kepada kotbah Anda


SIMPULKAN Jangan pernah akhiri kotbah Anda dengan menimbulkan kebingungan bagi umat. Tapi akhiri kotbah Anda dengan sesuatu yang bermakna yang akan mereka ingat dalam jangka waktu yang panjang. Tutup kotbah dengan menyimpulkan inti kotbah Anda. Buatlah dalam bentuk kalimat pernyataan. 

Selanjutnya sampaikan call to action atau seruan untuk bertindak. Jangan pernah menutup kotbah dengan kesimpulan yang terlampau panjang. Satu hal lagi, jangan pernah minta maaf di bagian kesimpulan ini. 


MembangunSoftskillsseorang pengkotbah:

1. Mengatasi kegugupan dan rasa grogi dengan baik



2. Mengenali dan membangun kedekatan dengan umat



3. Memutuskan satu dari berbagai pilihan kiat yang ada, untuk membuka/menutup kotbah

4. Menggunakan humor dengan cerdas

5. Membaca suasana hati yang dialami umat dan kemudian menggunakan metode penyajian yang sesuai

6. Secara halus menafsirkan makna dalam sebuah cerita yang dibawakan, untuk kemudian menonjolkan emosi yang terkandung di dalamnya

7. Dan lainnya yang bersifat situasional dan harus disikapi dengan cerdas dan tepat waktu




TEN TIPS FOR PREACHER

1. Focus on the audience: Kotbah kita adalah bukan mengenai kita tetapi mengenai jemaat. Ini tentang hasil dari pikiran, perasaan dan apa yg kita lakukan yang merupakan bimbingan Roh Kudus, untuk jemaat



2. Keep it simple: Bawakan kotbah yang sederhana, tepat sasaran, tidak bertele-tele



3. Tersenyumlah

4. Rehearse...rehearse: Kerap berlatih lewat miroring proses

5. Make friends with people: apabila kita kotbah bukan ditempat biasa kita, maka kita harus menjalin kerjasama dengan orang-orang yang akan mendukung kotbah kita (soundman, yg mengatur peralatan LCD/listrik dll), jangan sombong kepada mereka, ramah dan ajaklah kerjasama dengan diksi himbauan dan tersenyumlah.

6. Dress to impress: cerdas dalam berpakaian, tata rambut, dasi, baju, warna, kontras, formal/semi formal/casual/semi casual (look smart)

7. Be comfortable: anda adalah unik, tidak ada yang sama dengan anda, anda spesial, jadilah diri anda dan orang pasti akan percaya dengan anda

8. Stand still: apabila kita berdiri didepan jemaat, adrenalin kita akan menyembur keluar membuat kita serasa akan terbang. 
Jangan melakukan body weaving (seperti orang bertinju)


9. Tell a Story: Ingat, orang dewasa seperti anak sekolah minggu, mereka senang mendengarkan cerita



10. Antusiaslah...!


Membuat tema kotbah:



Ada denominasi gereja yang Majelis Sinodenya telah menentukan Nas sekaligus menentukan Tema dari kotbah. Walau lebih banyak lagi yang tidak menentukan Nas bacaan apalagi Tema kotbah. Saya menyarankan kepada pengkotbah yang Majelis Sinodenya telah menentukan tema kotbah agar sebaiknya tetap mencari tema yang berbeda.



Mengapa? Karena pergumulan tiap orang setelah membaca Nas, berbeda. Proses ‘masuk’ kedalam Nas bacaan akan berbeda untuk setiap orang. Bahkan, sekalipun penyusun tema dari Majelis Sinode adalah seorang teolog, tidak akan memudahkan bagi pengkotbah yang mempersiapkan kotbahnya sendiri untuk memahami tema dimaksud. 


Karenanya, pengkotbah sebaiknya mencari dan menemukan sendiri 2tema kotbahnya sendiri, setelah ‘masuk’ kedalam Nas. Intinya, kita akan merasakan empati yang mendalam terhadap kotbah yang kita susun apabila kita menemukan tema kotbah secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Karena proses menemukan tema kotbah adalah proses yang ...


1.Menulis tapi tidak dibaca

Menulis tapi tidak dibaca, ini juga prinsip dalam berkotbah. Maksudnya adalah dalam mempersiapkan kotbah kita menulis kotbah (membuat catatan kotbah) - baik keseluruhan maupun bagian besarnya saja - tetapi dalam membawakan kotbah tersebut kita tidak membaca apa yang kita tulis

Karena sebenarnya fungsi menulis adalah berbeda dengan berkata-kata atau berkhotbah. Masih terlalu banyak pengkotbah yang menggunakan tulisan yang dibaca dalam berkotbah. Seluruh tulisan utuh seperti sebuah artikel dibacakan utuh dalam kotbahnya. Membaca tulisan utuh ketika berkotbah, jelas-jelas sebuah kesalahan.

Bagaimana sebaiknya? Tulisan kotbah kita secara utuh - sebaiknya adalah karya sendiri jangan kutip dari internet - sah-sah saja kita buat. Tetapi tidak berhenti sampai situ saja. Tulisan utuh tersebut sebaiknya diringkas dalam bentuk pointer atau poin-poin saja. 

Misalnya, tulisan utuh yang terdiri dari beberapa paragraf disingkat menjadi satu paragraf satu kalimat. Sehingga apabila tulisan utuh kotbah kita terdiri dari 12 paragraf maka pointer kotbah kita menjadi hanya 12 poin atau 12 kalimat saja.

Untuk menghindari ‘membaca renungan’ dalam kotbah sambil tetap dapat melekatkan (bukan menghafal) materi kotbah dalam benak kita, sebaiknya lakukan dua hal ini: 

1) Buat tulisan utuh khotbah anda kemudian baca berulang-ulang tulisannya; 
2) Ringkaskan tulisan lengkap tersebut kedalam poin-poin dalam bentuk pointer dan atau minds map atau roman room.

Yang ‘dibacakan’ dalam kotbah adalah yang ringkasannya bukan tulisan utuhnya. Karena bentuk atau besar kertas ringkasannya akan disesuaikan dengan besar Alkitab atau sebesar-besarnya adalah ukuran A5 atau 14 cm x 21 cm. 

Berkotbah tanpa catatan, disebabkan oleh salah satu atau sekaligus ketiga hal ini: malas, sombong atau tidak tahu.


Membuat pendahuluan kotbah

Banyak pengkotbah tidak memahami fungsi pentingnya pendahuluan dalam kotbah. Rata-rata pengkotbah belum tahu bahwa kotbah harus didahului oleh pendahuluan

Kotbah yang tanpa pendahuluan ibarat sebuah ‘sosis’. Dari ujung pertama sampai ujung terakhir bentuk dan isinya sama. Tidak berbeda seperti sosis. Ada baiknya kotbah bisa dibedakan antara pendahuluan, isi dan penutup. Jemaat biasanya tahu mana bagian isi dan bagian penutup. 

Tetapi jemaat kurang tahu bagian pendahuluan kotbah. Jemaat tidak tahu karena pengkotbah tidak mempersiapkannya. Karenanya dibutuhkan pendahuluan kotbah yang mempertegas perbedaan bagian demi bagian dalam khotbah. Dalam pada itu, masih ada pengkotbah yang lalai memahami bahwa pendahuluan kotbah hanya sebagai pengantar pada isi kotbah. 

Pengkotbah membuat pendahuluan yang sama bahkan melebihi panjang isi kotbah. Sebaliknya, ada pengkotbah yang langsung masuk kepada isi kotbah tanpa sama sekali membuat pendahuluan kotbah. Berikutnya, masih saja ada pengkotbah yang belum memahami fungsi pengantar pada pendahuluan khotbah. 

Bahwa pendahuluan kotbah adalah kesan pertama yang ditangkap oleh jemaat pendengar kotbah. Apabila kesan pertama sudah jelek, maka kotbah akan tidak didengar oleh jemaat

Adalah sangat baik kita memberikan kesan yang ‘wow’ pada pendahuluan kotbah, agar kotbah kita akan ditunggu-tunggu kelanjutannya. Jemaat akan dengan fokus mendengar kelanjutan kotbah kita karena kotbahnya dibuka dengan sangat menarik.

Harus dibedakan antara membawakan kotbah dengan menyusun kotbah. Sekalipun pendahuluan dalam urutan kerangka kotbah adalah urutan pertama, dalam langkah membuatnya adalah urutan terakhir, sebab pendahuluan menjadi sarana memperkenalkan isi khotbah. Karenanya isi kotbah harus dibuat lebih dahulu, pendahuluan belakangan.

Pendahuluan kotbah adalah cara memperkenalkan apa yang akan dikotbahkan. Sifat pendahuluan seharusnya: singkat, menarik, memberi minat untuk mendengar, sederhana. Seperti iklan, seperti etalase toko, yang membuat orang tertarik.

Pendahuluan harus singkat, memiliki hubungan langsung dengan tema kotbah atau Nas. Dan, memiliki hubungan langsung dengan pendengar. Hindarilah sikap atau kesan kurang siap, tidak percaya diri, kurang simpatik, kurang menguasai bahan. Atau, hindarilah sikap yang berlebih-lebihan dengan banyak janji.

Dalam menyusun pendahuluan kotbah dengan metode Tunggal Tri ini, saya membagi pendahuluan khotbah yang satu itu kedalam tiga bagian. 

Bagian pertama saya sebut ‘sapa’. 
Bagian kedua saya sebut ‘tanya’. 
Bagian ketiga saya menyebutnya ‘tujuan’. 

Apabila disingkat menjadi STT, yang mengingatkan kita kepada akronim Sekolah Tinggi Teologi, tempat orang belajar - salah satunya - ilmu berkotbah. 

Bagian ‘SAPA’ bisa diisi dengan ucapan selamat pagi, siang, sore, atau malam tergantung waktu berkotbah. Bisa juga ditambah menyapa dengan kata: ‘Syalom’, ‘Haleluya’ atau ‘Salam Sejahtera’, dll. Sehingga apabila digabung menjadi: “Syalom, selamat malam saudara-saudara terkasih dalam Yesus Kristus’. 

Kata sapaan ini penting, karena dapat kita jadikan sebagai alat untuk jemaat merespon sapaan kita. Dalam berbagai kesempatan kotbah saya ‘menuntut’ respon jemaat atas salam sapa saya. Saya melakukan sapaan ‘syalom’, lalu saya menunggu respon dengan meletakkan lipatan tangan saya ke kuping saya

Setelah jemaat merespon, saya akan berkata: ‘Semangat, sukacita, kegembiraan biasa kita sebut ANTUSIAS’. Tahukah saudara-saudara? Bahwa kata antusias berasal dari dua kata yunani ‘en’ dan ‘theos’ yang artinya didalam Tuhan? 

Jadi mereka yang semangat, sukacita dan bergembira adalah mereka yang hidupnya didalam Tuhan’. 

‘Tadi respon jemaat kurang antusias’. Saya ulangi: Syalom…! Maka dengan seketika jemaat merespon dengan suara bergemuruh ‘syalom…!’. 

Saya telah berhasil ‘merangkul’ jemaat untuk mendengarkan kotbah saya selanjutnya karena saya telah berhasil menarik perhatian mereka. Menarik perhatian adalah kata kuncinya. Kesan pertama yang baik akan membuat jemaat akan berkeinginan besar mendengarkan lebih lanjut kotbah pengkotbah.

Bagian ‘TANYA’ dapat diisi dengan pertanyaan seputar kesehatan jemaat atau kabar jemaat. Misalnya: ‘Apa kabar?, apakah sehat-sehat semua?’ Atau dapat juga bertanya seputar Nas bacaan, misalnya: Apakah yang terlintas dibenak Saudara-saudara sekalian ketika membaca kitab Ayub? Siapakah Ayub? Kenalkah saudara-saudara dengan Ayub? Atau dapat juga kita mengajukan pertanyaan seputar tema kotbah yang akan dibawakan

Atau seputar tiga bagian besar yang akan diurai dalam isi kotbah. Mari kita ambil dari kotbah contoh 1 dimana Nas terambil dari I Samuel 13:13-22.: yang bertema BETA PATUH (Belajar Taat Pada TUHAN), akan menjadi begini pertanyaannya: ‘Saudara-saudara sekalian tahukah anda, kepada siapa Daud Patuh? Kepada Samuelkah? Atau kepada siapa? 

Pada kotbah contoh 2 dengan judul HATI HAMBA (Melihat Hati Bukan Rupa) 1 Samuel 16:1-13, dapat dibuat kalimat Tanya seperti ini: ‘Mengapa Allah tidak memilih Saul’? Mengapa Allah tidak memilih saudara-saudara Daud yang adalah tentara’? ‘Mengapa Allah Memilih Daud’? 

Maksud memakai kalimat tanya adalah karena dengan bertanya, pengkotbah dapat merebut perhatian jemaat. Pertanyaan yang diajukan dapat membuat jemaat berpikir. Keadaan dimana jemaat berpikir adalah cara yang efektif untuk membuat jemaat fokus pada kotbah dan bersiap mendengar bagian berikut.

Bagian ‘TUJUAN’ pada pendahuluan khotbah adalah berisi tujuan kotbah, yaitu tiga pokok gagasan yang ada dalam tiga bagian besar (BB 1, BB 2, BB 3) pada bagian isi khotbah. 

Jemaat melalui pendahuluan kotbah ini diberitahu bahwa tujuan kotbah adalah merenungkan tiga pokok gagasan yang masing-masing disebutkan dalam bagian pendahuluan kotbah dimaksud. 

Dengan demikian jemaat sudah diberitahu sejak semula bahwa akan mendengarkan isi kotbah dalam tiga bagian yang masing-masing berjudul berbeda. 

Diharapkan bahwa dengan jemaat mengetahui apa yang akan direnungkan, terlebih lagi pilihan judul pokok gagasan atau bagian besar dibuat menarik, maka jemaat akan tertarik mendengarkan dan menyimak kotbah dengan seksama

Mari kita ambil dari kotbah contoh 1 dimana Nas terambil dari I Samuel 13:13-22: yang bertema BETA PATUH (Belajar Taat Pada TUHAN), kalimat pada bagian ‘TUJUAN’ ini akan berbunyi seperti berikut: ‘Sekarang kita akan masuk pada kotbah yang bertemakan BETA PATUH (Belajar Taat Pada TUHAN) dengan merenungkan tiga pokok gagasan yang saya sebut 3 JANGAN: Jangan Tidak Taat (Ayat 13), Jangan Jatuh (Ayat 14) dan Jangan Ditinggalkan (Ayat 15-22)’. 

Demikian juga apabila kita mengambil dari kotbah contoh 2, kalimat pada bagian ‘TUJUAN’ akan berbentuk seperti ini: ‘Sekarang kita akan masuk pada kotbah yang bertemakan HATI HAMBA (Melihat Hati Bukan Rupa) yang terambil dari Nas 1 Samuel 16:1-13, kita akan merenungkannya melalui tiga pokok gagasan yang saya sebut 3M, sebagai berikut: melihat (ay. 7), Menetapkan (ay. 12), mengurapi (ay. 13).

Demikian cara membuat pendahuluan kotbah. Dimana pendahuluan kotbah dibagi kedalam tiga bagian: sapa, tanya dan tujuan (STT). Cukup singkat dan mudah, bukan? Melihat uraian diatas tentu saja kita akan beranggapan bahwa menyusun pendahuluan kotbah sangatlah mudah. 

Berikut ini saya gabungkan ketiga bagian dalam pendahuluan khotbah ini kedalam contoh 1, seperti ini: 

“Syalom, selamat malam saudara-saudara terkasih dalam Yesus Kristus. Apa kabarnya? Semoga sehat senantiasa. Saudara-saudara sekalian tahukah anda, kepada siapa Daud Patuh? Kepada Samuelkah? Atau kepada siapa? Jawabnya nanti dalam kotbah ya? 

Sekarang kita akan masuk pada khotbah yang bertemakan BETA PATUH (Belajar Taat Pada TUHAN) dimana Nas terambil dari I Samuel 13:13-22, dengan merenungkan tiga pokok gagasan yang saya sebut 3 JANGAN: Jangan Tidak Taat (Ayat 13), Jangan Jatuh (Ayat 14) dan Jangan Ditinggalkan (Ayat 15-22)’.

PENTING…!

Pendahuluan atau pembuka kotbah adalah pengantar menuju isi kotbah. Isi pendahuluan kotbah meliputi: tema, pertanyaan, dan pokok-bagian besar

1. Pendahuluan dapat diisi dengan kutipan ayat emas, ilustrasi singkat, kutipan kata-kata mutiara dari tokoh terkenal atau dapat juga pengkotbah bernyanyi

2. Jangan membuka kotbah dengan sesuatu yang tidak ada dalam isi kotbah. Pendahuluan kotbah hanya mengantar ke arah isi khotbah. Pendahuluan kotbah bukan isi kotbah. 

3. Kalimat-kalimat dalam pendahuluan kotbah sebaiknya dikonsep sesingkat mungkin, untuk menghindari pembukaan yang bertele-tele.

Gagal mempersiapkan kotbah adalah mempersiapkan 'gagal kotbah'.

Berkata-kata bukan membaca

Berkotbah adalah berkata-kata. Berkotbah bukanlah membaca. Kalau kotbah ditulis dalam bentuk yang utuh lalu dibacakan sampai ke titik dan komanya, maka itu bukan lagi disebut berkotbah. Tetapi membaca renungan namanya. 

Kotbah adalah kata-kata, renungan adalah tulisan. Kotbah itu lisan, renungan itu tulisan. Keduanya berbeda dan tidak dapat disatukan karena memang harus dipisahkan. 

Ada begitu banyak pengkotbah yang melakukan kesalahan mendasar ini. Para pengkotbah itu tidak memahami perbedaan antara berkata-kata dengan membaca. 

Mata para pengkotbah terpaku pada tulisan yang ia baca. Hanya sesekali mengangkat kepala melihat jemaat. Itupun tanpa kontak mata yang baik dan benar dengan jemaat. Keseluruhan kotbah, dari awal sampai akhir hanya membaca tulisan. Bukannya berkata-kata malah membaca. Hal tersebut mutlak salah.

Membaca tapi tidak membaca, ini prinsip dalam berkotbah. Maksudnya adalah, berkotbah bukanlah membaca keseluruhan kotbah yang telah ditulis. 

Maksudnya, berkotbah adalah membaca hanya outline atau garis besarnya saja. Seandainya hanya membaca outline atau garis besar saja dapat dikatakan pengkotbah tidak membaca. Begitupun, ada teknik yang dapat digunakan untuk pengkotbah membaca outline dengan tanpa terlihat membaca.

Tidak ada kotbah bagus atau buruk, yang ada adalah kotbah yang dipersiapkan dan kotbah yang tidak dipersiapkan.



Melekatkan materi kotbah bukan menghafal

Agar materi kotbah yang telah disiapkan tidak dibaca, maka materi kotbah tersebut harus dilekatkan ke benak. Apakah sama dengan menghafal? Tidak. 

Menghafal beda dengan melekatkan ke benak. Menghafal semacam membaca ulang seluruh kotbah lengkap dengan titik komanya bahkan kata, kalimat, praragrafnya sama antara yang ditulis dengan yang dikatakan. 

Sementara melekatkan ke benak adalah tidak sama persis antara yang ditulis dengan yang dikatakan/dikhotbahkan.

Contohnya: Salah satu paragraf dalam materi kotbah yang kita tulis, akan berbeda sedikit susunan maupun kata-katanya dengan apa yang secara lisan kita sampaikan. 

Tetapi ayat yang kita katakan (misal: yang ada dalam paragraf tersebut) akan kita katakan dalam kotbah kita dengan tepat persis titik koma dan kata per kata sesuai ayat tersebut. Itu namanya menghafal. Ayat dihafal, kotbah dilekatkan ke benak.

Melekatkan ke benak tidak sama dengan menghafal. Melekatkan ke benak adalah proses memindahkan materi kotbah yang ditulis kedalam benak kemudian dilekatkan kebenak untuk disampaikan dalam kata per kata melalui sebuah kotbah. 

Akan banyak kata, kalimat, paragraf yang hilang atau lupa kita khotahkan, tidak mengapa. Karena akan banyak juga kata, kalimat dan paragraf yang bertambah yang kita kotbahkan yang tidak ada dalam materi kotbah yang kita siapkan. 

Ada serangkaian proses yang harus dilalui untuk berhasil melekatkan materi kotbah ke benak pengkotbah. Sejak menulis materi kotbah dalam bentuk utuh sebuah artikel, proses itu telah dimulai. Selanjutnya, tulisan utuh materi kotbah di ringkaskan kedalam bentuk poin-poin atau pointer. Kemudian tulisan utuh materi kotbah dan pointer dibaca secara berulang dengan metode 2-1-2. Setelahnya, pointer tersebut dituangkan kedalam bentuk gambar bernama minds map dan atau roman room.

Catatan:

1) Materi kotbah janganlah dihafal. Disamping mustahil, memanglah lebih baik diingat strukur materi kotbahnya. Bukan kata per kata sampai titik komanya.

2) Hafallah beberapa ayat emas dalam Alkitab.

3) Makin banyak menghafal ayat akan menambah efek WOW dalam kotbah Anda.


Membuat penutup kotbah

Tidak semua pengkotbah menutup kotbahnya dengan baik dan benar. Memang benar, bahwa kata ‘amin’ adalah penutup kotbah. Tetapi, penutup kotbah tidak hanya kata ‘amin’ belaka. Penutup khotbah seharusnya tidak terdiri hanya kata ‘amin’saja. Jemaat tidak mengetahui sebelumnya bahwa kotbah sudah akan berakhir, tiba-tiba saja sudah ‘amin’. Banyak pengkotbah belum tahu, penutup kotbah terdiri dari apa saja.

Kebanyakan pengkotbah tidak mengulang kembali ‘kalimat kunci’ pada Bagian Besar (BB) kotbahnya. Sehingga jemaat lupa dengan pokok gagasan kotbah. Jemaat pulang dengan tidak mengingat apa pokok gagasan kotbah pelayan Firman. Padahal, bagian akhir kotbah adalah bagian yang paling akan diingat oleh jemaat

Kesan yang melekat di benak jemaat ketika pulang dan sampai beberapa hari kedepan adalah penutup khotbah. Bagian awal dan bagian tengah kotbah mungkin banyak yang terlupakan, bagian akhirlah yang akan teringat terus.

Dalam pada itu, pada bagian penutup kotbah ini, banyak pengkotbah yang kesulitan untuk mengakhirinya dengan kata ‘amin’. Banyak pengkotbah yang berputar-putar sebelum sampai pada kata ‘amin’. 

Karenanya, susunlah penutup kotbah yang tidak terdiri dari kata ‘amin’ saja. Penutup kotbah sebaiknya terdiri dari pemberitahuan atau deklarasi bahwa kotbah anda akan berakhir dan ringkasan dari bagian besar atau pokok gagasan kotbah, baru setelahnya akhiri dengan kata ‘amin’. 

Deklarasi akan berakhirnya kotbah dimaksud untuk jemaat bersiap mendengarkan ringkasan kotbah. Deklarasi bahwa kotbah akan berakhir juga bermaksud agar jemaat tahu kotbah akan berakhir dan bersiap melekatkan pesan yang kuat dibenak dan dihati masing-masing. 

Sementara rangkuman tiga kalimat kunci pada 3 BB (Bagian Besar) juga mutlak harus ada dalam bagian penutup agar pesan kotbah tersampaikan dengan kuat kepada jemaat. Rangkuman akan berfungsi menyegarkan kembali ingatan jemaat pada isi kotbah yang panjang lebar telah disampaikan sebelumnya.

Dengan demikian, apabila kita sudah tahu bahwa penutup khotbah terdiri dari Deklarasi kobah akan berakhir, rangkuman tiga bagian besar (3 BB) dan kata ‘amin’ maka kita tidak akan kesulitan untuk mengakhiri kotbah. Kita akan terhindar dari memutar-mutar pada bagian akhir kotbah dalam menemukan kata ‘amin’.

Selayaknya, penutup kotbah terdiri dari tiga bagian: 1) Deklarasi; 2) Rangkuman; 3) Amin. Saya menyebutnya ‘dra’ (gelar S1 diwaktu lalu). 

Contoh ‘deklarasi’: “Saudara-saudara terkasih, saya telah sampai pada akhir kotbah…”

Contoh ‘rangkuman’: (Pada Nas bacaan: I Samuel 13:13-22)

1) Dalam keterdesakan bagaimanapun, taatlah pada TUHAN. BETA PATUH itu dimulai dari: JANGAN TIDAK TAAT…!; 2) ‘Berhikmatlah untuk mengetahui batas dan wewenangmu sebagai Pemimpin’, JANGAN JATUH…!; 3) Pimpinlah Jemaat dan Warga jemaat menuju tujuan bersama yang diperkenankan Tuhan. Jangan jadi pemimpin gagal tanpa pengikut. JANGAN DITINGGALKAN…!

Contoh ‘Amin’: ‘Amin’

Yang apabila digabung contoh I penutup kotbah adalah sebagai berikut:

‘Saudara-saudara terkasih, saya telah sampai pada akhir kotbah. Renungkan tiga hal ini: 1) Dalam keterdesakan bagaimanapun, taatlah pada TUHAN. BETA PATUH itu dimulai dari: JANGAN TIDAK TAAT…!; 2) ‘Berhikmatlah untuk mengetahui batas dan wewenangmu sebagai Pemimpin’, JANGAN JATUH…!; 3) Pimpinlah Jemaat dan Warga jemaat menuju tujuan bersama yang diperkenankan Tuhan. Jangan jadi pemimpin gagal tanpa pengikut. JANGAN DITINGGALKAN…! Amin.’

PENTING…!

Kesimpulan atau penutup kotbah adalah rangkuman dari seluruh kotbah yang telah disampaikan. Isi kesimpulan meliputi: tema, kata kunci, dan pokok-bagian besar. 

1. Kesimpulan bisa diisi dengan kutipan ayat emas, ilustrasi singkat, tantangan atau pengkotbah bernyanyi

2. Jika sudah berada dalam tahap kesimpulan atau penutup, jangan memasukkan ide baru yang akan membuat antiklimaks. 

3. Kalimat kesimpulan sebaiknya dikonsep sesingkat mungkin, untuk menghindari sikap mengambang, seperti pesawat yang berputar-putar tidak mampu mendarat. 

Diakhiri dengan call to action (seruan untuk bertindak).


Intelligence Quotient = IQ = Kecerdasan Intelektual

IQ atau kecerdasan Intelektual adalah kemampuan pengkotbah menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. 

Kecerdasan Intelektual erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh pengkotbah. Tapi ingat, IQ tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan.

Ciri-ciri kecerdasan intelektual:

1) Suka belajar dan mau melihat kekurangan dirinya. Pengkotbah jenis ini akan selalu merasa lapar akan pengetahuan dan haus pembinaan/pelatihan. Selalu merasa diri kurang dan akan melakukan pembelajaran pada kesempatan pertama.

2) Memilki sikap yang luwes. Pengkotbah yang luwes artinya tidak kaku. Mau menyesuaikan dirinya sesuai dengan kondisi pelayanan dan tidak banyak menuntut.

3) Berani melakukan perubahan secara total untuk perbaikan. Sikap seperti ini menunjukkan diri si pengkotbah yang tidak takut akan perubahan dan mau menyesuaikan diri dengan perubahan itu.

4) Tidak mau menyalahkan orang lain maupun keadaan. Ciri ini akan selalu melihat lingkungan dari kacamata lingkungan bukan dari kacamatanya sendiri. Ciri pengkotbah seperti ini tidak akan membenarkan diri dan menyalahkan orang lain.

5) Memilki sikap yang tulus bukan kelicikan. Pengkotbah jenis ini tidak mengambil keuntungan dari situasi yang tidak baik. Ia akan tulus menyelesaikan permasalahan dan tidak pelit berbagi pengetahuan dengan orang lain.

6) Memiliki rasa tanggung jawab. Ciri pengkotbah ini yang sangat sedikit ditemui di tengah jemaat. Pengkotbah jenis ini akan berani mengakui kekurangan kotbahnya dan memperbaikinya. Tidak lari dari masalah tapi menyelesaikan masalah tersebut.

7) Menerima kritik saran dari luar. Pengkotbah jenis ini akan terbuka dari kritik. Menerima saran dan tidak keras kepala merasa benar sendiri.

8) Berjiwa optimis dan tidak mudah putus asa. Jenis pengkotbah ini tidak pernah merasa pesimis. Ia akan mampu melakukan kotbah dengan baik karena ia percaya akan dirinya sendiri. Tidak mengenal istilah putus asa.