Minggu, 30 Oktober 2016

Menjadi pekerja di ladang Tuhan

Di sebuah perusahaan pertambangan minyak di Arab Saudi, di akhir tahun40-an, ada seorang pegawai rendahan, remaja lokal asli Saudi, kehausan dan bergegas mencari air untuk menyiram tenggorokannya yang kering. Ia begitu gembira ketika melihat air dingin yang tampak didepannya dan ia bersegera mengisi air dingin tersebut ke dalam gelas. 

Belum sempat ia minum, tangannya terhenti oleh sebuah hardikan yang berasal dari mulut seorang insinyur Amerika: "Hei, kamu tidak boleh minum air ini. Kamu cuma pekerja rendahan. Air ini hanya khusus untuk insinyur." Remaja itu hanya terdiam saja menahan haus.



Ia tahu, bahwa ia adalah seorang anak miskin yang hanya lulusan sekolah dasar. Kalaupun ada pendidikan yang dibanggakan, ia hanyalah lulusan lembaga Tahfidz Quran. Keahlian itu tidak ada harganya di perusahaan minyak yang saat itu masih dikendalikan oleh manajeman Amerika. 

Hardikan itu selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Ia lalu bertanya-tanya dalam hatinya: “Kenapa ini terjadi padaku? Kenapa segelas air saja dilarang untukku? Apakah karena aku pekerja rendahan, sedangkan mereka insinyur? Apakah kalau aku jadi insinyur aku bisa minum? Apakah aku bisa jadi insinyur seperti mereka?”

Kejadian ini akhirnya menjadi momentum baginya untuk membangkitkan "DENDAM POSITIF." Akhirnya muncul komitmen dalam dirinya. Remaja miskin itu lalu bekerja keras siang hari dan melanjutkan sekolah malam hari. 

Hampir setiap hari ia kurang tidur untuk mengejar ketertinggalannya. Tidak jarang olok-olok dari teman pun diterimanya. Buah kerja kerasnya menggapai hasil. Ia akhirnya bisa lulus SMA.

Kerja kerasnya membuat perusahaan memberi kesempatan padanya untuk mendalami ilmu. Ia dikirim ke Amerika mengambil kuliah S1 bidang teknik dan master bidang geologi. 

Pemuda ini lulus dengan hasil memuaskan. Selanjutnya ia pulang kenegerinya dan bekerja sebagai insinyur. Kini ia sudah menaklukkan dendamnya, kembali sebagai insinyur dan bisa minum air yang dulu dilarang baginya. 

Apakah sampai di situ saja. Tidak, karirnya melesat terus. Ia sudah terlatih bekerja keras dan mengejar ketinggalan, dalam pekerjaan pun karirnya menyusul yang lain.

Karirnya melonjak dari kepala bagian, kepala cabang, manajer umum sampai akhirnya ia menjabat sebagai wakil direktur, sebuah jabatan tertinggi yang bisa dicapai oleh orang lokal saat itu. 

Ada kejadian menarik ketika ia menjabat wakil direktur. Insinyur Amerika yang dulu pernah mengusirnya, kini justru jadi bawahannya. 

Suatu hari insinyur bule ini datang menghadap karena ingin minta izin libur dan berkata; "Aku ingin mengajukan izin liburan. Aku berharap Anda tidak mengaitkan kejadian air di masa lalu dengan pekerjaan resmi ini. Aku berharap Anda tidak membalas dendam, atas kekasaran dan keburukan perilakuku di masa lalu."

Apa jawab sang wakil direktur mantan pekerja rendahan ini: "Aku ingin berterimakasih padamu dari lubuk hatiku yang paling dalam. Karena kau melarang aku minum saat itu.Ya dulu aku benci padamu. Tapi, setelah izin Allah, kamulah sebab kesuksesanku hingga aku meraih sukses ini."

Akhirnya mantan pegawai rendahan ini menempati jabatan tertinggi di perusahaan tersebut. Ia menjadi Presiden Direktur pertama yang berasal dari bangsa Arab. Perusahaan yang dipimpinnya adalah Aramco (Arabian American Oil Company) perusahaan minyak terbesar di dunia.

Ditangannya perusahaan ini semakin membesar dan kepemilikan Arab Saudi semakin dominan. Kini perusahaaan ini menghasilkan 3.4 juta barrels (540,000,000 m3) dan mengendalikan lebih dari 100 ladang migas di Saudi Arabia dengan total cadangan 264 miliar barrels (4.20×1010 m3) minyak dan 253 triliun cadangan gas.

Atas prestasinya Ia ditunjuk Raja Arab Saudi untuk menjabat sebagai Menteri Perminyakan dan Mineral yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap dunia. 

Ini adalah kisah Ali bin Ibrahim Al-Naimi yang sejak tahun 1995 sampai saat ini (2011) menjabat Menteri Perminyakan dan Mineral Arab Saudi.

Kita tidak bisa mengatur bagaimana orang lain berprilaku terhadap kita. Kita tidak pernah tahu bagaimana keadaan akan menimpa kita. Tapi kita sepenuhnya punya kendali bagaimana menyikapinya. Apakah ingin hancur karenanya? Atau bangkit dengan semangat "

Menjadi pelayan Tuhan dan bekerja di ladang-Nya adalah suatu panggilan hidup. Tuhan memilih kita bekerja di kebun anggurnya, bukan karena kehebatan kita tetapi karena kerelaan hati-Nya (Yoh 15:16; Flp 2:13-14). Dialah yang memberi dan memampukan kita melayani-Nya sesuai dengan talenta kita.

Di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada (Yoh 12:26)

Bagaimana caranya agar kita dapat menanggapi panggilan tersebut? Kita harus menyangkali diri, memikul salib kita setiap hari dan mengikuti-Nya (Luk 9:23), harus benar-benar radikal dalam melakukan hukum kasih kepada Allah dan sesama sehingga menghasilkan buah dan buah itu tetap (Yoh 15:16). Jadi, izinkan Tuhan memproses hati kita seperti emas dimurnikan di atas perapian (Ams 17:3; 27:21).

Apabila kita tidak mempunyai hati yang bergantung sepenuhnya pada Tuhan, maka berkat-berkat sorgawi tidak akan mengalir lagi dalam hidup kita pada saat kita melayani. Akhirnya kita merasa lelah dan jenuhseluruh pekerjaan kita sia-sia (Mat 7:21-23). 

Jika kita bekerja di ladang Tuhan, Dia adalah bos yang Mahabesar dan mahakasih, yang mencukupkan kebutuhan kita baik di dunia maupun di sorga (Yoh 15:16).

(Sumber: Warta KPI TL No. 84/IV/2011 » Renungan KPI TL tgl 24 Februari 2011, Dra Yovita Baskoro, MM).