Senin, 05 September 2016

22.02 -

Allah itu baik



Sejak penciptaan Allah selalu mendatangkan kebaikan (Kej 1:3,10, 12, 18, 21, 25). Lebih-lebih manusia, diciptakan sungguh amat baik (Kej 1:31). Tetapi kenyataannya kita tidak baik. Mengapa? 

Karena kita lepas dari kodrat kita, tidak mengikuti rencana-Nya, yaitu: kita tidak mengasihi Allah (Yoh 14:15); kita tidak memuji dan menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran (Mzm 148, 150; Yoh 4:23-24).

Seringkali kita pergi ke gereja, tetapi pulang dari gereja tidak mengalami perubahan apa pun dalam kehidupan kita. Itu karena kesalahan kita. 

Kita tidak mempersiapkan hati dengan nyanyian syukur dan puji-pujian (Mzm 100:4). Meskipun kita sudah makan hosti yang sudah dikonseklir, Yesus berjalan terus di tengah gereja ... langsung ke luar meninggalkan kita, Yesus tidak mau bertemu dengan kita. Pada waktu pastor homili, kita juga tidak mau kalah, kita juga ikut homili. 

Dulu sebelum/sesudah Misa, generasi yang tua selalu rajin berdoa rosario, Santa Maria; sekarang berubah menjadi Santa Nokia – nggak ada hati lagi di sana. 

Sesuatu yang keluar dari fungsinya, tidak akan mendatangkan kebaikan, maka nilainya menjadi berkurang, bahkan mendatangkan kerusakan. 

Fungsi mic untuk menguatkan suara ketika berbicara. Tetapi jika mic yang berharga dua juta dipakai untuk ngulek lombok, maka akan sama nilainya dengan ulek-elek yang harganya lima ribu. Selain itu tidak berfungsi lagi. 

Pria diciptakan untuk menjadi kepala (Ef 5:23); wanita diciptakan untuk menjadi penolong/sebagai tiang doa (Kej 2:18). Jika pria/wanita keluar dari kodratnya, maka akan merusak dirinya dan anak-anaknya

Jika kita lepas dari kodrat kita, maka rencana Allah yang mendatangkan kebaikan tidak akan terjadi.

Mengasihi Allah bukan karena rajin setiap hari ke gereja, rajin mengikuti kegiatan rohani, siang malam mengurusi PD dll. tetapi menuruti segala perintah Allah (Yoh 14:15). Misalnya: melayani, mengampuni dll. Karena Yesus telah menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah dan buah itu tetap (Yoh 15:16).


Seringkali kita salah menyebut buah Roh (1 Kor 12:4; Gal 5:22-23 – kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri) menjadi buah-buah Roh 

Bedanya

Buah-buah – dalam satu keranjang ada jeruk, apel, duku (bermacam-macam buah). Jika kita nggak suka jeruk, bisa pilih apel; jika kita nggak suka apel bisa pilih duku. 

Buah - dalam satu keranjang hanya ada satu macam buah. Misalnya hanya apel. Apel itu ada yang rasanya manis, ada yang asam, ada yang segar (rasanya macam-macam), tidak bisa pilih. 

Sudahkah kita berbuah? Jika belum, ingatlah bahwa Yesus menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah dan buah itu tetap (Yoh 15:16). 

Artinya: kita harus keluar dari kenyamanan kita, harus berlari. Jika kita sudah bertemu Yesus, harus bertobat (ada perubahan cara pandang) dan ikut melayani

Mulailah berbuah, tinggalkan kebiasaan yang bertentangan dengan perintah-perintah-Nya (korupsi, gosip, terikat dengan TV dll.), pakailah paradigma baru. Maka janji Tuhan akan tergenapi.

Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Rm 8:28).

Marilah kita belajar dari Zakheus (Luk 19:1-10): 

Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama (1) Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya

(2) Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ.

Ketika Yesus sampai ke tempat itu, (3) Ia melihat ke atas dan berkata:  "Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu." Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di rumah orang berdosa."

Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: (4) "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."

Kata Yesus kepadanya: (5) "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."

» (1) Zakheus berarti "murni". Dia memang murni karena dimurnikan oleh Yesus Kristus. Dia seorang pendosa yang diubah oleh Yesus menjadi seorang kudus.

Zakheus seorang Yahudi, dianggap sebagai pengkhianat terhadap bangsanya sendiri, karena ia bekerja pada pemerintah Roma, bangsa penjajah. Dan amatlah umum pada masa itu, pemungut pajak, biasanya menarik pajak lebih dari yang ditentukan pemerintah Roma. Dengan kebiasaan itu, maka pemungut pajak sangat dibenci rakyat.

(2) Setelah mendengar dari orang banyak bahwa Yesus begitu baik, menyembuhkan, mengampuni orang berdosa. Maka ia menyadari perlunya berjumpa dengan Yesus. Maka Zakheus memutuskan untuk berlari mendahului orang banyak. Dengan bajunya yang mewah ia memanjat pohon, menunggu Yesus di posisi yang tidak enak. 

(3) Yesus dikelilingi banyak orang berdosa (ada yang pura-pura sok akrab, ada yang merangkul, ada yang pegang tangan-Nya, ada yang bertabrakan tubuhnya), tetapi Yesus diam saja. Ketika Dia merasakan ada hati yang rindu untuk datang pada-Nya, maka Dia berhenti berjalan dan mau menumpang di rumah Zakheus

Semua orang memandang rendah pada Zakheus, namun Yesus memandangnya dengan tatapan kasih. Semua orang memanggilnya dengan sebutan "pemungut cukai", namun Yesus menyapanya dengan sapaan kasih, memanggil namanya. 

(4) Secara hukum dengan menggantikan empat kali lipat sudahlah lebih dari cukup. Berkat sapaan kasih, Zakheus bertobat dengan melakukan silih, yaitu: melakukan yang melebihi hukum yang berlaku, lebih dari tingkat keadilan. 

(5) Setelah mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Yesus, Zakheus mengalami perubahan dan menghasilkan buah. Pertobatan yang sejati selalu menghasilkan keselamatan.

(Sumber: Warta KPI TL No. 57/I/2009 » Renungan KPI TL tgl 15 Januari 2009, Bapak Mikael Djatmiko).