Senin, 05 September 2016

22.08 -

Kasih itu rela berkorban

Ada dua bersaudara kembar yang bernama Arman dan Arnold. Tetapi mereka memiliki karakter yang sangat berbeda jauh

Arman, seorang yang penuh kasih dalam hidupnya, jujur dan setia. Profesinya sebagai hakim. Sedangkan Arnold, seorang pemarah, pendendam, malas, mabuk-mabukan dan suka nongkrong sana-sini, hidupnya tak jelas. Akhirnya berprofesi sebagai penggangguran.



Pada suatu hari Arnold terlibat tindak kriminal, perampokan sampai suatu pembunuhan yang keji. Akhirnya dia ditangkap polisi, melewati proses penyelidikan sampailah pada pengadilan. Tidak disangka dan diduga, hakimnya adalah Arman.


Arman mengalami suatu dilema, di satu sisi dia sebagai hakim yang jujur dan adil harus menegakkan suatu keadilan, tetapi di satu sisi Arnold adalah saudara kembarnya.

Di dalam penjara Arnold merenungkan nasibnya. Ketika Arnold merenungkan nasibnya, tiba-tiba terdengar tapak kaki melangkah mendatanginya. Ketika dia melihat Arman, Arnold langsung membuang muka. Dengan suara yang keras dan berat dia berkata: “Bagaimana saudara saya bisa berbuat keji terhadap saya! Hai Bapa hakim! Untuk apa kamu masuk ke sini! Apakah kamu tidak puas dengan putusan yang dijatuhkan pada saya?”

Dengan bijaksana Arman berkata: “Saudaraku, kamu jangan salah sangka. Aku datang ke sini untuk menggantikan posisimu.” Mendengar itu Arnold terheran-heran dan bertanya: “Apa maksudmu?” Jawab Arman: “Saudaraku, aku akan menduduki posisimu. Bukankah raut wajahmu mirip dengan aku. Pasti tak satupun yang bisa mencurigakan. Karena itu sekarang tanggalkan pakaianmu dan kenakan pakaianku. Setelah itu kamu ke luar dari penjara ini. Orang tidak akan curiga padamu.” Dengan keheranan Arnold bertanya: “ Mengapa kamu berani melakukan perbuatan ini?” Jawab Arman: “Karena aku mengasihimu.”

Akhirnya Arman menggantikan posisi Arnold, dieksekusi di hadapan regu tembak keesokan harinya.

Kasih yang sejati, menuntut sebuah pengorbanan, rela untuk mengalami penderitaan demi yang dicintainya.

Marilah kita belajar dari orang Samaria yang murah hati (Luk 10:25-37): 

Ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati

» Jalan dari Yerusalem ke Yerikho berkelok-kelok, terjal, berbatu-batu dan sangat sempit. Di sini tumbuh subur para penyamun/perampok. Sehingga jalan ini disebut The Bloody Way/jalan berdarah. Setiap orang yang melakukan ziarah dan melewati jalan itu harus memberi jaminan pada pemerintah, supaya keamanan bisa terjamin.

Para perampok selalu melakukan aksinya dalam kelompok, mereka mempunyai suatu strategi. Mereka menjadikan salah satu dari mereka untuk berperan sebagai korban yang dirampok, dipukul babak belur lalu ditinggal di jalan. Ketika ada seseorang yang murah hati menolongnya, kawanan perampok itu menghadang dan merampoknya.

Kebetulan ada seorang imam turun melewati jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan

» Ketika seorang imam dan seorang Lewi lewat di sarang penyamun itu, mereka takut membantu, karena mereka tahu strategi yang dipakai para perampok itu. Selain itu mereka juga takut melanggar hukum (Bil 19:11 – orang yang kena kepada mayat, ia najis tujuh hari lamanya). 

Barangkali mereka takut kehilangan kesalehan hidupnya dan belum sampai pada mengasihi Allah, mengasihi Allah secara nyata melalui sesama yang kelihatan (1 Yoh 4:20).

Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan ...

» Meskipun orang Samaria dianggap tidak dekat dengan Allah, tidak mengenal hukum-hukum Allah, tetapi dialah yang melaksanakan hukum Allah

Kasih itu bukan kata dan kalimat sayang yang indah dan bagus. Tetapi ia akan menjadi lebih indah dan bermakna ketika dihidupi dalam pengalaman hidup yang nyata, sederhana dan kecil. Karena semua dari kita mempunyai potensi untuk mencapai kekudusan.

Marilah kita meneladani kehidupan St Theresia Lisieux, santa pelindung KPI TL ini. Dengan cara membuka hati kita, membiarkan diri kita selalu dijiwai oleh Roh Allah.

(Sumber: Renungan KPI TL tgl 18 Desember 2008, Romo Iron Risdianto, SVD)