Senin, 05 September 2016

Dialog pohon

Di dalam sebuah rimba tumbuh sebatang pohon ek di pinggir sebuah sungai. Di samping pohon ek tumbuh serumpun buluh muda.

Rumpun buluh selalu menunduk penuh hormat setiap kali angin bertiup menerpanya. Pohon ek tidak setuju dengan kebiasaan buluh itu. P

ada suatu hari pohon ek berkata kepada rumpun buluh: “Kamu buluh, mengapa kamu selalu menunduk setiap kali angin bertiup? Berdiri tegaklah betapa pun kencangnya angin bertiup! 

“Oh pohon ek yang perkasa”, jawab rumpun buluh dengan rendah hati, “Kami ini hanya kecil semampai, dan bila kami harus melawan angin, kami harus menanggung akibatnya.”

“Jangan pernah kalah!” tegas pohon ek dengan sikap dingin dan kembali sibuk dengan urusannya. Jelas rumpun buluh tidak mau mendengar nasehatnya. 

Pada suatu malam datanglah badai besar. Angin bertiup kencang, menggoyangkan buluh hampir sampai di tanah, dan rumpun buluh itu tidak marah

Akan tetapi, pohon ek berjuang keras melawan angin, meskipun kali ini angin terlalu keras baginya. Dengan sekejap pohon ek berderak-derak patah. Ia tergeletak di tanah dalam keadaan menyedihkan, sementara rumpun buluh terus tunduk kepada angin dan tidak patah.

Pagi harinya, ketika badai telah berhenti, keadaan rumpun buluh baik seperti semula. Akan tetapi pohon ek yang dahulu kokoh dan rimbun kini tinggal sebatang kayu hutan yang patah dan mati.

Lebih bijaksana bersikap rendah hati dan berserah dengan sepenuh hati, daripada berkeras kepala tetapi akhirnya hancur bila mendapat kesulitan (Cosmas Fernandez, SVD).

(Sumber: Warta KPI TL No. 57/I/2009 » Vacare Deo edisi No 43/November/2001)