Selasa, 17 November 2015

21.16 -

Menjadi Rumah Doa

Nabi Elia sungguh telah menjadi rumah doa bagi umat Israel. Sehingga seringkali doa-doa yang meluncur dari mulutnya menjangkau hadirat Tuhan, Tuhan simpati akan doa-doanya, lalu dikabulkan semua permohonannya.


Suatu ketika Nabi Elia berada di sungai Kerit. Dia berdoa untuk umat Israel. Pada waktu itu umat Israel tidak membutuhkan hujan, karena hujan turun terus menerus sampai banjir

Lalu dia berdoa: “Sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan.” Hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun enam bulan

Pada waktu umat Israel sudah membutuhkan hujan kembali, Nabi Elia berdoa lagi sehingga langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya (1 Raj 17:1; Yak 5:17-18).

Siapakah Nabi Elia itu sehingga dia mampu menghentikan hujan dan mampu menurunkan hujan lewat doa-doanya? Elia adalah manusia biasa seperti kita, dan ia sungguh-sungguh berdoa supaya ... (Yak 5:17).

Maka doa kita pun mampu menjangkau hadirat Tuhan. Misalnya: kita berdoa: “Tuhan, singkirkanlah dari kami hujan-hujan persoalan, badai-badai pergumulan, segala penderitaan dan persoalan ini.” atau “Tuhan, turunkan hujan berkat bagi kami. Curahkan rahmat dan kebaikan-Mu bagi kami.”

Mulut kita mengandung kuasa

Tantangan zaman, globalisasi nggak bisa dihindarkan dengan pertambahan sepeda motor. Tetapi sayangnya hal ini tidak diikuti moral pengendaranya, main salip sana sini, jalan yang rasanya sempit dia masuk juga. Seringkali yang naik mobil mempunyai pengalaman yang buruk dengan sepeda motor.

Suatu ketika mobil saya dibabat sepeda motor, mobil saya lecet, saya kejar, saya buka jendela serta berteriak: “Hai! Sialan lu! Mau mampus!” ~ orangnya marah karena dikutuk. 

Zaman dulu sebelum bertobat, emosi saya sangat tinggi suka berantem karena mantan karateka; mulut saya suka maki-maki/mengutuk orang. 

Setelah saya bertobat, saya sadar bahwa mulut ini ciptaan Tuhan, seharusnya kata-kata berkat yang ke luar, bukan kutuk. Dan saya berjanji hal tersebut tidak akan terjadi lagi. 

Beberapa waktu yang lalu hampir terjadi seperti itu juga, motor main potong, bempernya lecet. Maksud hati tidak mengulangi, tapi apa daya saya buka jendela sambil berteriak: “Sial ... om.” 

Karena sudah bertobat, kata-kata yang sudah terlanjur keluar menjadi kata syalom (kata berkat ‘salam damai’). Hati mangkel tapi mulut mengucapkan kata berkat bukan kutuk.... meskipun dia kaget merasa terberkati. 

Ada seorang janda miskin, hidup bersama putrinya yang cantik. Berkatalah mami ini kepada anak gadisnya: “Nak, papimu meninggal tidak meninggalkan warisan. Nanti kalau besar kawin sama orang kaya supaya keluarga kita yang terpuruk ini terangkat.” 

Tetapi anaknya tidak mendengarkan nasehat maminya. Maminya sakit hati, luka batin sampai meninggal. 

Sebelum meninggal mami ini dengan teganya mengutuk putri kandungnya sendiri: “Karena kamu sudah menyakiti hati mami dengan tidak menjalankan nasehat mami yang telah susah payah melahirkan kamu, membesarkan kamu. Terkutuklah kamu! Hidup kalian suami istri tidak akan bahagia, bahkan usiamu tidak mencapai usia 40 tahun, pasti akan mati!” 

Hiduplah anaknya dibawah kutukan maminya. Ternyata usia anaknya sudah lewat 40 tahun dan mempunyai tiga anak gadis. 

Putri yang ke tiga bingung ketika melihat kedua kakak-kakaknya kok meninggal di bawah usia 40 tahun. Yang pertama meninggal kena kanker, dan yang ke dua meninggal kecelakaan. Dalam hatinya dia bertanya-tanya: “Ada apa ini? Pasti ada sesuatu yang terjadi!” Lalu bertanyalah putri ketiga tersebut. 

Maminya menangis dan menceritakan ... Inilah kutukan nenekmu pada mami. Tapi mami nggak kena. Sekarang kutukan itu kena kamu semua.” 

Caranya menjadi rumah doa bagi orang lain (Yak 5:12-20):

1. Kuduskanlah mulut kita sebagai alat doa, supaya kata-kata yang ke luar senantiasa baik/positif, mempunyai hikmat (janganlah bersumpah demi sorga maupun bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak). 

Tetapi seringkali kita sadar atau tidak sadar, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk, sehingga menghalangi kuasa doa yang akan kita alami (Yak 3:9-11; 5:12).

Sebenarnya pada waktu Tuhan menciptakan mulut kita, hanya ada satu rasa, yaitu: untuk memuji Tuhan (memuliakan Tuhan, kata-kata yang ke luar membuat damai bagi orang lain, membangkitkan iman bagi orang lain, membawa sukacita dan ketentraman orang lain). 

Tetapi seringkali yang ke luar dari mulut kita rasa permen Nano-nano (sebentar memuji Tuhan, sebentar memaki-maki Tuhan/orang lain). Memang lidah tak bertulang sehingga sulit mengontrol kata-kata yang ke luar.

2. Doa harus lahir dari iman, iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). Kalau bentuknya kelihatan bukan iman, tetapi logika/suatu pembuktian.

Ada seorang pelari jarak 100 m dari Amerika bernama Lewis yang telah tujuh kali jadi juara. Dia ingin menjadi juara untuk ke delapan kalinya. 

Tapi apa mau dikata, empat bulan sebelum kejuaraan itu dia mengalami kecelakaan lalu lintas, kakinya patah. Harapannya untuk menjadi juara musnah dan terlintas untuk bunuh diri saja.

Datanglah pendeta di rumah sakit mengunjungi Lewis yang kakinya digips dan digantung. Berkatalah pendeta itu: “Lewis, coba buka Injil Markus 11:24, doakan sedemikian rupa. Karena itu Yesus berkata kepada Lewis: “Apa saja yang Lewis minta dan doakan, percayalah bahwa Lewis telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepada Lewis. Meskipun kakimu masih sakit, latihanlah untuk lomba. Puncak khayalan itu kamu bayangkan ikut lomba sesungguhnya dan kamu menjadi juara lagi dengan menerima piala dan karangan bunga.”

Satu bulan sebelum kejuaraan dimulai Lewis sembuh dan akhirnya menjadi juara lagi yang ke delapan kalinya.

3. Saling mengampuni (hendaklah kamu saling mengaku dosamu - ay. 16a). Sebelum menjadi rumah doa, kita harus menyelidiki hati kita. 

Karena kalau hati kita masih ada dendam/luka batin akan menghalangi berkat Tuhan untuk kita (sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allah ialah segala dosamu - Yes 59:1-2). Jadi harus disingkirkan apa pun konsekuensinya.

Dua tahun yang lalu saya membeli mobil baru, Honda CRV. Saya mengendarai kenceng banget karena kejar waktu. Pada saat mau melintasi persimpangan lampu merah menjelang ring road, saya turunkan kecepatan dari 150 km/jam menjadi 100 km/jam. Dari jauh saya lihat lampu warna hijau, artinya hak saya, apalagi sebagai seniman saya tidak buta warna. 

Ternyata dari kanan muncul angkot nrabas lampu merah. Saya kaget nggak bisa ngerem lagi, langsung saya tabrak. Yang saya tabrak lambung mobilnya, kebetulan kosong tidak ada penumpang. Mobil saya hancur total. Sejak itu saya dendam pada terhadap semua angkot yang warna merah.

Saya biasa jam lima pagi bangun langsung berdoa. Tapi sejak ada dendam itu ... pada waktu penyembahan, masuk hadirat Tuhan, bukan terbayang wajah Tuhan tetapi semua angkot yang berwarna merah.

Setelah saya menyadari bahwa saya melakukan kekeliruan (ngebut); dengan mengampuni saya terbebas dari dendam ... doa lima menit sudah menggapai hadirat Allah. 

Dendam itu berefek domino dan menghalangi berkat. Misalnya: bila kita benci seseorang yang modelnya kumisan, semua orang yang berkumis kita benci; para putri yang patah hati, semua laki-laki dibencinya.

4. Sikap doa yang benar, selalu melayani orang lain lebih dulu (doa orang yang benar), doa yang tidak egois, doa yang kita panjatkan buat orang lain secara syafaat (Bdk. Yak 4:3).

Jadi sebelum berdoa untuk diri sendiri, doakanlah untuk orang lain (pemimpin bangsa; pemimpin gereja – Paus, Uskup, Romo Paroki, ketua wilayah, ketua lingkungan; semua pewarta Sabda; sahabat-sahabat; fakir miskin dll.), kalau ada waktu baru doakan diri sendiri.

Kita semua mempunyai malaikat Tuhan yang selalu menjaga kita. pada waktu kita melayani seseorang, secara tak langsung kita mengambil bagian malaikat Tuhan yang menjaga; tanpa sadar problem kita pun hilang pada waktu melayani. Karena malaikat Tuhan orang yang kita layani, pada gilirannya juga melayani kita.

5. Yakin dan tekun (bila yakin didoakan, sangat besar kuasanya) - tekun, tak putus-putusnya berdoa, harus selaras dengan kehendak Tuhan.

Misalnya: 

Doa Yesus di taman Getsemani: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat 26:39). Pada saat itu sebagai manusia, Yesus sudah tidak tahan lagi menanggung penderitaan. Maka Tuhan mengutus malaikatnya untuk memberi kekuatan kepada-Nya (Luk 22:43).

Janda miskin yang minta keadilan (Luk 18:1-8).

Sebagai orang Katolik, jika doa kita tidak dikabulkan, kita tidak boleh mendaki gunung yang lainnya (misalnya: gunung Kawi), karena hanya ada satu gunung yang boleh didaki yaitu Gunung Kalvari.

(Sumber: Warta KPI TL No. 50/VI/2008; Renungan KPI TL Tgl 15 Mei 2008, Bapak Leonardi).