Jumat, 27 Desember 2019

17.22 -

Doa tanpa tindakan adalah sia-sia



Pada suatu malam yang sangat dingin, seorang pemuda duduk di dekat perapian di rumahnya untuk menghangatkan badan. 

Saat pandangannya menatap jendela rumahnya, dilihatnya seorang kakek sedang berjalan di tengah salju yang putih. Sang pemuda kemudian berpikir, “Ah malangnya kakek itu, dia harus berjalan di tengah badai salju seperti ini. Baiklah aku akan mendoakan dia saja agar dapat tempat berteduh.” 

Pemuda itu lalu berdoa kepada Tuhan : “Tuhan bantulah agar orang tua di depan rumahku ini mendapatkan tempat untuk berteduh. Kasihan Tuhan dia kedinginan.”

Ketika si pemuda mengakhiri doanya dilihatnya sang kakek berjalan mendekati rumahnya dan diapun sempat mendengar suara rintihan sang kakek yang kedinginan ketika sang kakek bersandar di dekat jendela rumahnya. 

Mendengar itu sang pemuda berdoa lagi kepada Tuhan. “Tuhan lihatlah sang kakek di luar rumah itu. Kasihan sekali dia Tuhan, biarlah engkau membantunya agar dia tidak kedinginan lagi. Bantulah agar dia mendapatkan tempat berteduh yang hangat.” Setelah itu si pemuda pun tidur lelap. 

Keesokan harinya si pemuda terbangun karena suara gaduh masyarakat sekitarnya. Dia pun keluar rumah dan menemukan sang kakek telah meninggal bersandar di dekat jendela rumahnya.

Si pemuda kemudian berdoa lagi kepada Tuhan. “Tuhan mengapa engkau membiarkan kakek itu meninggal kedinginan padahal aku sudah mendoakannya agar dia selamat.” 

Tuhan pun menjawab si pemuda itu. “Aku mendengar doamu hai pemuda. Aku sudah membimbing kakek itu agar mendekati rumahmu. Akan tetapi engkau tak menghiraukannya bahkan ketika kakek itu merintih di depan jendela rumahmu.

 Marilah kita belajar dari Nehemia:

[Neh 1:1-11] Riwayat Nehemia bin Hakhalya. Pada bulan Kislew tahun kedua puluh, ketika aku ada di puri Susan,datanglah Hanani, salah seorang dari saudara-saudaraku dengan beberapa orang dari Yehuda. (1) Aku menanyakan mereka tentang orang-orang Yahudi yang terluput, yang terhindar dari penawanan dan tentang Yerusalem.

Kata mereka kepadaku: "Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar."

Ketika kudengar berita ini, duduklah (2) aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit, kataku: (3A) "Ya, Tuhan, Allah semesta langit, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang berpegang pada perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan tetap mengikuti perintah-perintah-Nya, (3B) berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel,

(3C) hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa. Kami telah sangat bersalah terhadap-Mu dan tidak mengikuti perintah-perintah, ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang telah Kauperintahkan kepada Musa, hamba-Mu itu.

(3D) Ingatlah akan firman yang Kaupesan kepada Musa, hamba-Mu itu, yakni: Bila kamu berubah setia, kamu akan Kucerai-beraikan di antara bangsa-bangsa. Tetapi, bila kamu berbalik kepada-Ku dan tetap mengikuti perintah-perintah-Ku serta melakukannya, maka sekalipun orang-orang buanganmu ada di ujung langit, akan Kukumpulkan mereka kembali dan Kubawa ke tempat yang telah Kupilih untuk membuat nama-Ku diam di sana. Bukankah mereka ini hamba-hamba-Mu dan umat-Mu yang telah Kaubebaskan dengan kekuatan-Mu yang besar dan dengan tangan-Mu yang kuat?

(3E) Ya, Tuhan, berilah telinga kepada doa hamba-Mu ini dan kepada doa hamba-hamba-Mu yang rela takut akan nama-Mu, dan biarlah hamba-Mu berhasil hari ini dan mendapat belas kasihan dari orang ini." Ketika itu aku ini juru minuman raja.

[Neh 2:1-12] Pada bulan Nisan tahun kedua puluh pemerintahan raja Artahsasta, ketika menjadi tugasku untuk menyediakan anggur, aku mengangkat anggur dan menyampaikannya kepada raja. Karena aku kelihatan sedih, yang memang belum pernah terjadi di hadapan raja, bertanyalah ia kepadaku: "Mengapa mukamu muram, walaupun engkau tidak sakit? Engkau tentu sedih hati." Lalu aku menjadi sangat takut.

Jawabku kepada raja: "Hiduplah raja untuk selamanya! Bagaimana mukaku tidak akan muram, kalau kota, tempat pekuburan nenek moyangku, telah menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya habis dimakan api?"

Lalu kata raja kepadaku: "Jadi, apa yang kauinginkan?" Maka (3F) aku berdoa kepada Allah semesta langit, kemudian jawabku kepada raja: "Jika raja menganggap baik dan berkenan kepada hambamu ini, (3G) utuslah aku ke Yehuda, ke kota pekuburan nenek moyangku, supaya aku membangunnya kembali."

Lalu bertanyalah raja kepadaku, sedang permaisuri duduk di sampingnya: "Berapa lama engkau dalam perjalanan, dan bilakah engkau kembali?" Dan raja berkenan mengutus aku, sesudah aku menyebut suatu jangka waktu kepadanya. Berkatalah aku kepada raja: "Jika raja menganggap baik, berikanlah aku surat-surat bagi bupati-bupati di daerah seberang sungai Efrat, supaya mereka memperbolehkan aku lalu sampai aku tiba di Yehuda. Pula sepucuk surat bagi Asaf, pengawas taman raja, supaya dia memberikan aku kayu untuk memasang balok-balok pada pintu-pintu gerbang di benteng Bait Suci, untuk tembok kota dan untuk rumah yang akan kudiami." Dan (3I) raja mengabulkan permintaanku itu, karena tangan Allahku yang murah melindungi aku. Maka datanglah aku kepada bupati-bupati di daerah seberang sungai Efrat dan menyerahkan kepada mereka surat-surat raja. Dan raja menyuruh panglima-panglima perang dan orang-orang berkuda menyertai aku.

Ketika Sanbalat, orang Horon, dan Tobia, orang Amon, pelayan itu, mendengar hal itu, mereka sangat kesal karena ada orang yang datang mengusahakan kesejahteraan orang Israel.

Maka tibalah aku di Yerusalem. Sesudah tiga hari aku di sana, bangunlah aku pada malam hari bersama-sama beberapa orang saja yang menyertai aku. Aku tidak beritahukan kepada siapa pun (3H) rencana yang akan kulakukan untuk Yerusalem, yang diberikan Allahku dalam hatiku. Juga tak ada lain binatang kepadaku kecuali yang kutunggangi.

» Empat karakteristik pendoa syafaat yang baik

1. Harus pro-aktif dalam mencari informasi doa yang jelas.

(1) Nehemia tidak menunggu informasi diberikan, tetapi ia mempunyai kepekaan dan mengambil inisiatif untuk bertanya. Ini bukan pertanyaan basa-basi, tetapi ia memang rindu akan informasi yang benar tentang keadaan bangsanya untuk kemudian mendoakannya.

Informasi doa yang jelas, penting sekali dalam berdoa syafaat. Hal ini penting agar kita dapat berdoa dengan sungguh-sungguh sesuai dengan fakta. Jadi, jangan tunggu orang datang minta didoakan, tetapi cari informasi tentang apa yang dapat kita doakan baginya.

2. Memiliki empati terhadap orang yang didoakan

Nehemia adalah seorang Yahudi yang hidup di pembuangan. Pada tahun kedua puluh pemerintahan Artahsasta I (445 SM), ia sangat dipercaya oleh raja menjadi juru minuman raja (mencoba minuman yang akan diminum oleh raja, apakah minuman itu beracun atau tidak). Jadi jabatan itu merupakan jabatan yang menentukan hidup matinya seorang raja. 

Meskipun Nehemia memiliki jabatan yang tinggi, namun ia peduli dan berempati kepada saudara-saudara sebangsanya dan terhadap bangsanya. Rasa ikut memiliki inilah yang mendorong Nehemia untuk berdoa dengan sungguh-sungguh bagi bangsanya.

Bagaimana halnya dengan kita? Apakah kita dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dalam berbagai permasalahan mereka? Mungkin mereka mengalami dukacita, dapatkah kita menyelami perasaan mereka? Mungkin mereka mengalami krisis dalam kehidupan rumah tangganya, dapatkan kita merasakan pergumulan mereka? Mungkin juga mereka sedang bergumul keras akan apa yang bisa mereka makan besok pagi, dapatkah kita merasakan pergumulan mereka? Masih ada begitu banyak macam pergumulan yang lain, dapatkah kita ikut merasakannya? 

Mungkin ada saudara yang berkata, "Ah ... yang penting kan saya sudah berdoa bagi mereka. Bukankah itu cukup?" Pertanyaan balik, "Apakah Anda dapat berdoa dengan kesungguhan hati jika Anda tidak merasakan apa sebenarnya yang dirasakan oleh orang yang kita doakan?"

Marilah kita belajar untuk berempati terhadap orang yang kita doakan. Dengan demikian kita dapat berdoa dengan sungguh-sungguh untuk mereka dan kita menjadi seorang pendoa syafaat yang baik.

3. Memilikikonsep doayang benar

Rangkaian kata-kata doa Nehemia diawali dengan pujian bagi Tuhan (3A). Setelah itu dilanjutkan dengan permohonan agar Tuhan mendengar doanya (3B). Kemudian mengaku dosa di hadapan Tuhan, dosa nenek moyangnya, dosa bangsanya dan dosanya sendiri (3C).

Apakah di muka bumi ini ada orang benar? Tidak ada. Jika kita saling mengaku dosa kita dan saling mendoakan, maka Tuhan akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya (Yak 5:16; 1 Yoh 1:9). Jadi, pengakuan dosa merupakan hal yang sangat penting dalam doa kita. Dalam doa Bapa Kami, diajarkannya juga memasukkan hal pengakuan dosa dan pengampunan dosa. 

Nehemia memegang janji Tuhan, dalam segala permohonan doanya ia berdoa dilandaskan atas janji Tuhan, ia tidak meminta yang berlebihan dari yang dijanjikan Tuhan (3D). Di akhir doanya, dengan rendah hati Nehemia memohon kepada Tuhan untuk mengabulkan doanya (3E). Nehemia terus-menerus berdoa bagi bangsanya (3F).

Bagaimana halnya dengan kita? Seringkali kita datang kepada Tuhan dengan dosa atau kesalahan yang belum kita bereskan, kita membawa shopping list yang panjang, memaksa Tuhan untuk mengabulkan permohonan kita. Ini konsep doa yang tidak benar, bukan kehendak Tuhan yang jadi, melainkan kehendak kita yang jadi. 

4. Siap untuk menjadi jawaban atas doanya sendiri jika Tuhan menghendaki

Dalam doanya Nehemia mendapatkan satu keyakinan bahwa dia dipakai oleh Tuhan sebagai jawaban atas doanya sendiri (3GH). Permintaan itu kecil kemungkinannya untuk dikabulkan. Namun ternyata permintaannya dikabulkan karena tangan Allah yang murah menyertainya (3I). 

Ini berarti setiap kita berdoa bagi orang lain, bagi kesulitan orang lain, kita harus siap menjadi jawaban atas doa kita sendiri manakala Tuhan menghendaki. Mungkin kita berdoa bagi penginjilan di pedalaman. Kita harus siap jika Tuhan menghendaki kita sendiri untuk pergi. Jika kita berdoa untuk orang yang kekurangan, kita harus siap jika Tuhan menghendaki kita sendiri sebagai saluran berkat bagi orang tersebut.