02.55 -
*Kerendahan hati*
Kerendahan hati dan kelemahlembutan
Kerendahan hati adalah dasar dan perlindungan dari segala kebajikan. Jikalau orang rendah hati, maka ia akan terlindung dari segala mara bahaya, tetapi jika tidak ada kerendahan hati, kebajikan bisa berubah menjadi jerat baginya (St. Hieronimus).
Kerendahan hati bukan kebajikan yang terbesar, namun hanya merupakan sarana untuk mencapai kesempurnaan kasih kepada Tuhan dan sesama. Oleh karena itu St. Agustinus mengatakan, pertama-tama, kerendahan hati, kemudian, kerendahan hati, dan yang terakhir, kerendahan hati; untuk menekankan pentingnya kerendahan hati untuk mencapai kesempurnaan rohani.
Orang yang rendah hati tetap sejuk di tempat yang panas, tetap manis di tempat yang pahit, tetap kecil (sederhana) meskipun terlihat menjadi besar, tetap bersukacita meskipun melihat orang lain lebih unggul darinya, tetap tenang di tengah badai, tetap mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Memiliki kerendahan hati bukanlah pekara yang mudah. Oleh karena itu kita harus melakukan penyangkalan diri.
Dengan kerendahan hati, kasih Tuhan akan dicurahkan dalam hidup kita karena Tuhan mengasihi orang yang tunduk kepada-Nya dan menghormati sesamanya.
Kerendahan hati adalah salah satu kebajikan, bukan hanya hasil usaha kita melainkan juga hasil rahmat Allah (KGK 2825).
Kesombongan seperti penyakit menular, yang sering menghinggapi kita semua, benih-benihnya kerap muncul tanpa kita sadari. Semakin tinggi tingkat kesombongan kita, semakin sulit pula kita mendeteksinya karena hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Sombong karena materi mudah terlihat (merasa lebih kaya, lebih rupawan, lebih terhormat daripada orang lain), sombong karena kecerdasan (merasa lebih pintar, lebih hebat, lebih kompeten, paling benar, lebih berwawasan dibandingkan orang lain), sombong karena kebaikan sulit terdeteksi (sering menganggap diri lebih rohani, lebih bermoral, lebih pemurah dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain), dan sombong karena diri lebih rohani, lebih kudus.
Kesombongan adalah hasrat berlebihan ketika manusia menilai dirinya terlalu tinggi. Manusia menjadikan dirinya “tuhan” dengan penolakan untuk menundukkan akal budi dan keinginannya pada Tuhan, termasuk tunduk pada mereka yang berkewajiban untuk memimpinnya. Dengan demikian, kesombongan seringkali menimbulkan masalah dan kehancuran dalam keluarga, gereja, masyarakat dan bahkan negara.
Setiap manusia yang meninggalkan Tuhan berawal dari kesombongannya, karena ia merasa super, ingin mengatur hidupnya sendiri tanpa campur tangan orang lain ataupun Tuhan (St. Thomas Aquinas).
Kesombongan adalah dosa yang paling berbahaya. Oleh karena itu Tuhan memangkas kesombongan yang ada pada pengikut-pengikut-Nya sehingga mereka mempunyai kerendahan hati.
Saat tertindas itu sangat baik untuk mendidik jiwa kita supaya kita belajar ketetapan-ketetapan-Nya (Mzm 119:71).
Perjalanan hidup di dunia merupakan pergumulan untuk memperoleh pengesahan sebagai anak oleh Bapa di sorga. Ayah kita mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr 12:5-10).
Tuhan akan memproses diri kita melalui berbagai macam pencobaan agar kita menjadi rendah hati. Beban kehidupan atau penderitaan tidak dirancang oleh Tuhan untuk menghancurkan hidup kita tetapi untuk membawa kita kepada-Nya.
Ketika kita menaruh kepercayaan hanya kepada Allah maka kita akan beroleh kekuatan untuk sabar menderita kesengsaraan. Karena kita tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi-Nya, yaitu bagi kita yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Rm 8:28). Allah sumber segala penghiburan, kita menerima penghiburan berlimpah-limpah dari-Nya.
Dalam kehidupan orang yang rendah hati, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus sehingga menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri (Flp 2:5, 3), selalu mengusahakan perasaan yang nyaman bagi orang lain dengan cara duduk diam bersama saudara atau sahabat yang sedang terluka.
Jadi, jika ada saudara atau sahabat kita yang sharing pergumulan hidupnya, janganlah kita memuji diri sendiri (Luk 18:11-12 » meskipun dalam hati) karena esok hari kita tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu (Ams 27:1; Yak 4:13-16). Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba (Pkh 9:12).
Doakanlah dan hiburlah mereka yang menderita dengan penghiburan yang kita terima sendiri dari Allah agar mereka juga memperoleh kekuatan dan kesabaran seperti kita ketika menghadapi pergumulan hidup (2 Kor 1:3-12).
Jadi, penderitaan adalah rahmat yang besar. Melalui penderitaan jiwa menyatukan diri dengan Penyelamat. Dalam penderitaan cinta mengkristal. Makin besar penderitaan, cinta semakin bersih. Dan jiwa yang disucikan oleh kesulitan menjadi rendah hati (Santa Faustina).
Tuhan membuka telinga manusia dan mengejutkan mereka dengan teguran-teguran untuk menghalangi manusia dari pada perbuatannya, dan melenyapkan kesombongan orang (Ayb 33:16-17).
Pembaptisan memberikan kehidupan rahmat Kristus (KGK 405). Siapa yang menerima katekese ini, diterangi oleh Roh" (Yustinus, apol. 1,61,12). Karena di dalam Pembaptisan ia telah menerima Sabda, "terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang" (Yoh 1:9), maka orang yang dibaptis itu, setelah "menerima terang" (Ibr 10:32) menjadi putera "terang" (1 Tes 5:5), ya malah menjadi "terang" itu sendiri (Ef 5:8) (KGK 1216).
St. Yohanes Salib menerangkan jika Allah menerangi kita dengan Terang-Nya seperti ruangan tanpa lampu yang menyala tetap dalam keadaan gelap dan mengira ruangan tersebut “bersih” tetapi setelah lampu dinyalakan maka kelihatan seluruh keadaan ruangan dengan kotoran-kotorannya, debu-debu dan sebagainya. Jika Allah mencurahkan rahmat-Nya ke dalam hati kita melalui pengalaman kasih Allah itu sekaligus menunjukkan kedosaan kita, itulah sebabnya pengalaman Allah dalam Pencurahan Roh Kudus membawa orang kepada pertobatan. Dari satu pihak melalui pengalaman kasih itu disadarkan akan dosa-dosa yang besar dan banyak sehingga bertobat dan mengalami kasih Allah yang melampaui segala pengertiannya.
Pertobatan mendorong pendosa untuk menerima segala sesuatu dengan rela hati: di dalam hatinya ada penyesalan, di mulutnya ada pengakuan, di dalam tindakannya ada kerendahan hati yang mendalam atau penitensi yang menghasilkan buah" (Catech. R. 2,5,21) (Bdk. Konsili Trente: DS 1673) (KGK 1450).
Jadi, kerendahan hati yang sejati diperoleh melalui pengalaman kasih Allah (St. Teresa Avila). Kerendahan hati adalah hasil dari pengenalan akan diri sendiri dan akan Tuhan sehingga menghapuskan semua penghalang untuk menerima rahmat Tuhan.
Rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." (1 Ptr 5:5)
Tradisi Gereja menyebutkan bahwa kerendahan hati adalah salah satu dari buah Roh (KGK 1832 » 1. Kasih 2. Sukacita 3. Damai sejahtera 4. Kesabaran 5. Kemurahan 6. Kebaikan 7. Kesetiaan 8. Kelemahlembutan 9. Penguasaan diri 10. Kerendahan Hati 11. Kesederhanaan 12. Kemurnian).
Ciri-ciri orang yang rendah hati
Mengakui kekecilannya, kekosongannya, keterbatasan, ketidaksempurnaannya, kelemahannya, ketidakberartiannya, kemiskinannya di hadapan Allah, bahwa tanpa Allah tak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5), di hadapan Allah dirinya hanya seorang pendosa; mengakui bahwa segala-galanya adalah karunia Tuhan; mengakui ketergantungannya kepada Allah untuk hal-hal yang dimiliki atau yang akan dimiliki dan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini statusnya adalah titipan; tidak terus-menerus dan berputar-putar pada kelemahan (bukan berpusat pada diri sendiri tetapi pada Allah,) sehingga tidak mudah putus asa.
[Kejatuhan Petrus: Mat 26:35 » "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." Karena begitu yakin dengan kekuatannya (sombong), ia dibiarkan “jatuh” dalam kerapuhannya (Mat 26:69-75 » menyangkal 3x). Karena rahmat Allah (Luk 22:32 » Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu), Petrus percaya akan kerahiman Allah yang jauh lebih besar. Karena kejatuhannya Petrus tidak berani lagi melakukan hal yang serupa, pada hari tuanya tidak ada nada kesombongan lagi].
Kerendahan hati akan membuat diri kita menjadi tanah liat yang mudah dibentuk oleh Allah (Yes 64:8; Yer 18:4). Batinnya dipenuhi dengan kelemahlembutan (1 Ptr 3:4) sehingga jauh lebih mudah tunduk dan dibentuk oleh Roh Kudus menjadi bejana yang indah (Kis 18:24-26 » mau diajar). Sedangkan orang yang sombong seperti tanah liat yang kering dan keras (Mzm 95:7-11 » keras hati), sulit dibentuk menjadi becana yang indah.
Orang yang sombong tanpa sadar menipu dirinya sendiri, menyangka dirinya berarti padahal ia sama sekali tidak berarti (Gal 6:3; Ams 16:18). Orang yang rendah hati menyadari bahwa “Tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (2 Tim 3:17). Maka ketika melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadanya, ia berkata: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk 17:10); kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah (2 Kor 3:5); Allahlah yang mengerjakan di dalam kami baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya (Flp 2:13). Orang yang mempunyai kerendahan hati sejati akan bersyukur atas kebaikan Allah, memuji dan menyembah Dia.
Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya (1 Ptr 5:6).
Meskipun Yesus Kristus diberi kuasa di sorga dan bumi (Mat 28:18), Ia oleh karena kita menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kita menjadi kaya oleh kemiskinan-Nya (2 Kor 8:9).
Teladan kerendahan hati dan kelemah lembutan yang sempurna dari seluruh kehidupan Yesus.
Yesus datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mat 20:28). Ia membasuh kaki murid-murid-Nya (Yoh 13:5). Walaupun dalam rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp 2:6-8).
Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar (Malkhus) dan memutuskan telinga kanannya (Yoh 18:10). Kristus lemah lembut, hati-Nya mudah tergerak oleh belas kasihan (2 Kor 10:1), berkata: "Sudahlah itu." Lalu Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya (Luk 22:50-51).
Kata lemah lembut menunjuk kepada sikap batin (1 Ptr 3:4). Orang yang lemah lembut tidak mendendam terhadap tindakan kasar (yang dialaminya) dan tidak tawar hati dalam kemalangan, karena segala sesuatu diterimanya sebagai jalan Allah bagi tujuan-Nya yang penuh hikmat dan kasih, sehingga mereka terima juga tindakan kasar dari orang lain, sambil mengetahui bahwa hal-hal itu diizinkan oleh Allah demi kebaikan mereka (Rm 8:28).
Kristus telah menderita untuk kita dan telah meninggalkan teladan bagi kita supaya kita mengikuti jejak-Nya (1 Ptr 2:21). Oleh karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, pikullah kuk yang dipasang-Nya dan belajarlah kelemahlebutan dan kerendahan hati pada-Nya agar jiwa kita mendapat ketenangan (Kol 3:12; Mat 11:28-30) dan kita mengalami pertumbuhan rohani.
Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Allah adalah kekayaan, kehormatan, dan kehidupan (Ams 22: 4).
(Sumber: Warta KPI TL No. 170/V/2019 » Renungan KPI TL Tgl 24 Januari 2019, Dra Yovita Baskoro, MM).