Rabu, 01 Mei 2019

23.24 -

Mrk 7:31-37

Sarapan Pagi 
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Jumat, 9 Februari 2018Hari Biasa V - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: 1 Raj 11:29-32; 12:19; Mzm 81:10-11ab, 12-13, 14-15; Mrk 7:31-37

Minggu, 9 September 2018: Hari Minggu Biasa XXIII - Tahun B/II (Hijau)
Bacaan: Yes 35:4-7a; Mzm 146:7, 8-9a, 9bc-10; Yak 2:1-5; Mrk 7:31-37


Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu.

Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: "Efata!", artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik.

Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang dan berkata: (*) "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata."


Renungan


1. Semangat misioner karya kerasulan

Mengingat kondisi dunia di abad 21 yang semakin rapuh oleh karena kepadatan penduduk, sumber daya bumi yang semakin menipis, kondisi alam yang semakin rusak, ketimpangan sosial yang makin meninggi, menjadikan dunia semakin rapuh dalam menopang kehidupan manusia.

Penderitaan dunia adalah penderitaan Kristus. Gereja tanggap akan keadaan ini dan menindaklanjutinya dengan mengadakan program-program yang memulihkan keadaan dunia.

Kabar Gembira Kristus tersebar berkat karya-karya kesehatan, pendidikan dan karya sosial lainnya yang dijalankan oleh lembaga-lembaga Gereja yang dikelola oleh awam maupun biarawan-biarawati, bahkan sikap sosial warga Gereja menjadi sarana pewartaan yang ampuh.

Jadi, hidup beriman kita tak bisa dilepaskan dari semangat misioner karya kerasulan yang semakin dibutuhkan dunia, yaitu: menjadikan segalanya baik (*).


2. Kebaikan Tuhan

(*) Ungkapan ini, mau mengatakan hanya Yesus yang mampu membuat segalanya baik. Peristiwa ini juga mau mengatakan kepada orang banyak bahwa hanya pada Dialah ada keselamatan dan kebaikan.

Ungkapan orang banyak ketika melihat mujizat penyembuhan ini membuka mata hati kita bahwa Tuhan itu begitu baik kepada kita. Ia tidak pernah menginginkan yang buruk terjadi pada kita.

Ia telah memberikan kebebasan kepada kita untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak dan keinginan kita. Akan tetapi kita seringkali tidak menggunakan kebebasan itu dengan bertanggung jawab sehingga kita tidak mampu melihat kebaikan Tuhan.

Hal inilah yang membuat kita dengan mudah mempersalahkan Tuhan, padahal kita sendiri yang menyebabkan itu semua. Oleh karena itu, marilah kita menggunakan kebebasan yang Tuhan berikan secara bertanggung jawab dengan tetap berpegang teguh pada peraturan dan perintah-Nya.

Ia telah berbuat baik kepada kita, oleh karena itu kita juga harus menyalurkan kebaikan itu kepada orang-orang yang ada di sekitar kita.