Sabtu, 04 Mei 2019

06.23 -

Mat 22:15-21

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Jumat, 17 Agustus 2018: Hari Raya Kemerdekaan Indonesia - Tahun B/II (Putih)
Bacaan: Sir 10:1-8; Mzm 101:1a, 2ac, 3a, 6-7; 1 Ptr 2:13-17; Mat 22:15-21

Sabtu, 17 Agustus 2019: Hari Raya Kemerdekaan Indonesia - Tahun C/I (Putih)
Bacaan: Sir 10:1-8; Mzm 101:1a, 2ac, 3a, 6-7; 1 Ptr 2:13-17; Mat 22:15-21


Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka.

Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?

Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu." Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: (*) "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."


Renungan


1. Memaknai kemerdekaan

(*) Jawaban Yesus ini sangat relevan dengan usaha membangun “jiwa” bangsa kita. Untuk membangun “jiwa” bangsa terlebih dahulu harus membangun “jiwa” kita sendiri.

Ciri-ciri orang yang mau membangun “jiwa” : Hidup sebagai orang merdeka dan bukan menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan, tetapi hidup sebagai hamba Allah (1 Ptr 2:16).

Dengan demikian, hendaklah kita hidup sebagai orang-orang merdeka yang dituntun oleh Allah dalam kehidupan kita setiap saat agar kita menjadi orang-orang yang bernilai dan berkualitas.



2. Menuntut hak - ungkapan kesombongan

(*) Hidup yang benar adalah ketika kita melakukan kewajiban sesuatu dalam urusan sosial kemasyarakatan dan dalam urusan iman atau urusan dengan Tuhan dilakukan dengan baik dan seimbang.

Jika demi "hak" kita mencari berbagai macam cara untuk menuntut apa yang akan kita dapatkan, maka kehidupan kita akan menjadi kacau dan tidak tenang. 

Oleh karena itu Yesus meminta kita untuk berlaku sebagai hamba yang hanya merasa wajib untuk melakukan sesuatu karena sesungguhnya hidup ini adalah berkat yang patut dan wajib dijalani dan disyukuri. 

Menuntut hak adalah ungkapan kesombongan bahwa kita berjasa baik terhadap Tuhan maupun terhadap negara. Hidup ini akan sejahtera, damai dan selamat apabila kita berpikir untuk bekerja keras daripada kita menuntut banyak hal tanpa usaha dan kerja keras.