Senin, 29 April 2019

16.59 -

Kej 2:18-25

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Kamis, 14 Februari 2019: Pw St. Sirilius, Pertapa dan Metodius, Uskup - Tahun C/I (Putih)
Bacaan: Kej 2:18-25; Mzm 128:1-2, 3, 4-5; Mrk 7:24-30; RUybs


Tuhan Allah berfirman: (1A) "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."

Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. 

Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri (1B) ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.

Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, (2A) Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 

Lalu berkatalah manusia itu: (2B) "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. 

(3) Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu. 


Renungan


1. Penolong yang sepadan

(1AB) Penolong sering dimengerti sebagai sekedar asisten yang berstatus lebih rendah daripada yang ditolong. Penolong di sini memiliki arti saling melengkapi.

Jadi, perempuan diciptakan untuk melengkapi laki-laki, sehingga keduanya dapat mewujudkan karya pemeliharaan Allah bagi dunia ini.

(2AB) Kesatuan esensi laki-laki dan perempuan inilah yang mendorong adanya persatuan suami istri yang melebihi sekadar persatuan tubuh (seks), melainkan juga dalam setiap aspek kehidupan mereka.

Kesetaraan inilah yang harus mendasari pernikahan Kristen. Laki-laki dan perempuan sama derajatnya di hadapan Allah. Mereka memberikan dirinya untuk dipersatukan agar dapat dipakai Allah untuk menjadi alat anugerah-Nya bagi dunia ini. 

Persatuan ini harus dipelihara dengan tetap saling memberi diri sebagai wujud saling melengkapi, serta menjaga keterbukaan satu sama lainnya (3).

Tuhan Yesus memberkati.