Kamis, 02 Agustus 2018

20.51 -

Mat 13:54-58

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu,
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
(Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Jumat, 3 Agustus 2018: Hari Biasa XVII - Tahun B/II (Hijau
Bacaan: Yer 26:1-9; Mzm 69:5, 8-10, 14; Mat 13:54-58

Jumat, 2 Agustus 2019: Hari Biasa XVII - Tahun C/I (Hijau)
Bacaan: Im 23:1, 4-11, 15-16, 27, 34b-37; Mzm 81:3-4, 5-6ab, 10-11ab; Mat 13:54-58


Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: "Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu?

(*) Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?"

Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya." Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ.


Renungan


1. Dibutuhkan kebesaran jiwa

(*) Kelemahan manusia untuk dapat mengenal karya Allah melalui orang dekat, yaitu manusia kurang dapat memberi penilaian obyektif mengenai kebenaran yang dialaminya.

Sebagai orang beriman hendaknya kita memiliki kerendahan hati untuk dapat menerima kebenaran obyektif sebagai karya Allah entah siapapun orangnya. Bisa jadi Allah berkarya melalui anak kita, murid kita, sahabat dekat kita, juga melalui orang-orang yang kurang kita sukai.

Yang penting kita dapat melihat buah-buah hidup yang disampaikannya, bukan melihat siapanya; yang penting yang disampaikan, bukan siapa orangnya. Untuk bisa mengagumi dan mengakui kelebihan orang yang biasa dekat dengan kita dibutuhkan kebesaran jiwa.


2. Melepas kesombongan

(*) Pertanyaan inilah yang membawa mereka pada kebutaan iman dan telah menutup mata hati mereka pada Yesus. Pertanyaan ini mengandung keraguan-keraguan dan ketidak percayaan, bahwa anak seorang tukang kayu mempunyai hikmat seperti itu.

Mengapa keraguan-keraguan dan ketidak percayaan muncul di hati mereka? Mungkin mereka iri akan hikmat yang didapat Yesus. Merasa sombong akan apa yang mereka miliki.

Kesombongan menjadi gerbang masuknya iri hati, dengki, benci yang menutup mata hati terhadap kebenaran.

Marilah kita selalu peka dan terbuka pada kehadiran Allah dengan melepas kesombongan kita yang menjadi gerbang munculnya penolakan terhadap kebenaran.

Melepas kesombongan berarti membiarkan Allah berkarya dalam diri kita, hidup kita pun menjadi "tanda" kehadiran Allah dan kesaksian hidup kita menjadi mujizat yang mampu menyentuh hati sesama.