18.11 -
*Gereja*
Hari Sabat
(1) Kej 2:2a kedengarannya agak janggal, maka penulis LXX (Septuaginta = terjemahan Kitab Suci Ibrani ke dalam bahasa Yunani) mengganti hari ke tujuh” pada dengan hari “keenam” (“Ketika Allah pada hari keenam telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, ...”). Kalimat ini juga sesuai dengan perintah Sabat pada Kel 20:8-11.
Namun, para rabbi Yahudi menandaskan bahwa “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu bukan suatu kesalahan tulis. Hal itu menunjukkan bahwa karya penciptaan baru sempurna pada hari ketujuh, yakni dengan “diciptakannya” istirahat itu sendiri.
Jadi, penciptaan baru sempurna dengan beristirahat-Nya Allah. Allah beristirahat bukan karena Ia letih. Allah beristirahat karena Ia mau menarik diri dari karya penciptaan sehingga Ia dapat memandang, mengagumi, dan menikmati karya-Nya.
(2) Dengan beristirahat pada hari ketujuh, Allah menunjukkan bahwa Dia mampu menguasai, membatasi, dan mengontrol kekuasaan-Nya. Dia tidak diperbudak oleh kuasa-Nya untuk terus-menerus mencipta tanpa henti.
Inilah Dia yang benar-benar mahakuasa, yakni Dia yang mampu menguasai segalanya termasuk kuasa-Nya sendiri sehingga Dia tetap tuan atas kuasa-Nya.
[2:3] Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
» kata menguduskan adalah terjemahan kata Ibrani qadas yang sejatinya berarti “memisahkan” atau “mengkhususkan” dari yang lain. Allah memisahkan hari ketujuh dari hari yang lain sehingga menjadi hari yang khusus, hari milik Tuhan. karena dikhususkan untuk Allah, ia pun akhirnya memiliki makna keagamaan dan disebut hari Sabat. Untuk menjamin pengudusannya, dirumuskanlah hukum Sabat dalam Dekalog (Sepuluh Firman).
Enam hari kerja secara simbolis dikaitkan dengan masa perbudakan, sedangkan Sabat dikaitkan dengan saat pembebasan.
Sabat mengenang tindakan Allah membebaskan Israel dari perbudakan Mesir. Ia membuat Israel menjadi manusia yang manusiawi, bangsa yang otonom dan berdaulat, subjek yang bebas yang memiliki hak dan martabat.
Dengan menguduskan hari Sabat Israel diingatkan bahwa ia orang bebas yang tidak boleh diperbudak oleh apa pun, termasuk kerja. Ia juga diingatkan bahwa kebebasan dan keselamatannya adalah pemberian Tuhan dan bukan pekerjaan tangan mereka sendiri. Karena itu, pada hari Sabat Israel mengucap syukur kepada Tuhan dan hidup dalam sukacita.
Makna dasar hukum Sabat bukanlah beristirahat, melainkan pembebasan dari perbudakan yang tersirat dalam beristirahatnya Allah pada hari ketujuh dan keluarnya Israel dari perbudakan Mesir.
Orang Yahudi yang terlalu menekankan istirahat dalam peraturan Sabat yang begitu ketat, tanpa sadar justru menghilangkan makna dasar hukum Sabat. Mereka menjadi budak peraturan itu.
Yesus sering melanggar hukum Sabat untuk meluruskan pemahaman mereka (Mat 12:1-8, 9-15; Mrk 2:23-28; 3:1-6; Luk 6:1-5, 6-11; 13:10-17; 14:1-6); Yoh 5:1-18). Berkali-kali Ia menekankan bahwa manusia adalah tuan atas hari Sabat dan bukan budak hari Sabat (Mrk 2:27-28; Luk 6:5).
Bagi orang Kristen pembebasan sempurna dari perbudakan, khususnya perbudakan dosa, dilakukan oleh Kristus melalui sengsara dan kebangkitan-Nya. Kebangkitan-Nya itu terjadi pada hari Minggu, hari pertama dalam minggu (Mat 28:1; Mrk 16:2, 9; Luk 24:1; 20:1). Karena itu sepatutnyalah Gereja merayakan Sabat pada hari Minggu dan bukan hari Sabtu.
Orang Kristen beribadah merayakan karya penebusan Kristus yang membebaskan mereka dari perbudakan dosa, dan kerinduan mereka akan kedatangan Kristus yang kedua kalinya sebagai pemenang yang jaya.
Hari Minggu merupakan hari pertama dari semua hari dan semua pesta, karena dia adalah hari ciptaan baru yang dimulai oleh kebangkitan Kristus, yang menyempurnakan kebenaran rohani Sabat Yahudi.
Kebiasaan merayakan hari Minggu, hari pertama dalam minggu, sudah ada sejak zaman Gereja awali (Kis 20:7). Mereka juga menyebut hari itu hari Tuhan (Why 1:10) meskipun istilah hari Tuhan lebih banyak mengacu ke akhir zaman, hari kedatangan Kristus yang kedua kalinya (1 Kor 1:8; 3:13; 5:5; 2 Kor 1:14; 2 Ptr 3:10).
Enam hari karya penciptaan ini dilengkapi dengan istirahat pada hari ketujuh dan ditutup dengan pernyataan "Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan" (Kej 2:4a).
Penutup ini pararel dengan pengantar pada Kej 1:1, sehingga membentuk sebuah inclusio yang sangat indah. Inclusio adalah sebuah gaya menulis di mana lesatuan suatu cerita ditunjukkan melalui pemakaian kata atau ide yang sama atau bertentangan di awal dan di akhir cerita.
(Sumber: Warta KPI TL No. No.143/III/2017 » Perempuan sumber dosa?, Dr Penka Yasua).