Minggu, 26 Maret 2017

21.19 -

Yang dipikirkan manusia berbeda dengan pikiran Allah

Di bulan Februari 2014 tiba-tiba ada kerinduan di hati saya untuk membawa siapa saja yang rindu ziarah ke Pohsarang, terutama bagi lansia yang tidak mampu ke sana.

Suatu malam saya berdoa: “Tuhan, saya harus ke Pohsarang kapan?” “Besok.” Saya segera menelpon Bu Magiati agar menyiapkan diri untuk berangkat ke Pohsarang, dan saya juga minta tolong kepada Bu Magiati untuk memberitahukan dan menanyakan pada Bu Sardjono apakah mau ikut ke Pohsarang? Sedangkan Mbok Ti saya memberitahukan melalui sms pada anak angkatnya yang bernama Anjas.

Keesokan harinya tepatnya hari Minggu, saya menjemput Bu Magiati, Bu Sardjono dan Mbok Ti. Ketika menjemput Mbok Ti, ternyata Mbok Ti tidak ada di rumah, rupanya Anjas tidak menyampaikan sms tersebut. 

Akhirnya kami bertiga memutuskan untuk menjemput Mbok Ti di gereja Roh Kudus, sebagaimana perasaan Bu Magiati bahwa Mbok Ti masih misa di gereja. Saya dan bu Sardjono menunggu misa selesai di mobil, sedangkan Bu Magiati turun mencari Mbok Ti. 

Setelah Bu Magiati bertemu dengan Mbok Ti, kami mengatakan bahwa akan mengajaknya ziarah ke Pohsarang. Mendengar itu dia menangis gembira, dan tiba-tiba matanya yang terasa berat dan gelap berubah menjadi terang. 

Kami berangkat kira-kira pukul 10.00 WIB, sebelum berangkat kami berdoa : “Tuhan, tolong antarkan kami ke Pohsarang. Kami tidak mengerti apa yang harus kami lakukan di sana.” 

Ada suatu kebiasaan dalam hidup saya, ketika hendak ziarah ke Pohsarang, saya selalu mampir ke makam Kakek saya yang ada di Tunggorono Jombang. 

Saya membeli bunga sekar yang cukup banyak untuk Kakek. Melihat bunga yang banyak dan segar, Bu Magiati bertanya kepada saya “Cie, apakah boleh minta bunganya sedikit? Karena Bu Magiati berkeinginan untuk ziarah ke makam kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Gurah Kediri. Saya langsung mengijinkan Bu Magiati untuk mengambil sebagian bunga tersebut sebelum diturunkan ke makam. Setelah selesai ziarah ke makam Kakek, kami berempat menuju ke Pohsarang Kediri.

Sesampainya di Pohsarang, kami berempat membersihkan diri terlebih dahulu sebelum berdoa di goa Maria. Diantara kami ber-empat, hanya Mbok Ti yang minta dibelikan jurigen 5 liter untuk mengambil air di Pohsarang, padahal saya sudah sampaikan bahwa kalau jurigen yang 5 liter itu terlalu berat bawanya. 

Meskipun saya sudah menyarankan untuk membeli botol kecil, namun Mbok Ti tetap bersikukuh agar dibelikan jurigen 5 liter. Akhirnya Mbok Ti mengisi jurigen tersebut dengan air Pohsarang. Air dalam jurigen tersebut dibawa Mbok Ti ke gua untuk didoakan. 

Selesai berdoa kami berempat berencana menuju ke tempat parkir mobil. Air dalam jurigen tersebut awalnya saya angkat berdua dengan Mbok Ti, namun karena berat saya sampaikan pada Mbok Ti bahwa mohon maaf saya tidak kuat, sehingga akhirnya Mbok Ti mengangkat sendirian. 

Sepanjang perjalanan Mbok Ti berdoa dengan suara keras: “Tuhan Yesus, tolong angkat airnya Mbok Ti. Tuhan Yesus tolong ... tolong ... bantu angkat airnya Mbok Ti.” Mbok Ti percaya pada Tuhan Yesus dan mau mengangkatkan airnya. 

Di perjalanan kami bertemu dengan satpam, lalu satpam merasa iba pada Mbok Ti karena Mbok Ti mengangkat air terlalu berat, sehingga satpam tersebut membantu mengangkatkan airnya Mbok Ti sampai di pinggir jalan raya. Satpam menyarankan pada saya agar mobilnya dibawa naik ke atas. Lalu saya ke bawah mengambil mobilnya. 

Entah mengapa, selesai putar balik, saya belok ke kiri, tiba-tiba ban kiri belakang terperosok di selokan yang cukup dalam. Saya merasa ada sesuatu yang tidak beres, karena kejadiannya tidak masuk akal. 

Lalu saya minta bantuan pada warga sekitar untuk mengangkat ban mobil yang terperosok tersebut. Puji Tuhan sekitar sepuluh menit mereka berhasil mengangkatnya. Warga setempat sempat heran terhadap kondisi ban tersebut. 

Namun saya percaya bahwa Tuhan mempunyai cara untuk memberkati warga setempat dengan peristiwa tersebut, karena warga begitu sukacita luar biasa dengan berkat Tuhan setelah menolong kami. 

Lalu kami berempat menuju Gurah – Kediri ke makam orang tua dan saudara-saudara Bu Magiati. Sepulang dari makam orang tua dan saudara-saudara Bu Magiati, kami mampir ke rumah saudara Bu Magiati (X) yang sakit stroke hampir satu tahun (tangan dan kaki kanan). 

Sesampainya di depan rumah saudara Bu Magiati, mereka bertiga turun kecuali saya. Entah mengapa tiba-tiba kepala saya terasa berat ketika hendak turun dari mobil. Lalu saya sampaikan pada mereka bertiga bahwa saya akan istirahat sejenak di mobil. 

Di dalam mobil saya berdoa dengan melakukan pujian penyembahan sampai hilang rasa berat di kepala. Karena tidak melihat teman-teman masuk rumah yang mana, saya kesasar masuk ke rumah orang lain. Akhirnya saya minta maaf kepada pemilik rumah dan saya melihat Mbok Ti ada di pagar rumah X. 

Ketika saya sudah berada di dalam rumah X, Bu Magiati minta agar saya mendoakan saudaranya tersebut.

Selesai mendoakan, saya meminjam gelas dan meminta air dari Pohsarang milik Mbok Ti lalu meminumkannya pada X. Setelah itu saya mendengar bisikan yang sangat keras agar mengambil garam dan air yang telah diberkati Romo di mobil. 

Lalu saya bertanya pada X “Bu, apakah bersedia kalau rumahnya dibersihkan?” X menjawab: “Mau.” Padahal menurut Bu Magiati biasanya dia tidak mau berdoa maupun di doakan oleh orang lain.

Pada waktu saya membersihkan rumah X dengan doa dan memerciki seluruh ruangan rumah dan toko, saya minta pada Bu Magiati, Bu Sardjono dan Mbok Ti agar mengangkat pujian dan penyembahan untuk mendukung doa tersebut.

Setelah itu saya menyuruh X untuk berdiri, tetapi X merasa ragu-ragu untuk melakukannya. Saya tidak peduli dengan apa yang dikatakan X, tetapi saya belajar taat dengan bisikan yang saya dengar. Lalu saya memberi perintah: “Berdiri, berjalan! 

Wow ... sungguh luar biasa karya Tuhan, X bisa berdiri dan berjalan, bahkan ketika kami pulang dia bisa mengantar kami sampai di pagar rumahnya.

Keesokan harinya bu Magiati menelpon cucu X untuk menanyakan kabarnya. Cucunya bercerita bahwa neneknya sudah mau mandi, cuci rambut, jalan pagi bahkan bisa membeli pecel tumpang tanpa bantuan siapa pun.

Dari pengalaman ini, saya banyak mendapatkan pengajaran dari Tuhan.

- Roh Kudus adalah harta yang terindah yang telah dipercayakan kepada kita (2 Tim 1:14). Roh Kudus dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia (Kis 5:32). Roh Kudus memberitakan hal-hal yang akan datang (Yoh 16:13).

- Apa yang dipikirkan Allah berbeda dengan yang dipikirkan manusia (Mat 16:23): Mbok Ti bersikukuh membawa air Posarang yang demikian berat, ternyata air tersebut sebagian digunakan untuk menolong X.

- Yesus adalah Pengantara, Ia sanggup menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah (Ibr 7:25). 

Meskipun X bukan seorang Kristiani dan telah melakukan kesalahan besar di hadapan-Nya karena berdagang dengan memakai “pelaris”, tetapi ketika ada saudaranya yang terbeban dengan keadaannya dan mendoakannya maka Allah berkarya melalui anak-anak-Nya. 

X tidak mengenal Allah secara benar maka dia mencari rejeki dengan cara itu. Selain itu X tanpa sadar telah dijerat Iblis sehingga tunduk pada kehendaknya (Mat 6:25, 32; 2 Tim 25-26). 

Janganlah sombong jika kita bisa melayani sesama, karena sesungguhnya kita adalah bejana tanah liat, kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kita, kita melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah (2 Kor 4:7; 1 Pet 4:11). 

Jadi, apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” (Luk 17:10).

Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku (Kis 1:8; Yoh 15:26).

(Sumber: Warta KPI TL No.127/XI/2014).