Kamis, 16 Maret 2017

20.20 -

Empati



Berempati berarti mengerti perasaan, pemikiran, atau isi hati seseorang dengan mendalam

Berempati bukan sekadar memahami perkataan seseorang; ini bisa dilakukan oleh hampir semua orang. Berempati ialah turut menghayati perasaan yang sedang dirasakan oleh orang itu dan melihat motivasi atau pemikiran yang membelakangi tindakannya

Dengan kata lain, sama dengan pemahaman yang saya peroleh dari bersepeda, berempati sebenarnya merupakan tindakan menempatkan diri pada posisi atau keadaan orang lain, setidak-tidaknya secara mental. Jadi, orang yang tidak sudi menempatkan dirinya pada keadaan orang lain adalah orang yang tidak dapat berempati.

Seluas apa pun dampaknya dan setajam apa pun tusukannya, pertengkaran adalah sesuatu yang harus kita lalui jika kita tetap ingin terlibat dalam hubungan dengan sesama

Ada banyak cara untuk menyelesaikan pertengkaran dan semua itu bergantung pada faktor penyebabnya yang juga beragam. 

Namun, semua "penyelesaian yang sehat biasanya dialasi terlebih dahulu oleh pengertian atau dalam istilah psikologisnya, empati". 

Pertikaian mulai mendekati titik penyelesaiannya tatkala kedua belah pihak berhasil berempati dan mengomunikasikan empati satu sama lain.

Menerima empati atau dimengerti merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang berkaitan dengan kodrat kita sebagai makhluk sosial

Merasa dimengerti sudah cukup untuk membuat kita berhenti berteriak meminta pengertian dan cukup kuat untuk menyadarkan kita bahwa orang lain bukanlah diri kita.

Jadi, berempati atau mengerti merupakan keterampilan atau mungkin lebih tepat lagi, keharusan, yang mesti kita miliki. Empati adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan orang lain sewaktu arus kemarahan melanda dan memisahkan kita. Tanpa empati, kita hanya bisa saling memandang dan tidak saling berpegangan tangan lagi.

Empati juga sukar muncul karena pada umumnya kita menuntut orang untuk mengerti kita terlebih dahulu. Jika kita masih mempunyai energi sisa, barulah kita mencoba mengerti orang lain.

Empati sering kali tersendat karena kita ingin membenarkan diri dan enggan mengambil risiko untuk mungkin saja keliru

Bukankah dengan empati, kita membuka peluang timbulnya kesadaran dan akhirnya pengakuan bahwa yang kita duga atau tuduhkan sebelumnya itu keliru

Empati sukar bersemi; sama sukarnya dengan menyangkal atau mengosongkan diri.

Empati hanya bisa kita miliki jika kita berhasil memenuhi syarat tuntutannya, yaitu bersedia mengosongkan diri.

Empati lebih mudah bertumbuh apabila kita pernah mengalami yang dialami orang lain, atau setidak-tidaknya kita memiliki kesadaran bahwa kita mempunyai potensi yang sama untuk "jatuh" seperti orang lain. 

Itu sebabnya, Allah yang menyelamatkan haruslah Allah yang menjadi manusia karena Ia "... bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibrani 4:15).