Rabu, 25 Januari 2017

Kehilangan atau pertukaran



Molen pengikir adalah perangkat industri untuk menghaluskan permukaan onderdil-onderdil logam yang baru selesai dicetak. 

Molen itu semacam tabung atau drum yang dirancang untuk berputar-putar dalam kecepatan tertentu. Di dalamnya dimasukkan potongan baja atau lempengan logam keras lainnya. Juga salah satu jenis obat pengasah, misalnya tepung aluminium atau kristal carborundum, di masukkan di dalam tabung itu; bisa juga pasir, butir-butir karet atau peluruh baja, tergantung dari ciri dan kerasnya onderdil logam yang mau dikikir.

Proses teknik industri ini menjadi gambaran indah dari cara bagaimana manusia terguling-guling dan diasah dalam hidup. Proses pengikiran ini membentuk manusia. Kendati keras dan kurang menyenangkan, kesulitan-kesulitan merupakan sumber perkembangan potensial. Setiap tabrakan dan gesekan dalam hidup mengasah dan mematangkan kepribadian kita.

Ada banyak orang yang berpendapat bahwa hidup ini terlalu keras. Mereka ingin mengubah dan menata dunia kembali sehingga tidak ada lagi orang yang perlu menderita. 

Namun bagaimana mungkin terjadi perkembangan kepribadian kita tanpa ada pergulatan? Bagaimana mungkin seorang akan menjadi bijak, matang dan kuat? Bukankah emas yang paling murni dihasilkan oleh tungku yang paling panas, dan petir yang paling terang keluar dari badai yang paling gelap

Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaanTuhan memurnikan dan menguji kita dalam dapur kesengsaraan (Mzm 90:10; Yes 48:10)

Ketika Aku merencanakan buku hidupmu, Aku tidak menjilidnya dengan sampul yang keras, sebagai karya seni yang dijahit mati. 

Aku membuatnya lebih seperti map dengan ring, dengan bagian-bagian yang bisa dibuka dan ditutup. Aku membuatnya sedemikian rupa, sehingga Aku selalu dapat menambah halaman ekstra di sini atau di sana atau bagian tertentu diganti seluruhnya jika perlu. 

Maka, jangan menutup bukumu bagi-Ku. Biarkan Aku membolak-baliknya dan membuat perbaikan-perbaikan yang perlu. Aku dapat mengubahmu untuk membuat engkau persis sebagaimana mestinya menurut pandangan-Ku.

Mungkin engkau sudah senang dengan halaman-halamanmu sebagaimana ada, dan merasa puas dengan tata ruang dan tebalnya mapmu atau mungkin engkau bertanya-tanya apakah sistem ring pada punggung mapmu sudah terlalu berkarat untuk dapat dibuka bagi perbaikan-perbaikan-Ku ... 

Namun percayalah pada-Ku, Aku dapat mengubah apa saja dan Aku dapat mengerjakan mujizat-mujizat dalam hatimu yang kau perlukan.

Aku tidak membuat engkau sebagai buku yang dijilid mati ... sehingga tidak dapat dibentuk. Bila Aku menganggapnya perlu, Aku akan menyobek halaman-halaman tertentu dan menempelkan halaman-halaman lain di dalamnya untuk mencapai hasil yang Kuinginkan, atau malah terpaksa menjilidmu ulang atau membuangmu sama sekali.

Aku telah membuatnya sedemikian ... jika engkau mengatakan 'ya' kepada-Ku, Aku akan mengerjakan mujizat dan membuat "tambahan" pada bukumu di tempat-tempat tertentu, supaya engkau bisa menjadi manusia sesuai dengan panggilan dan rencana-Ku.

Salam kasih abadi, Yesus.

Maukah buku kehidupan kita disobek pada halaman-halaman tertentu sehingga kita bisa menjadi manusia sesuai dengan panggilan dan rencana-Nya?

Aku mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yer 29:11).

Ketika kita membeli barang atau berjuang untuk mendapatkan sesuatu, sebenarnya kita sedang mengalami dua hal sekaligus:

1. Pengalaman kehilangan/pengosongan
2. Pengalaman mendapatkan/pengisian

Jika yang hilang itu adalah berupa uang, tenaga, waktu, dan hal hal yang berharga lainnya, maka yang kita dapatkan itu adalah sesuatu yang kita beli atau kita kejar. Di dalam peristiwa itu kita tidak menyebutnya sebagi kehilangan, tetapi pembayaran.

Ada sesuatu yang berharga yang kita kosongkan untuk memperoleh sesuatu yang lain yang kita anggap lebih berharga atau paling tidak seharga dengan apa yang kita lepaskan itu. 

Kita baru akan merasa kecewa, merasa rugi, dan kehilangan jikalau apa yang kita lepaskan itu tidak memberikan kepada kita sesuatu yang lebih bernilai.

Sesungguhnya rasa duka yang timbul akibat kehilangan yang kita alami di satu sisi merupakan sebuah bentuk protes terhadap kefanaan.

Tetapi di sisi lain adalah sebuah ekspresi kerinduan akan “sesuatu” yang abadi, yang tidak dapat hilang, tidak dapat meninggalkan, dan tidak dapat diambil dari kita untuk selama lamanya. Berarti kita sedang mencari dan merindukan Allah si Maha Kekal itu. 

Namun seringkali kita tidak mampu menghadapi rasa duka dengan sehat dan benar sehingga kita mencari pereda rasa sakit (pain killer), yaitu shopping, makan, kerja, mencari entertainment2 lainnya, mencari konselor 2 atau mencari komunitas atau gereja yang dapat membius kita.

Marilah kita belajar dari Abraham dan Yudas Iskariot

Abraham - Ia mendapatkan keuntungan besar dengan kehilangan Ur-Kasdim yang harus ditinggalkannya namun mendapatkan Yerusalem baru sebagai gantinya (Kej 15:7).

Yudas Iskariot - Ia kehilangan segala galanya ketika melepaskan Yesus dari genggamannya demi menggenggam 30 keping perak (Mat 27:3).

Kerendahan hati dan pengosongan diri (kenosis) merupakan dua hal yang tidak terpisahkan untuk menerima Kristus

Ketika kita dikosongkan, hati kita menjadi hancur, miskin dan tak berdaya. Hal itu melepaskan kita dari kecongkakan karena tidak ada lagi yang bisa kita sombongkan.

Pada saat itu kerendahan hati bukan menjadi kebajikan yang kita kejar dan capai melainkan yang kita alami sebagai anugerah. 

Dimana kekosongan dan kerendahan hati bukan merupakan tujuan tetapi sarana membawa kita kepada kepenuhan Kristus. Sampai kita semua tertawan oleh ketidak-ternilaian-Nya,dan itu membuat kita tidak lagi menempatkan ambisi/cita cita hidup kita di dalam keberhasilan pribadi, tetapi di dalam "dipenuhinya" kita oleh-Nya.

Kita sering berpikir bahwa menerima Kristus itu sekali jadi pada saat pertama kali kita menerima-Nya. Hal itu memang benar karena Yesus sebagai sebuah pribadi maka tentu menerima Dia adalah menerima-Nya seutuhnya. 

Tetapi juga benar jika dikatakan bahwa menerima Kristus itu bersifat progresif, karena Kristus bukan sebuah keberadaan statis. Dia adalah pribadi yang hidup dan dinamis, maka Dia akan tanpa henti sekalipun lambat namun pasti akan mengambil alih seluruh hati kita sampai Dia sajalah yang memenuhi kita. Kita sebagai penerima juga bukanlah sebuah keberadaan statis...kitapun sedang bertumbuh dalam hidup ini.

Jika itu terjadi maka Kristus, harta itu tidak hanya terletak di dalam tetapi Ia akan menyembul keluar dari hidup kita karena Ia begitu besar-Nya sehingga dengan mudah dilihat orang.

(Sumber: Warta KPI TL No.101/IX/2012 » Renungan KPI TL tgl 28 Juni 2012 dan 2 Agustus 2012, Dra Yovita Baskoro, MM).