03.36 -
*Kasih*
Kasih tak bersyarat
John berbulan-bulan berjuang untuk sebisa mungkin menunjukkan kasihnya kepada sesamanya (X), tetapi dia selalu mendapatkan kecaman dan perlakuan kasar.
Pada suatu hari dalam doa John mengeluh kepada Tuhan: “Tuhan, setiap kali aku menunjukkan kasih-Mu kepada X, aku hanya menerima kemarahan darinya.”
Tuhan berbicara dalam batinnya: “John, engkau perlu mengembangkan iman terhadap kasih Allah.” John bertanya kepada Tuhan: “Tuhan, apakah yang Engkau maksudkan?”
Lalu Tuhan menjelaskan dalam batinnya: “Barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.
Janganlah kamu jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kamu akan menuai, jika kamu tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan, berbuat baiklah kepada semua orang (Gal 6:8-10).
Jadi, kamu perlu mengembangkan iman dalam hukum rohani. Jika kamu menabur kasih Allah, mungkin kamu tidak akan menuai dari tempatmu menabur.
Bukankah Aku telah memberikan teladan kepadamu. Aku mengurus murid-murid-Ku selama tiga tahun, tetapi pada saat Aku ditangkap, disiksa dan disalibkan oleh serdadu-serdadu Romawi, mereka ada yang lari berpencar menyelamatkan diri, Petrus menyangkali Aku, bahkan Yudas mengkianati Aku.
Tetapi Aku percaya bahwa ketika Aku menabur kasih, Aku akan banyak menuai kasih dari putra-putri Kerajaan Allah.
John, kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu agar kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Mat 5:44-45).”
Akhirnya, melalui kesadaran ini John mengerti hukum rohani dan hal inilah yang membebaskan John untuk semakin mengasihi X.
Kalau kita tidak berani disakiti, maka kita tak dapat memberikan kasih yang tak bersyarat.
Kasih yang tak bersyarat berani memberikan kepada orang lain hak untuk menyakiti kita.
Kenapa seringkali kita menyerah dan terluka ketika mengasihi seseorang? Karena kita bukan berjalan dalam kasih yang memberi tetapi kasih yang serakah, artinya kita hanya mau menerima dan menerima tanpa mau memberi kasih.
Kasih agape kasih yang tidak memperdulikan tanggapan dari orang yang kita kasihi.
Orang yang dilukai perasaannya mengakibatkan kasihnya kepada Allah menjadi dingin (Mat 24:10); keangkuhan hidupnya menentang pengenalan akan Allah (2 Kor 10:5) sehingga tanpa sadar dia menjadi penghujat, penganiaya dan ganas (1 Tim 1:14). Hatinya terluka sehingga jiwanya juga sakit.
Orang yang dilukai perasaannya lebih sulit dimenangkan dari pada sebuah kota benteng yang kuat (Ams 18:19), dia selalu menjaga hatinya, membangun tembok perlindungan … akhirnya tenaganya terkuras untuk memastikan tidak dilukai lagi pada masa yang akan datang. Hanya dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng itu (2 Kor 10:4).
Seandainya ada banyak orang Kristiani menyadari hal ini, maka mereka takkan menyerah dan merasa terluka ketika kasihnya tidak dibalas.
Pengetahuan firman Allah menyenangkan jiwa (Ams 2:10). Tanpa kasih, pengetahuan ini akan mengantar kita kepada penipuan dan membuat orang menjadi sombong (1 Kor 8:1) seperti orang Farisi.
Hal inilah yang menyebabkan timbulnya nabi-nabi palsu yang menyesatkan banyak orang, mereka seperti serigala berbulu domba (Mat 7:15; 24:11).
Mereka adalah orang-orang yang mencari kepentingan diri sendiri dengan memberikan penampilan sebagai orang-orang Kristen (berbulu domba) tetapi mempunyai sikap batin serigala. Serigala ini selalu mengikuti domba yang muda dan terluka.
Orang-orang yang terluka tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, mereka mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya (2 Tim 4:3).
Walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran (2 Tim 3:7)
Tanpa Allah, kita hanya dapat mengasihi dengan kasih yang mementingkan diri sendiri yaitu kasih yang tak dapat diberikan jika ditolak dan tidak dibalas.
Di dalam hati seorang Kristiani telah mengalir aliran-aliran air hidup (Roh Kudus – Yoh 7:38-39). Jadi, kita bisa memberikan kehidupan di sekitar kita seperti danau Galilea. Tetapi orang yang terluka tidak bisa memberikan kehidupan disekitarnya seperti Laut Mati (lih. Warta No. 09/I/2005 – Laut Kehidupan dan Kematian).
(Sumber: Warta KPI TL No.104/XII/2012 » Renungan KPI TL tgl 27 September 2012, Dra Yovita Baskoro, MM).