Rabu, 25 Januari 2017

14.58 -

Harta itu tidak dapat tinggal dalam bejana emas



Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, kerendahan hati tidak lagi merupakan jalan hidup. Manusia mempunyai kecenderungan mencari kekayaan, popularitas, sukses, kecantikan, prestasi, pencapaian untuk mendapat pengakuan, penghargaan, dan kedudukan yang membuat kita merasa mulia diatas rata rata, bahkan pelayananpun tidak luput sebagai sarana untuk mencapai hal itu. Pikiran itu muncul begitu saja tanpa bisa dikendalikan.

Bagaimanakah caranya orang dapat melihat bahwa semua yang kita kerjakan adalah hasil dari pekerjaan Kristus, jika kita lebih suka memamerkan apa yang dapat membuat kita diakui dan dipuja. Hanya belas kasih Allah saja yang dapat membentuk sifat itu di dalam diri kita. Jadi, mintalah anugerah ini kepada Tuhan.

Anugerah Tuhan selalu bekerjasama dengan manusia. Contoh: Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." ... Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. ..." ... Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (Luk 1:26-38).

Berdasarkan surat Paulus kepada jemaat di Korintus (2 Kor 4:7) tersirat dua hal, yaitu kerendahan hati (Kristus dan manusia) dan pengosongan diri (Kristus dan manusia.)

Kerendahan hati Kristus 

Yesus lahir di kandang (Luk 2:7).

Firman itu adalah Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita (Yoh 1:1,14). Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Maria mengandung dari Roh Kudus (Mat 1:18). Tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki ... lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan (Luk 2:6-7).

Yesus direndahkannya di atas kayu salib (Ul 21:23; Gal 3:13 - Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!).

Yesus dihina oleh Gereja 

Seringkali tanpa sadar kita menghina Tuhan dalam kehidupan kita, baik secara pribadi maupun kolektif. 

Mahatma Gandi tertarik dengan Kristus, ia sudah membaca Injil sampai katam dan ia juga melakukan apa yang Injil katakan, tetapi ia tidak mau dibaptis karena ia melihat kehidupan sebagian orang Kristen tidak sesuai dengan Injil, katanya: "Yesus saya suka, Injil saya kerjakan. Tetapi saya tidak mau menjadi orang Kristen karena ada sebagian orang Kristen yang tidak melakukan apa yang dikatakan Yesus." Bagaimana dengan kita? Apakah kita juga melakukannya? 

Respon satu-satunya yang tepat terhadap kerendahan hati Kristus adalah kerendahan hati kita, yaitu mengakui dengan tulus dan jujur bahwa kita hanyalah debu di alas kaki-Nya. Jika kita rendah hati, maka Kristus dapat menguasai hidup kita.

Kenosis Kristus:

Dia mengosongkan diri-Nya dengan melepas segala-galanya yang ada dalam genggaman tangan-Nya agar kekayaan-Nya menjadi milik kita.

1. Dia melepaskan sorga (waktu turun ke bumi) agar kita bisa ke tempatNya.

2. Dia melepaskan hidup-Nya (mati di kayu salib) agar kita yang mati memiliki hidup-Nya, memperoleh hidup yang kekal.

3. Dia melepaskan kemuliaan-Nya agar kita yang kehilangan kemuliaan Allah boleh memilikinya kembali. 

Untuk menerima semua kekayaan ini kita harus merespon kenosis Kristus dengan kenosis kita, menjadi orang yang miskin (Luk 6:20; memiliki sesuatu tetapi tidak melekat pada sesuatu - Bdk. Luk 18:23), artinya kita harus melepas segala-galanya yang ada dalam genggaman kita sehingga ada ruang yang kosong bagi-Nya (Mrk 12:30 - Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu). 

Kerendahan hati dan pengosongan diri merupakan dua hal yang tidak terpisahkan untuk menerima Kristus.

(Sumber: Warta KPI TL No.101/IX/2012 » Renungan KPI TL tgl 12 Juli 2012, Dra Yovita Baskoro, MM).