Jumat, 13 Januari 2017

13.00 -

Buah pena





Jika anda melihat sebuah karikatur: ujung bedil dan ujung pena, apakah komentar anda tentang kedua benda itu? Pasti bedil yang kalah dan yang menang adalah ujung pena. Mengapa? Karena bedil cuma berdentum, lalu habis, sedangkan pena berbuah tanpa bunyi dan bisa dinikmati.


Bila pena sudah berbuah, ada yang senang karena disanjung, tak sedikit yang khawatir merasa disindir. Majunya sebuah negeri tidak hanya diukur oleh alat-alat elektronik yang canggih atau komputer yang super. 

Maju atau “dalam”-nya sebuah negeri justru diukur oleh kesusastraannya. Inilah kekayaan rohani mana pun. Teknik boleh terus maju, tetapi roh harus tetap hidup dan jaya. Roh semacam itu tersembunyi di dalam sastra, perbendaharaan negeri yang harus dipupuk.

Buah pena memang luar biasa. Walaupun berkali-kali dimakan api, dilarang beredar, masuk daftar hitam, atau diapakan saja, sekali lahir, buah pena tak mengenal usia, rohnya tetap hidup. Contoh paling nyata ialah Kitab Suci

(Sumber: Warta KPI TL No. 93/I/2012 » Cerita Kecil Saja, Stephie Kleden-Beetz).