Rabu, 25 Januari 2017

06.16 -

Belajar dari pohon bambu



Kebahagiaan merupakan dambaan semua orang pada jaman ini. Dari anak kecil sampai orang lanjut usia, semua mendambakan kebahagiaan. Maka hampir semua kegiatan manusia ditujukan untuk mencapai kebahagiaan itu, dan sedapat mungkin menghindari penderitaan. 

Di sini terlihat bahwa kebahagiaan itu seumpama magnet yang menarik dan mengikat manusia. Kerasnya tarikan magnet kebahagiaan tersebut ternyata tidak semuanya membuahkan kebahagiaan bagi manusia melainkan sebaliknya, malahan membuat penderitaan hidup. Kalau mental dan iman kita tidak tangguh dan mendalam, lalu kita menjadi stres, bahkan meningkat menjadi depresi atau bunuh diri.


Ketika hidup kita masih dikuasai oleh dunia, kita akan mengejar kebahagiaan sementara (membeli rumah yang bagus, mobil yang mewah, penampilan diri yang trendy, baju dan sepatu yang modis, jabatan pekerjaan yang menjanjikan, gaji yang menarik dsb). 

Tetapi ketika iman kita semakin bertumbuh dewasa, orientasi kebahagiaan hidup harus berubah, yakni mengarah kepada kebahagiaan sejati.

Marilah kita belajar dari pohon bambu:

Pohon bambu berakar kuat ke dalam. Ini mengajarkan kepada kita, kalau mau menggapai kebahagiaan sejati maka carilah sumber-sumber kebahagiaan yang dari dalam, seperti iman kepada Tuhan yang mendalam, rasa syukur akan berkat-berkat yang kita terima dari-Nya, rasa cinta terhadap orang-orang di sekitar kita, persahabatan dengan kehidupan di sekitar kita.

Bambu adalah jenis pohon yang selalu segar disegala musim, kendati tidak berbunga dan berbuah. 

Hal ini berbeda dengan kebahagiaan yang dikejar kebanyakan orang jaman ini, yang hanya segar bila kehidupannya berbunga dan membuahkan sesuatu yang menguntungkan seperti jabatan, uang, populeritas, harga diri dsb. Sementara kalau usaha kita tidak membuahkan sesuatu lalu kita kecewa atau menderita. 

Pohon bambu itu semakin tinggi akan semakin merunduk. Bandingkan dengan kehidupan masyarakat kita sekarang ini, orang semakin tinggi jabatannya semakin banyak hartanya akan semakin merasa kekurangan terus. Semestinya ketika kita mengalami kesuksesan hidup, kita harus bersikap rendah hati dihadapan Tuhan dan sesama.

Pohon bambu di tengah-tengah berongga/kosong. Dalam hal ini diharapkan kita juga berusaha mengosongkan diri, menciptakan keheningan agar rahmat Tuhan memenuhi hati kita, agar kita mampu mengenal kehendak dan kehadiran Tuhan dalam hidup kita. 

Kalau hati kita selalu dipenuhi ego, keinginan-keinginan, kebencian, keserakahan, permusuhan dan persaingan, maka tidak ada lagi tempat untuk menerima rahmat Tuhan, sehingga hidup kita juga akan jauh dari rahmat-Nya.

(Sumber: Warta KPI TL No.100/VIII/2012 » Erka edisi XIV Tahun II Juni 2010 - Memimpin Diri Untuk Menggapai Kebahagiaan Sejati, Sr. Marta MASF).