Rabu, 25 Januari 2017

06.02 -

Kehidupan manusia mengenal dan mencintai Allah

Allah dalam Dirinya sendiri sempurna dan bahagia tanpa batas. Berdasarkan keputusan-Nya, Ia telah menciptakan manusia dengan kehendak bebas, supaya manusia itu dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya yang bahagia

Karena itu, pada setiap saat dan di mana-mana Ia dekat dengan manusia. Ia memanggil manusia dan menolongnya untuk mencari-Nya, untuk mengenal-Nya, dan untuk mencintai-Nya dengan segala kekuatannya

Ia memanggil semua manusia yang sudah tercerai-berai satu dari yang lain oleh dosa ke dalam kesatuan keluarga-Nya, Gereja. Ia melakukan seluruh usaha itu dengan perantaraan Putra-Nya, yang telah Ia utus sebagai Penebus dan Juru Selamat, ketika genap waktunya. 

Dalam Dia dan oleh Dia Allah memanggil manusia supaya menjadi anak-anak-Nya dalam Roh Kudus, dan dengan demikian mewarisi kehidupan-Nya yang bahagia.

Supaya panggilan ini didengar di seluruh dunia, Kristus mengutus para Rasul yang telah dipilih-Nya dan memberi mereka tugas untuk mewartakan Injil (Mat 28:19-20). 

Berdasarkan perutusan ini mereka pergi memberitakan Injil ke segala penjuru dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya (Mrk 16:20).

Barangsiapa dengan bantuan Allah telah menerima panggilan ini dan telah menyetujuinya dalam kebebasan, ia didorong oleh cinta kepada Kristus supaya mewartakan Kabar Gembira kepada seluruh dunia.

Kerinduan akan Allah sudah terukir dalam hati manusia karena manusia diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Allah tidak henti-hentinya menarik dia kepada diri-Nya. Hanya dalam Allah manusia dapat menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang dicarinya terus-menerus.

Manusia tidak sepenuhnya hidup menurut kebenaran, bila ia tidak dengan sukarela mengakui cinta kasih itu, serta menyerahkan diri kepada Pencipta-Nya (GS 19,1).

Sejak dahulu kala manusia menyatakan melalui pandangan iman dan pola tingkah laku religius (seperti doa, kurban, upacara, dan meditasi), atas berbagai cara, usaha mereka untuk menemukan Allah.

Namun "hubungan kehidupan yang mesra dengan Allah ini" dapat dilupakan oleh manusia, disalahartikan, malahan ditolak dengan tegas. 

Sikap yang demikian itu dapat mempunyai sebab yang berbeda-beda: protes terhadap kejahatan di dunia, ketidakpahaman religius atau sikap tidak peduli, kesusahan duniawi dan kekayaan (Mat 13:22), 

contoh hidup yang buruk dari para beriman, aliran berpikir yang bermusuhan dengan agama, dan akhirnya kesombongan manusia berdosa untuk menyembunyikan diri karena takut akan Tuhan (Kej 3:8-19) dan melarikan diri dari Tuhan yang memanggil (Yun 1:3). 

Biarpun manusia melupakan Tuhan, namun Tuhan tidak berhenti memanggil kembali setiap manusia, supaya ia mencari-Nya serta hidup dan menemukan kebahagiaannya. 

Tetapi pencarian itu menuntut dari manusia seluruh usaha berpikir dan penyesuaian kehendak yang tepat, "hati yang tulus", dan juga kesaksian orang lain yang mengajar kepadanya untuk mencari Tuhan.

Betapapun manusia berdosa dan dapat mati, namun ia ingin memuji Dikau karena ia adalah satu bagian dari ciptaan-Mu. Hati kami tetap tidak tenang sampai ia menemukan ketentraman di dalam Engkau (Agustinus, conf. 1,1,1).

Karena manusia diciptakan menurut citra Allah dan dipanggil untuk mengenal dan mencintai Allah, ia menemukan "jalan-jalan" tertentu dalam pencarian Allah agar mencapai pengenalan akan Allah.

"Jalan-jalan" menuju Allah ini mempergunakan ciptaan (dunia material dan pribadi manusia) sebagai titik tolak.

* Dunia

Dari gerak dan perkembangan, dari kontingensi, dari peraturan dan keindahan dunia, manusia dapat mengenal Allah sebagai sumber dan tujuan alam semesta. Apa yang tidak tampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat tampak kepada pikiran dari karya-Nya, sejak dunia diciptakan (Rm 1:20; Kis 14:15, 17; Keb 13:1-9).

* Manusia

Dengan keterbukaannya kepada kebenaran dan keindahan, dengan pengertiannya akan kebaikan moral, dengan kebebasannya dan dengan suara hati nuraninya, dengan kerinduannya akan ketidakterbatasan dan akan kebahagiaan, manusia bertanya-tanya tentang adanya Tuhan. 

Dalam kesemuanya itu ia menemukan tanda-tanda adanya jiwa rohani padanya. "Karena benih keabadian yang ia bawa dalam dirinya tidak dapat dijelaskan hanya dengan asal dalam materi saja (GS 18, 1; 14,2), maka jiwanya hanya dapat mempunyai Tuhan sebagai sumber.

Dunia dan manusia memberi kesaksian bahwa mereka tidak memiliki sebab mereka yang pertama serta tujuan mereka yang terakhir dalam dirinya sendiri, tetapi bahwa mereka hanya mengambil bagian dalam ADA yang tanpa titik awal dan titik akhir. 

Jadi melalui "jalan-jalan" yang berbeda itu manusia dapat sampai kepada pengertian bahwa ada satu realitas, yang adalah sebab pertama dan tujuan akhir dari segala-galanya, dan realitas ini "dinamakan Allah oleh semua orang" (Tomas Aq., s.th. 1, 2, 3).

Kemampuan manusia menyanggupkannya untuk mengenal adanya Allah yang berkepribadian. tetapi supaya manusia dapat masuk ke dalam hubungan yang akrab dengan Allah, maka Allah hendak menyatakan diri kepada manusia dan hendak memberikan rahmat kepadanya supaya dengan kepercayaan dapat menerima wahyu ini. 

Namun bukti-bukti mengenai adanya Allah dapat menghantar menuju kepercayaan dan dapat membantu supaya mendapat pengertian bahwa kepercayaan tidak bertentangan dengan akal budi manusia.

(Sumber: Warta KPI TL No.100/VIII/2012 » KGK 1-3; 27-35).