Selasa, 01 November 2016

Jadi saksi Kristus

Perjumpaan saya dan suami saya hanya berlangsung tiga bulan, setelah itu kami langsung menikah. Saya tidak merasakan adanya kerukunan dalam kehidupan rumah tangga saya, seringkali saya marah dan tersinggung ketika mendengar kritikannya. 

Ketika saya bete, saya mengajaknya jalan-jalan di mall, tetapi dia menolaknya karena dia lebih senang berada di rumah atau mengikuti kegiatan di lingkungan. 

Setiap jam tiga pagi, saya merasa terusik ketika mendengar puji-pujian dan penyembahan yang dilakukannya. Menanggapi kemarahan saya, dia hanya diam saja tanpa berkomentar sepatah katapun. 

Di bulan Mei 2003, saya keluar-masuk rumah sakit karena kondisi kesehatan saya yang kurang baik. Berdasarkan pemeriksaan delapan dokter, tidak ada suatu penyakit apapun; kata dokter, saya mengalami stres berat. 

Hal ini terjadi karena saya takut meninggal di usia 40 tahun sesuai dengan ramalan yang saya dengar. Karena diwaktu kecil, saya sekeluarga diramal; dan ramalan itu benar-benar menjadi kenyataan pada kakak saya yang No. 1 meninggal di usia 36 tahun; kakak saya No. 2 meninggal di usia 40 tahun. 

Pada suatu hari saya diajak oleh seorang tetangga untuk hadir ke persekutuan ini, tetapi saya menolaknya. Katanya: “Kamu harus mau! Lihatlah! Suamimu selalu sehat-sehat dan doanya dikabulkan. Sedangkan kamu selalu sakit-sakitan dan doamu tidak pernah dikabulkan. Apakah kamu tahu penyebabnya? Karena kamu tidak pernah berdoa dengan benar sehingga Tuhan tidak mengenal orang yang namanya Sandra.” 

Sesudah memasuki persekutuan ini, saya berkenalan dengan seorang ibu yang membantu kesehatan saya dengan dikeroki. 

Pada saat dia melihat begitu banyak obat di meja, dia berkomentar: “Janganlah menaruh segala macam obat di meja. Hal ini dapat menimbulkan pernyataan ganda di pikiran kita, sehingga mujizat yang sudah ada ditangan akan terlepas lagi.” 

Di bulan Mei 2008, suami saya pulang dari kantor dengan keadaan tangannya lemas dan jalannya pincang. Atas saran dokter keluarga, dia harus masuk rumah sakit tetapi dia menolaknya. Setelah mengalami stroke ringan, dia berkeringat terus sebesar jagung dan mengalami sendawa (cegukan) terus-menerus.

Atas saran seseorang, saya memberinya minum teh. Di tengah perjalanan menuju rumah sakit, suami saya muntah berwarna coklat di dalam taksi. Melihat itu saya gemetar, lalu saya menghubungi kakak saya, tetapi hpnya tidak aktif. Menghadapi hal ini saya berdoa: “Tuhan tolong saya … saya sudah nggak kuat …” 

Sesampainya di RKZ, suami saya langsung masuk UGD dan diberi infus serta disuntik. Setelah itu sendawanya mulai berkurang. Dokterpun menyarankan untuk rawat inap. 

Tetapi kamar di RKZ penuh semua, maka dokter tersebut menyarankan untuk rawat inap di RS Wiliam Both. Pada saat menyeberang, saya berdoa: “Tuhan, jangan banyak mobil ya … saya mau menyeberang …” 

Pada saat menyeberang, saya merasakan kaki saya tidak menginjak tanah dan ada tangan yang menuntun saya. Terlebih lagi tidak ada kendaraan satupun yang berada di dekat saya. 

Hal ini terjadi pada saat saya pergi ke RS Wiliam Both maupun pada waktu kembali ke RKZ, padahal jalur ini sangat padat lalu lintasnya. Karena RS Wiliam Both juga tidak ada kamar kosong, maka kami membawanya ke RS Adi Husada dengan taksi.

Ketika suami saya berada di RS, ada seorang bapak yang mengamat-amati keluarga saya. Pada suatu hari dia memberanikan diri bertanya pada kami, katanya: “Saya heran melihat kalian bertiga. Kalian sedang dalam keadaan susah, tetapi kenapa kalian kok bisa bersukacita? Kok nggak sedih?” 

Jawab suami saya: “Pak, kami belajar untuk bersukacita dengan apapun yang Tuhan berikan. Masalah sakit-penyakit ini, bukan berasal dari Tuhan. Ini terjadi karena kita tidak bisa menjaga kesehatan dengan baik.” 

Tak ketinggalan sayapun ikut menjawabnya: “Kami sekeluarga selalu berusaha menyerahkan segala permasalahan hidup kami pada Tuhan. Tuhan sangat mengerti kesusahan kami, Dia tak pernah terlambat dalam menolong kami.” 

Secara kasat mata, kami tidak mempunyai cukup uang untuk membayar biaya RS. Tetapi mukjizat terjadi secara sungguh luar biasa, Dia mengutus malaikat-malaikat-Nya untuk mencukupkan semua biaya RS tersebut.

Setelah pensiun dari perusahaan, suami saya diharuskan cek kesehatan hati, ginjal, gula darah dan tumor di lab tertentu untuk melengkapi persyaratan kontrak kerja. 

Mendengar itu pikiran saya kacau dan tidak bisa tidur semalaman. Lalu suami dan anak saya menghibur saya, kata mereka: “Serahkan saja pada Tuhan pasti semua baik.” 

Akhirnya saya berdoa menyerahkan semuanya pada Tuhan ... puji Tuhan hasil lab-nya baik semua.

Tanggal 28 April 2011 KPI TL merayakan Hari Raya Paskah, saya mengambil kartu yang bunyinya: “Sesungguhnya, Allah telah mendengar, Ia telah memperhatikan doa yang kuucapkan. Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan kasih setia-Nya dari padaku (Mzm 66:19-20). 

Setelah membaca kartu tersebut, saya langsung menangis sambil berkata dalam hati: “Tuhan, ampuni saya ya. Terima kasih Tuhan karena setiap doaku Kau dengarkan.”

Sejak mengikuti persekutuan ini, hidup saya diubahkan secara luar biasa.

* Ketika dinasehati/dikritik, tidak ada lagi kemarahan di hati saya.

* Jika malas datang ke persekutuan, di hati ini ada kerinduan untuk datang.

* Tidak merasa terbeban lagi ketika harus berbagi, karena saya sadar bahwa berkat yang telah diberikan Tuhan tidak semuanya untuk diri sendiri, tetapi ada juga bagian untuk orang lain.

* Jika sakit, saya tidak berfokus ke dokter tetapi memohon hikmat-Nya, minum nutrisi serta cukup beristirahat … mujizat kesembuhan terjadi.

* Ada suatu kebiasaan baru dalam kehidupan saya, yaitu dalam melakukan segala sesuatu, saya memohon “dalam nama Yesus” … sehingga perasaan kuatir/stres hanya mampir sebentar dalam kehidupan saya. Karena saya tahu bahwa pertolongan-Nya tidak pernah datang terlambat, janji-janji-Nya sungguh telah tergenapi dalam kehidupan keluarga saya.

Hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. Apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Bukan apa yang aku kehendaki yang aku buat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat (Rm 7:14-15) 

(Sumber: Warta KPI TL No. 85/V/2011).