Jumat, 07 Oktober 2016

13.37 -

Manifestasi citra diri yang buruk

Ada seseorang (A) yang ingin menjual tanahnya seharga 2 juta/m, luas tanahnya 100 m2 Tetapi tanah itu tidak laku terjual selama dua tahun. 

Pada suatu hari ada seorang anak Tuhan yang jujur, dia (B) hendak membeli tanah itu seharga 3 juta/m untuk dijadikan ruko. Dengan sendirinya A sangat menyetujuinya. Tetapi B mengemukakan permasalahannya, bahwa saat ini dia mengalami kesulitan keuangan. Dan B berjanji akan membayar lunas tanah itu setelah 6 bulan dan juga akan memberi 20% dari harga jual ruko tersebut.



B mencari kontraktor. Sang kontraktor menyetujuinya untuk membangun ruko itu seharga 450 juta. Lalu B berusaha memasarkan ruko yang akan dibangunnya. 

Akhirnya ... ruko itu laku terjual semua dengan harga 2 M. Dengan sendirinya B mendapatkan DP dari masing-masing pembelinya. DP itu langsung dibayarkan ke A sehingga lunas sebelum jatuh tempo. 

Jadi, A mendapatkan keuntungan sebanyak: 300 juta à tanah 100 m, dijual 2 juta/m nggak laku, justru dibeli 3 juta/m: (100 x 3 juta – 100 x 2 juta) + 20% dari 2 M.

Sedangkan B, tanpa modal uang dia mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, yaitu: 2 M – (300 juta + 450 juta) = 1 M 250 juta à modalnya hanya kepercayaan dan jujur.

Sebagai anak Tuhan seharusnya kita mempunyai prinsip hidup ini “win (orang lain untung dulu) ... win (saya untung kemudian tetapi keuntungan saya lebih banyak)”, syaratnya harus jujur - berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncangkan dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu (Luk 6:38).

Manifestasi dari orang yang memiliki citra diri yang buruk.

1. Takut sekali untuk mengalami kegagalan.

Kegagalan adalah hal yang biasa. Ketika kita mengalami kegagalan, jangan mau dicap oleh Iblis sebagai orang yang kalah/orang yang sudah ditakdirkan menjadi orang yang gagal, sehingga kita tidak mempunyai ide dan semangat lagi ... akhirnya kita tidak akan pernah berusaha. 

Janganlah kegagalan dipakai sebagai status/label/gelar, apalagi merasa sudah ditakdirkan menjadi orang yang gagal.

Sekalipun peristiwa kegagalan berkali-kali terjadi, itu bukan berarti kita adalah orang yang gagal atau orang yang selalu gagal, tetapi kita mengalami peristiwa gagal.

Ingatlah! Tidak ada sesuatupun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus. Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang, dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang (pemenang), oleh karena Dia telah mengasihi kita (Rm 8:35-37). Jadi, kita ditakdirkan menjadi pemenang, bahkan menjadi seorang yang lebih dari pemenang. 

Salah satu cara yang baik untuk menghadapi kegagalan yaitu dengan tidak berusaha menyembunyikannya. Tetapi juga bukan berarti kita perlu memberitahukan atau mengumumkan kegagalan kita kepada setiap orang.

Menyembunyikankegagalan yang memalukantidak akan menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah beban hidup kita, karena kita menjadi tegang dan merasa takut kalau ada orang yang mengetahui rahasia hidup dan kegagalan kita.

Seorang yang sudah dewasa akan menerima peristiwa dari kegagalan hidupnya, dia akan menarik hikmah dari balik kegagalan tersebut dan terus melangkah maju - belajar menerima kegagalan dan bertumbuh dari peristiwa kegagalan tersebut. 

Kesalahan terbesar yang dibuat oleh seseorang yaitu takut untuk membuat kesalahan (Elberd Hubbard - The greatest mistake a person can make is to be afraid of making one).

Semakin baik seseorang, maka semakin banyak kesalahan yang akan dia buat, karena semakin banyak hal-hal yang akan dia coba. Saya tidak akan mau memberikan jabatan pimpinan puncak kepada seseorang yang tidak berani melakukan kesalahan ... Pastilah dia orang yang biasa-biasa saja (Peter F. Drucker - The better a man is, the more mistakes he will make, for the more things he will try. I would never promote into a top level job a man who was not making mistakes... He is sure to be mediocre).

2. Takut ditolak

Orang yang mempunyai citra diri buruk pasti akan down kalau dia ditolak. Bahkan hal-hal yang bukan merupakan penolakan pun bisa dia anggap sebagai penolakan terhadap dirinya.

Kalau ada orang yang menolak pendapat kita atau bahkan menolak diri kita, itu adalah hal-hal yang wajar dan pasti dialami oleh semua manusia. Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa

Karena sebaik-baiknya kita, kita pasti pernah melakukan kesalahan. Kalau ada teman yang menyatakan tidak senang dengan perbuatan kita itu bukan berarti dia tidak senang dengan diri kita.

Contoh: Meskipun jemaat takjub ketika mendengar hikmat dan melihat mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus, mereka pun ada yang kecewa dan menolak-Nya. Padahal Dia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya (Mrk 6:3; Yoh 1:11). Jadi, kita pun tidak mampu untuk menyukakan semua orang.

Seorang pemimpin yang punya citra diri buruk, dia pasti tidak senang punya anak buah yang berbeda pendapat dengannya. Akibatnya, anak buahnya akan sulit untuk bertumbuh dan berkreatifitas, mereka tidak berkembang.

Orang yang mempunyai citra diri buruk

* Sulit menerima jikalau pendapatnya ditolak oleh orang lain, karena dia menganggap pendapatnya adalah identik dengan dirinya. Dia merasa ditolak oleh komunitas atau orang itu ... akhirnya muntaber (mundur tanpa berita). 

Lebih parah lagi kalau dia beranggapan bahwa orang yang menolak pendapatnya itu berarti musuhnya atau orang yang tidak senang dengan dia. 

Jadi, dia berusaha menyerang orang yang menolak pendapatnya. Itulah sebabnya orang yang mempunyai citra diri buruk seringkali bentrok dengan orang lain, dan sulit berhubungan dengan orang lain.

* Sangat mendambakan penerimaan dari seseorang atau komunitas. Untuk mendapatkan penerimaan itu, maka dia bersedia untuk melakukan apa saja, yang menjadi hal-hal persyaratan penerimaan tersebut.

3. Suka mencela dan mengkritik

Orang yang mempunyai citra diri buruk melihat dirinya sendiri jelek, itulah sebabnya dia selalu minder dan selalu iri hati

Mereka tidak senang melihat orang lain yang memiliki kelebihan atau diberkati, mereka senang melihat orang lain susah. 

Prinsipnya: “Jikalau saya bisa merendahkan orang lain (menjatuhkan orang), maka saya akan nampak tinggi - prinsip ini timbul dari orang yang merasa dirinya rendah dan berada di tempat yang rendah. 

Padahal, pada saat kita merendahkan orang lain, maka kita pun akan ikut turun jadi rendah juga. Jadi, orang seperti ini tidak dapat rendah hati.

Hal ini dapat diumpamakan seperti bokor emas dan periuk. 

Bokor emas letaknya di tempat yang tinggi, jika digosok akan bertambah mengkilat, artinya: ketika kita mendengar perkataan dan perbuatan yang tidak baik, maka kita tidak akan tersinggung. 

Sedangkan periuk letaknya di bawah, jika digosok akan mudah pecah, artinya: ketika kita mendengar perkataan dan perbuatan yang tidak baik, maka kita mudah tersinggung.

Orang yang mempunyai citra diri baik tidak minder melihat kelebihan orang lain, tetapi justru dengan tulus akan mengakui dan menghargai kelebihan orang lain.

4. Merasa tidak aman 

Kalau kita mempunyai pikiran yang positif terhadap diri sendiri, maka kita akan bisa berpikir positif terhadap orang lain. Tuhan Yesus sangat realistis dalam memberikan perintah-Nya untuk kita (Mat 22:39 – Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri). Kalau kita bisa menerima diri kita apa adanya, maka kitapun bisa menerima orang lain dengan keberadaan mereka masing-masing. 

Sebaliknya, orang yang merasa dirinya rendah maka akan sulit untuk menghargai atau memuji orang lain. Karena dia sendiri masih membutuhkan pujian dan penghargaan. Jadi, bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri dan bagaimana dia menempatkan dirinya, sangatlah mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya.

Jika kita masih mau mencoba berkenan kepada manusia, kita bukanlah hamba Kristus (Gal 1:10).

Perasaan tidak aman (insecure) ini bisa diwujudkan dalam banyak hal antara lain:

* Membutuhkan sesuatu atau gelar sebagai simbol status.

* Bicara berlebihan dan muluk-muluk.

* Membutuhkan pengakuan dan pujian terus-menerus, akibatnya: ia akan terlalu memperhatikan apa kata orang tentang dirinya, apa penilaian orang lain terhadap dirinya, padahal penilaian orang sangatlah berbeda-beda.

5. Malu yang berlebihan 

Setiap orang harus punya rasa malu, tetapi orang yang mempunyai citra diri buruk memiliki rasa malu yang berlebihan. 

Mereka malu kalau kelemahannya atau kekurangannya diketahui orang. Mereka juga malu kalau keadaan dirinya diketahui oleh orang lain. Mereka takut untuk tampil di depan. 

6. Tidak punya identitas 

Orang yang tidak punya identitas akan merasa minder terhadap diri sendiri dan melihat diri sendiri tidak baik, lalu ketika dia melihat ada orang lainsuksesmaka dia akan meniru identitas orang lain

Dia pikir: “Kalau saya jadi orang itu, maka saya akan sukses dan banyak diterima orang” , maka dia akan meniru orang yang dia anggap “sukses” itu. 

Begitu kuatnya rasaminderini sehingga banyak anak-anak remaja “merubah dirinya”, merubah tampak luar mereka dan berani bayar mahal pakaian dan asesoris. 

Hal-hal seperti itu tidak dilakukan oleh mereka yang memiliki citra diri yang baik. Karena mereka bisa “berprestasi” dan “diterima” di bidang lain seperti akademik, talenta yang kuat, atau prestasi lainnya. 

Orang yang tidak punya identitas suka memalsukan dirinya: pura-pura baik, pura-pura melayani, yang akhirnya adalah kemunafikan. 

Banyak orang besar dan berhasil yang mengalami banyak kegagalan dalam hidupnya. Tetapi mereka bangkit dan mereka katakan bahwa kegagalan adalah suatu pengalaman yang harus mereka lalui dalam hidup mereka. Mereka maju terus, memperbaiki diri dan satu saat berhasil.

Marilah kita belajar dari Abraham Lincoln. Meskipun dia sering gagal, tetapi sejarah mencatat bahwa dia bukanlah orang yang gagal. 

Kunci keberhasilannya adalah: “dia tidak melihat kegagalan sebagai suatu kejatuhan ataupun akhir dari segala-galanya.”

Katanya: “Jalan hidup saya jelek dan licin. Kaki saya seringkali tergelincir, tetapi saya bangun kembali dan mengatakan kepada diri saya sendiri, bahwa ‘ini hanyalah tergelincir saja bukan suatu kejatuhan’”

Inilah riwayat kehidupan Abraham Lincoln:

Tahun 1816 - keluarganya diusir dari rumahnya, hidup di jalanan.
Tahun 1818 - ibunya meninggal dunia.
Tahun 1831 - gagal dalam bisnis.
Tahun 1832 - kalah dalam pemilihan anggota Dewan Legislatif; kehilangan pekerjaan; ingin sekolah hukum tapi tidak diterima.
Tahun 1833 - pinjam uang untuk bisnis, dan bangkut pada tahun itu. Utang tersebut baru dilunasinya setelah 17 tahun.
Tahun 1834 - terpilih menjadi anggota Dewan Legislatif.
Tahun 1835 - bertunangan, tapi tunangannya meninggal dan dia patah hati.
Tahun 1836 - mengalami Nervous Breakdown dan harus berbaring selama 6 bulan.
Tahun 1838 - gagal menjadi ketua Dewan Legislatif.
Tahun 1840 - gagal menjadi elektor.
Tahun 1842 - menikah, tapi hanya satu dari 4 anak laki-lakinya yang hidup sampai lewat 18 tahun.
Tahun 1843 - gagal menjadi anggota Kongres.
Tahun 1846 - berhasil menjadi anggota Kongres.
Tahun 1849 - melamar pekerjaan Land Officer, tetapi ditolak.
Tahun 1854 - gagal menjadi anggota senat.
Tahun 1856 - mencalonkan diri untuk wakil presiden, hanya mendapat suara kurang dari 100.
Tahun 1858 - ingin menjadi anggota senat lagi, tapi kalah.
Tahun 1860 - mengikuti pemilihan Presiden Amerika, dan terpilih menjadi Presiden.

(Sumber Warta KPI TL No. 73/V/2010 » Renungan KPI TL tgl 29 April 2010, Dra Yovita Baskoro, MM).