Rabu, 12 Oktober 2016

Kitab kehidupan

Di Colombia, ada seorang ibu bernama Dr Gloria Polo yang tersambar petir dan hidup lagi.

Inilah kisah hidupnya:

Saya, suami saya dan keponakan laki-laki saya menghadiri acara wisuda di National University of Colombia di Bogota. Sesudah acara wisuda itu, kami pergi ke perpustakaan untuk mengambil beberapa buku di Fakultas Kedokteran Gigi. 

Saya dan keponakan saya memakai payung kecil, sedangkan suami saya mengenakan jas hujannya, dan dia sudah mencapai dinding luar gedung perpustakaan. 

Sementara itu saya dan keponakan saya tanpa sadar mendekati sebuah pohon, karena kami sibuk menghindari genangan-genangan air. 

Ketika kami sedang akan melompat untuk menghindari sebuah genangan air besar, kami disambar petir. Keponakan saya meninggal seketika; sedangkan tubuh saya terbakar di bagian dalam dan luar

Petir menghanguskan saya, payudara saya hilang, praktis seluruh daging dan tulang-tulang iga saya habis; perut, kaki, hati, ginjal dan paru-paru terbakar. 

Rahim saya hancur akibat dari spiral yang berbentuk T yang terbuat dari tembaga. Saya juga terkena serangan jantung, badan saya terlonjak-lonjak karena aliran listrik yang masih ada.

Pada saat daging saya hangus, saya melihat diri saya berada di dalam sebuah terowongan, penuh dengan sukacita dan damai, suatu kebahagiaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, tak ada sesuatupun yang membebani saya dalam terowongan itu. 

Di ujung atas terowongan itu saya melihat seperti sebuah matahari, cahaya yang paling indah adalah sumber dari semua kasih, semua kedamaian.

Pada saat saya naik, saya menyadari bahwa saya sudah mati. Saya melihat semua orang dalam saat yang bersamaan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal

Biasanya saya hanya melihat siapa yang gemuk, kurus, berkulit gelap, atau jelek, selalu dengan prasangka.

Sekarang, di luar tubuh saya melihat bagian dalam, saya dapat melihat pikiran dan perasaan mereka.

Aku tahu tentang orang itu ... entah di dalam tubuh, entah di luar tubuhaku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya (2 Kor 12:3)

Pada saat itu saya mendengar suami saya menangis dengan penuh kesedihan, ia memanggil-manggil saya: “Gloria, jangan pergi! Gloria, kembalilah! Demi anak-anak, jangan menyerah!” 

Dan Tuhan mengizinkan saya kembali, walaupun saya tidak menghendakinya. 

Saya mulai turun perlahan-lahan untuk menemukan tubuh saya. Saya menemukannya tidak bernafas. Tubuh saya terbaring di atas brankar di pusat kesehatan kampus. Saya melihat bagaimana para dokter memberi kejutan listrik untuk mengatasi serangan jantung saya. 

Selama 2,5 jam saya terbaring di bawah pohon, para medis tidak dapat mengangkat tubuh saya, karena tubuh saya masih terus mengalirkan listrik. Waktu aliran listrik berhenti, mereka baru dapat menolong saya dan memulai pernafasan buatan.

Dari situ, saya dibawa ke rumah sakit, di mana mereka dengan cepat memindahkan saya ke ruang operasi dan mulai mengikis semua kulit saya yang terbakar. 

Ketika saya sedang di bawah pembiusan, saya ke luar lagi dari tubuh saya. Saya melihat apa yang dilakukan para dokter bedah atas tubuh saya. 

Pada saat operasi saya sungguh ketakutan! Saya melihat banyak orang ke luar dari dinding ruang operasi. Awal mulanya mereka kelihatan normal, tapi dengan pandangan kebencian di wajah mereka, dengan sorot mata yang menakutkan. 

Pada titik itu melalui pemahaman khusus yang diberikan pada saya, saya menyadari bahwa saya berhutang kepada setiap dari mereka.

Saya melompat dari lantai, ke arah tubuh saya, berusaha masuk ke dalamnya sekali lagi, tapi tubuh saya tak membiarkan saya masuk. 

Saya melarikan diri dan saya tak yakin kapan saya melewati dinding ruang operasi. Saya berharap dapat bersembunyi di selasar rumah sakit tapi saya terakhir seperti melompat ke udara yang kosong. 

Saya melewati terowongan yang mengarah ke bawah. Awalnya ada cahaya dan tampak seperti sarang lebah. Ada banyak sekali orang. 

Tetapi saya mulai turun dan cahaya semakin berkurang, dan saya mulai menuruni terowongan dalam gelap gulita. Kegelapan itu menyebabkan kesakitan, kengerian dan baunya sangat busuk. 

Saya selesai menuruni terowongan dan terdampar dengan putus asa di atas suatu tempat yang rata. Saya biasa mengklaim saya mempunyai kehendak kuat, bahwa tak ada yang dapat menghalangi saya. 

Tapi pada saat ini, itu tak berguna, karena saya ingin memanjat naik, tapi tak dapat. Pada saat itu saya melihat sebuah mulut yang sangat besar menganga di lantai dan saya merasakan kekosongan yang besar dalam diri saya, sebuah jurang yang tak berdasar. 

Yang paling mengerikan dari lubang itu adalah bahwa di dalamnya sama sekali tak dapat dirasakan sekelumit saja dari kasih Allah, tanpa setitikpun harapan. 

Lubang itu menyedot saya masuk dan saya sangat ketakutan. Tubuh saya ada di dalam lubang, tapi kaki saya di tarik dari atas. Itu adalah saat yang sangat menyakitkan dan mengerikan. 

Ateisme saya rontok, saya mulai berseru-seru kepada jiwa-jiwa di api penyucian untuk membantu saya ke luar dari situ. Saat saya berteriak saya merasakan kepedihan yang sangat, karena saya sadar beribu-ribu orang berada di sana. 

Dengan sangat sedih, saya mendengar kertakan gigi, jeritan yang mencekam dan rintihan yang membuat saya menggigil.

Di tengah semua kesakitan itu, saya mulai berteriak: “Siapa yang melakukan kekeliruan ini? saya bisa dibilang orang kudus! Saya tidak pernah mencuri, saya tidak pernah membunuh, saya memberi makan orang miskin, dan saya memberi layanan gigi gratis kepada mereka yang tidak mampu. 

Walaupun saya mengaku ateis, setiap Minggu saya selalu pergi ke Misa. Saya seorang Katolik, tolonglah, saya seorang Katolik, keluarkanlah saya dari sini!”

Ketika saya sedang berteriak bahwa saya seorang Katolik, saya melihat sedikit cahaya. Saya melihat beberapa tangga di atas lubang itu, dan saya melihat ayah saya yang meninggal 5 tahun yang lalu, di sebelah lubang itu diterangi oleh cahaya yang suram, dan empat tangga di atasnya saya melihat ibu saya, dengan jauh lebih banyak cahaya, dalam sikap berdoa.

Ketika saya melihat mereka, saya bahagia. Lalu saya mulai berteriak: “Ayah, ibu tolong keluarkan saya dari sini, saya mohon, keluarkan saya dari sini! 

Mereka tidak bisa menolong saya, tetapi saya melihat ayah saya menangis, memegang kepalanya dengan ke dua tangannya sambil berkata: “Putriku, putriku!” sedangkan ibu saya hanya berdoa.

Lalu saya mulai lagi berteriak: “Tolong keluarkan saya dari sini, saya seorang Katolik! Siapa yang melakukan kekeliruan ini? Tolong, keluarkan saya dari sini!” 

Ketika saya sedang berteriak kedua kalinya ini, terdengar sebuah suara, suara yang manis, suara yang membuat jiwa saya gemetar mendengarnya. Semuanya dilingkupi dengan kasih dan damai, dan semua makhluk melarikan diri dengan ketakutan karena mereka tidak tahan akan kasih dan kedamaian. 

Dan saya merasa ada damai ketika suara yang indah itu berkata kepada saya: “Baiklah, kalau engkau seorang Katolik, sebutkan perintah-perintah dari hukum Allah.”

Di sini saya diuji tentang kesepuluh perintah Allah. Saya hanya tahu ada sepuluh, maka saya memakai cara yang biasa saya pakai di dunia, selalu dengan alasan sempurna, selalu membenarkan dan membela diri sehingga tak ada orang yang sadar apa yang tidak saya ketahui. 

Saya mulai menyebutkan: “Kasihilah Allahmu di atas segala sesuatu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” 

Saya mendengar suara: “Baiklah, apakah engkau sudah mengasihi mereka?” dan saya katakan: “Sudah, sudah, sudah! 

Jawabnya: “Tidak! Engkau tidak mengasihi Allah di atas segala sesuatu, apalagi sesamamu seperti dirimu sendiri! Engkau membuat allah yang kau sesuaikan dengan hidupmu hanya pada saat-saat engkau dalam kebutuhan mendesak! 

Engkau tersungkur di hadapan-Nya, saat engkau miskin, ketika keluargamu miskin, ketika engkau ingin masuk perguruan tinggi! 

Dahulu engkau berdoa setiap hari dan engkau akan menyembah dalam waktu yang lama, berjam-jam, mohon kepada Tuhanmu, berdoa dan minta Dia menarikmu ke luar dari kemiskinan, dan mengizinkan engkau memperoleh gelar sarjana dan menjadi orang. 

Ketika engkau butuh uang, engkau berdoa rosario. Tuhan, tolong kirim saya sejumlah uang! Seperti itulah hubunganmu dengan Tuhanmu! Dan di samping itu, engkau meletakkan Tuhanmu begitu rendah, sehingga Merkurius dan Venus lebih kaupercayai untuk keberuntunganmu

Engkau dibutakan oleh astrology, menyatakan bahwa bintang-bintang itulah yang mengatur hidupmu! 

Engkau mulai berjalan dengan macam-macam dokrin dunia

Engkau mulai percaya bahwa engkau akan mati dan akan mulai hidup lagi di dunia! Dan engkau melupakan rahmat! Engkau lupa bahwa engkau telah ditebus dengan darah Tuhanmu!” Ketika mendengar itu, rasanya saya seperti disambar petir. 

Setelah ujian tentang kesepuluh perintah Allah, Dia menunjukkan kepada saya buku Kehidupan. Dalam buku Kehidupan, diperlihatkan dengan jelas, apa yang saya pikirkan/katakan/apa yang ada dalam jiwa; segala sesuatunya diungkapkan secara jelas seperti melihat sebuah film.

Buku Kehidupan dimulai pada saat pembuahan terjadi, ketika sel sperma menyentuh sel telur dan bersatu, terjadilah sebuah pijaran yang indah, cahaya yang memancar dari matahari Allah Bapa. 

Jadi, setelah dalam rahim seorang wanita terjadi pembuahan, rahim itu diterangi dengan terang dari jiwa baru itu. Jiwa itu digenggam oleh tangan Allah Bapa, Dia mengawasinya 24 jam sehari, Dia tak melihat daging tapi hanya jiwa.

Sebagai seorang gadis kecil, saya sudah belajar berbohong untuk menghindari hukuman berat dari ibu. Ketika dosa saya berkembang, dusta saya juga, sebagai senjatanya saya berkata: “Bu, saya bersumpah demi Tuhan ... jika saya berdusta padamu, biarlah petir menyambar saya!”

Ketika saya enggan ke gereja, saya berkata: “Tapi bu, Allah ada di mana-mana, kenapa saya harus ke gereja?” 

Saya juga tak pernah memberi jiwa saya makan dengan Sabda Allah

Tidak ada sepuluh menitpun yang saya gunakan untuk mengasihi Tuhan dengan bersyukur atau sekedar menyampaikan doa sederhana. 

Saya berkata pada diri sendiri “Saya dapat menyelesaikan rosario ini saat sinetron di telivisi sedang menayangkan iklan.” 

Saya lupa satu detail kecil bahwa saya memiliki jiwa dan saya tak pernah merawatnya.

Saya mengatakan menyembah dan mengasihi Allah dengan perkataan saya tapi tanpa sadar saya menyembah setan

Seorang wanita datang ke ruang praktek gigi saya untuk menawarkan layanannya sebagai tukang sihir, dan saya berkata: “Saya tak percaya hal-hal itu, tetapi letakkan jimat-jimat itu di sana, untuk jaga-jaga, untuk keberuntungan.” 

Saya mengatur di sebuah sudut ruangan, di mana pasien tidak tahu, sebuah sepatu kuda dan sebuah tanaman kaktus, yang dimaksud untuk mengusir energi yang buruk.

Saya mengatakan kepada Allah bahwa saya mencintai-Nya, pada saat saya belum terlibat dalam ateisme. Saya memuji Tuhan tetapi biasa mengkritik setiap orang

Bahkan saya biasa mengatakan tak akan mengaku dosa dan tidak pernah berhenti mengkritisi para imam

Tuhan mengatakan kepadaku: “Kau pikir siapa dirimu, menjadikan dirimu Allah dan menghakimi orang-orang yang Kuurapi? Mereka manusia, dan kesucian dari seorang imam dibangun oleh komunitasnya, yang berdoa, mengasihi dan mendukung dia. Jika seorang imam berdosa, yang harus dipertanyakan adalah komunitasnya, bukan dia.” 

Setiap kali saya mengkritik seorang imam, roh-roh jahat akan semakin menempel pada saya.

Ada seorang wanita yang memberi saya uang kembalian dengan berlebih 4.500 peso. Saya menyadari kesalahan wanita itu di mobil ketika meluncur ke kantor saya. 

Tetapi saat itu jalan macet, sehingga saya memutuskan tidak memutar balik. Tetapi saya tetap terbeban karena ayah saya selalu mengajarkan kejujuran dan jangan pernah mengambil uang orang lain. Maka saya pergi mengaku dosa, tetapi saya tidak memperhatikan kata-kata imam, bagi saya yang penting si jahat tidak akan menuduh saya mencuri. 

Tuhan berkata: “Engkau tidak mengembalikan, engkau tidak berbelas kasih. Uang itu hanya uang kecil bagimu, tetapi baginya, yang bergaji minimum, itu adalah senilai biaya makan 3 hari. Wanita itu dan kedua anaknya menderita dan kelaparan selama tiga hari.” 

Saya mencaci dan mengeluh kepada ayah dan ibu saya, karena mereka tidak dapat memberi saya segala sesuatu seperti yang dimiliki oleh teman-teman saya

Saya tidak pernah mengakui dan menghargai apapun yang mereka perbuat untuk saya. Padahal mereka begitu mengasihi saya tanpa memikirkan diri sendiri, untuk menyekolahkan saya. 

Begitu saya mendapat gelar, mereka menjadi terlalu kecil bagi saya. Bahkan saya malu mengakui ibu saya karena ia sangat sederhana, rendah hati dan miskin

Saya selalu berpikir bahwa saya baik dan suci karena saya sudah membayar biaya dokter dan obat bagi orang tua saya ketika mereka sakit.

Ayah saya seorang perokok dan peminum, dia seringkali menghina ibu saya. Dengan bangganya ayah saya bercerita kepada semua orang bahwa ia adalah laki-laki sejati sehingga dia dapat berhubungan baik dengan beberapa wanita. Saya melihat ibu saya menutup wajahnya yang penuh dengan airmata bila ayah saya mulai bercerita tentang wanita lain. 

Begitu saya punya cukup uang, saya mulai menasehati ibu saya untuk berpisah dengan ayah saya, walaupun saya juga mengasihi ayah saya. 

Ibu saya berkata: “Tidak, sayang, tentu saya terluka, tetapi saya sudah mengurbankan diriku karena saya mempunyai 7 anak, sebenarnya ayahmu seorang yang baik. Jika saya pergi, siapakah yang mendoakan keselamatannya? Saya satu-satunya yang dapat berdoa untuknya supaya dia diselamatkan, karena kesakitan dan penderitaanku yang disebabkannya dapat saya persatukan dengan penderitaan Kristus di Salib.” 

Jiwa saya sangat tertekan karena saya tak dapat memahami hal itu ... akhirnya saya berbuat dosa, hati saya menjadi keras seperti batu, dan tidak merasakan apa-apa lagi dalam hati 

Tanpa sadar, saya menjadi penuh kemarahan dan penolakan, saya mudah sekali melukai hati orang lain, membenci, iri hati dan wajah saya selalu terlihat masam dan suram. Hal inilah yang menyebabkan saya mengalami kematian rohani

Sejak itu saya mulai menjadi pemberontak dan mulai memproklamirkan keinginan saya untuk membela wanita. Saya mulai membela aborsi, kumpul-kebo, dan perceraian, menganjurkan ‘mata ganti mata, gigi ganti gigi’. 

Saya tidak pernah berselingkuh tetapi menghancurkan banyak orang dengan nasehat saya. Uang membuat saya dapat membiayai beberapa aborsi karena saya mengklaim bahwa wanita punya hak untuk memilih apakah mereka ingin hamil atau tidak. 

Aborsi adalah pembantaian yang menyakitkan dan mengguncangkan bagi Tuhan

Ketika terjadi aborsi, jiwa itu menjerit dan merintih dalam kesakitan meskipun saat itu dia belum memiliki mata atau daging. Ketika dibunuh, jeritan itu terdengar sehingga sorga terguncang, dan teriakan yang sama kuatnya juga terdengar di neraka, tetapi kali ini karena senang

Sejak aborsi-aborsi itu, saya tidak lagi dapat merasakan kedosaan. Bagiku, segala hal oke saja. Sangat menyedihkan bagaimana semua hutang saya kepada si jahat juga termasuk semua bayi yang telah saya bunuh sendiri, karena saya memakai alat KB berupa IUD. Tanpa sadar saya sudah menjadi sebuah mesin pembunuh bayi.

* Saya biasa berrolahraga 4 jam sehari. Saya mau diperbudak untuk mendapatkan tubuh yang indah dengan cara berbagai macam terapi dan diet, dan saya biasa berkata: “Saya punya payudara yang indah, saya akan memamerkannya. Tak beralasan untuk menyembunyikannya! Begitu juga dengan kaki saya yang indah.”

* Saya tidak pernah punya affair dan saya hanya memiliki 1 laki-laki, suamiku, selama hidup saya. Tetapi Dia menunjukkan kepada saya bagaimana setiap kali dada saya terlihat ketika saya mengenakan pakaian ketat, saya menggugah hati laki-laki lain untuk melihat saya dan berpikir kotor, secara tidak langsung sayalah penyebab dosa. Begitulah caranya saya jatuh dalam dosa. 

Sayapun suka menasehati wanita-wanita untuk tidak setia terhadap suami-suami mereka. Saya menasehati mereka untuk tidak mengampuni dan mendorong perceraian.

* Dunia sedang dilanda kelaparan, tetapi di rumah makanan dibuang-buang. Tuhan berkata: “Saya lapar dan apa yang telah kaulakukan dengan apa yang sudah Kuberikan kepadamu, dan bagaimana engkau memboroskannya. Saya kedinginan dan lihatlah bagaimana engkau diperbudak oleh mode dan penampilan, memboroskan banyak uang untuk perawatan agar kelihatan langsing. Dengan kata lain, engkau mengangkat tubuhmu menjadi allah.”

* Saya mencuri dari anak-anak saya rahmat untuk menjadi seorang ibu di rumah, yang lembut dan penuh kasih, dan bukan seorang yang berada di luar, di dunia, meninggalkan mereka dengan TV, komputer, atau video game bersama dengan para perawat bayi. 

Untuk membungkam suara hati, saya membelikan mereka pakaian bermerek

Anak-anakku biasa berkata: “Mudah-mudahan mama tidak segera pulang karena ada kemacetan lalu lintas di jalan, karena dia benar-benar menjengkelkan dan selalu mengeluh.”

Sebagai seorang istri, saya selalu mengeluh sepanjang hari. Jika suami saya menyapa: “Selamat pagi.”, saya akan menyahut: “Apa maksudmu dengan selamat? Lihat di luar hujan!” Saya juga mengeluh tentang anak-anak. 

Saya suka memanipulasi orang yang kekurangan, contoh: saya membeli belanjaan untuk banyak orang yang kekurangan, tetapi saya tidak melakukannya dengan kasih, tetapi supaya saya tampak baik

Saya katakan kepada mereka: “Ambil belanjaan ini, tetapi gantikan saya dalam pertemuan orang tua murid karena saya tak ada waktu untuk hadir.

Setiap kali saya menggosip, saya mencuri kehormatan orang tersebut dan tidak mungkin saya dapat mengembalikan reputasinya. 

Hukum Taurat adalah rohanitetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahuKarena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat (Rm 7:14-15).

Tuhan bertanya: “Apa harta rohani yang kau bawa? Apa yang kau lakukan dengan talenta yang Kuberikan kepadamu?” 

Saya hampir tidak ingat bahwa saya mempunyai talenta, bahwa saya adalah kepanjangan tangan Allah yang berbelas kasih. Tuhan terus-menerus menanyakan tentang kasih dan kemurahan hati

Ketika buku kehidupan saya ditutup, saya menyadari bahwa saya mengarah turun ke sebuah lubang dengan pintu di dasarnya. Dan selagi saya mengarah turun, saya mulai memanggil semua orang kudus supaya mereka menolong saya. Ketika saya kehabisan nama orang kudus, yang tinggal hanya kesunyian yang sama. Saya merasakan kekosongan dan kepedihan yang besar.

Saya mengangkat pandangan saya dan bertatap mata dengan ibu saya. Dengan kepedihan mendalam saya berseru kepadanya: “Ibu, betapa malunya saya! Saya terbuang, bu! Ke tempat saya pergi ini saya tak akan dapat berjumpa denganmu lagi!” 

Pada saat itu, mereka mengaruniakan kepadanya sebuah rahmat yang indah. Ia diam, tapi jari-jarinya bergerak dan menunjuk ke atas. 

Sepasang sisik jatuh dari mata saya dengan sangat menyakitkan; kebutaan rohani. Saya melihat sebuah saat yang indah, di mana salah satu pasien saya mengatakan kepada saya: “Dokter, anda sangat materialistis, dan suatu saat anda akan membutuhkan ini. ketika anda menemukan diri anda berada dalam bahaya yang gawat, mintalah Yesus Kristus untuk menutupi dengan darah-Nya, karena Ia tak akan pernah membiarkan anda. Ia telah membayar dengan darah-Nya.”

Dengan malu yang mendalam dan kepedihan saya mulai menangis: “Yesus Kristus, Tuhan, kasihanilah saya! Ampunilah saya, Tuhan, beri saya kesempatan ke dua!” 

Tiba-tiba saya merasa Ia datang dan menarik saya dari lubang itu. Ketika Ia menarik saya ke atas, semua makhluk tersungkur ke tanah. 

Ia mengangkat saya dan menarik saya ke bagian yang rata dan berkata kepada saya dengan penuh kasih: “Engkau akan kembali, engkau akan mempunyai kesempatan kedua ...” 

Jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan,  dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan (Rm 10:9)

(Sumber: Warta KPI TL No. 80/XII/2010 » http://www.gloriapolo.net – wawancara dengan Dr Gloria oleh Radio Maria Colombia).