Rabu, 12 Oktober 2016

15.06 -

Bagaimana menyelesaikan hidup dengan baik



Pada waktu SMA, saya mengikuti pertandingan dayung. Ketika saya melihat tiga perahu memasuki garis finish, saya berhenti mendayung. 

Pelatih saya yang berada di tepi pantai berteriak: “Ayo dayung terus ... terus ... terus ...” Tetapi dalam hati saya berkata: “Buat apa dayung terus, buat apa capai-capai karena sudah tiga perahu sudah masuk finish.”

Ternyata ... yang juara satu ada dua, karena masuk finishnya bersamaan. Andaikata saya mau meneruskan mendayung, maka saya akan menjadi juara tiga, karena finalisnya ada empat.



Saya memulai pertandingan itu dengan baik, tetapi saya tidak mengakhiri pertandingan itu dengan baik. Untuk menyelesaikan pertandingan dengan baik memang diperlukan perjuangan.



Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan ... juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.(2 Tim 4:7-8)

Ada banyak orang yang memulai hidupnya dengan baik, di tengah-tengah baik, mengakhiri hidupnya dengan buruk

Contoh Nuh - seorang yang benar, tidak bercela dan hidup bergaul dengan Allah (Kej 6:9) ... mabuk, telanjang dan mengutuk anaknya (Kej 9:18-28).

Ada juga yang memulai hidupnya dengan buruk, di tengah-tengah buruk, tetapi dia mengakhiri hidupnya dengan baik

Contoh Paulus - Saulus hatinya berkobar-kobar untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan, dia seorang penghujat, penganiaya dan ganas (Kis 8:3; 9:1-2; 22:4-5; 26:10; 1 Kor 15:9; Gal 1:13; Flp 3:6; 1 Tim 1:13) ... menjadi rasul untuk memberitakan injil (Rm 1:1; Kis 13-14; 15:36-18:22; 18:23-32:17). Karena Paulus mengenal Allah secara pribadi, maka dia mengetahui saat kematiannya sudah dekat (2 Tim 4:6). 

Ada dua aspek penting yang harus kita miliki untuk menyelesaikan hidup kita dengan baik

1. Mulai hari ini, buatlah program kerja untuk hidup kita (punya suatu perencanaan). 

Misalnya: program kerja: saya ingin lebih mengenal Allah dan kegiatannya adalah 1. saya akan doa selama satu jam. 2. saya akan berpuasa setiap Rabu dan Jumat. 3. Mengikuti pendalaman iman. 

2. Selesaikan setiap episode di dalam kehidupan kita

Jadi, rencana hidup kita satu hari satu hari bukan satu bulan.

Ada 12 prinsip untuk menyelesaikan hidup dengan baik

1. Kita harus memulainya dari sekarang

Pepatah Cina mengatakan: waktu yang terbaik pertama adalah menanam sebuah pohon 20 tahun yang lalu; waktu terbaik kedua adalah sekarang, hari ini.

Ada dua hari yang penting dalam sebuah kekekalan, yaitu: hari ini dan hari itu (Martin Luther)

2. Kita harus menyelesaikan setiap babak dengan baik sebelum matahari terbenam (Bdk. Ef 4:26-27).

Kematian adalah hal yang pasti, tetapi yang tidak pasti adalah waktunya. Kita tidak tahu kapan akan memulai babak terakhir hidup kita. Cara terbaik untuk memastikan bahwa kita menyelesaikan hidup kita dengan baik adalah dengan memastikan bahwa kita menutup setiap babak yang kita jalani sekarang dan menutupnya setiap babak dengan baik. 

3. Kita harus menutup satu babak dengan baik, sebelum kita melangkah ke babak berikutnya

Dalam kehidupan ini ada banyak babak dengan suami/istri/anak/menantu/mertua/diri sendiri/teman dll. 

 Jika kita tidak segera menutup babak itu dengan baik, maka ketika kita berdiri di hadapan Allah akan dibuka semuanya, padahal kita sudah lupa. 

Menutup babak dengan baik menuntut kita menyediakan energi untuk meringkaskan apa yang kita lakukan dan kita juga harus menghitung harganya. 

Misalnya: mau mengampuni - harga yang dibayar: malu, belajar mempersiapkan hati kalau ditolak dan dimarahi. Jadi, mintalah rahmat Tuhan agar bisa menutup babak dengan baik. 

Lebih baik melakukan sedikit hal dengan baik, daripada melakukan banyak hal yang tidak bisa kita selesaikan.

4. Kita membutuhkan prespektif tentang bagian akhir

Ada banyak orang yang tidak memiliki pandangan tentang akhir hidupnya dalam prespektif yang benar. 

Ketika dia sakit hati, dia pergi ke dukun untuk menyantet orang/kirim guna-guna. Dia hanya memikir sesaat, lupa bahwa dia telah bersekutu dengan iblis, dengan cara menggadaikan hidupnya dan menjual keselamatannya (Bdk. Kej 25:34).

Jika menghadapi gesekan di dalam pekerjaan/komunitas, orang yang sudah dewasa rohaninya akan bertahan dalam pekerjaannya/komunitasnya. 

Karena mereka tahu bahwa Tuhan mengizinkan mereka masuk dapur api penyucian di dunia. Tujuan gesekan itu terjadi adalah untuk memangkas setiap ranting-ranting jelek yang ada pada kita.

5. Kita harus punya suara hati yang jernih

Bergaul dengan suara hati seharusnya adalah prioritas dalam kehidupan. Tetapi seringkali kita tidak mendengarkan suara halus yang berasal dari dasar paling dalam, karena kita lebih mendengarkan suara besar, suara kedagingan kita. 

Kadang-kadang suara itu tidak masuk akal sehingga kita melawan suara itu. Ketika kita lawan... kita lawan... akhirnya suara itu malas berbicara dengan kita.

Kalau kita diberkati oleh Tuhan tapi karunia rohani tidak berkembang berarti hidup rohani kita mati, meskipun kita berdoa.

6. Seberapa baik kita menyelesaikan hidup kita tergantung pada hubungan yang kita tinggalkan

Mereka yang menyelesaikan hidup dengan baik tidak berkutat dalam kebencian atau balas dendam, tetapi mengeluarkan anugerah dan persahabatan

Hidup kita di hadapan Allah diukur oleh seberapa banyak orang yang menerima sentuhan kasih dari hidup kita, bukan seberapa banyak tugas/kegiatan yang sudah kita selesaikan.

Ketika ada sejumlah orang yang menganggap kita adalah musuhnya, kita tidak boleh menganggap mereka musuh kita; janganlah mengutuk pada musuh, tetapi berkatilah mereka

Pada saat mereka mendapat berkat, mereka akan sibuk dengan urusannya sendiri dan kita pun akan diberkati dua bagian (Mat 5:43-48).

7. Kita harus menghadapi kesombongan yang kejam

Tidak ada yang membuat kita jatuh meluncur dengan cepat dan pasti di hadapan Allah seperti kesombongan. 

Contoh Lucifer, jatuh menjadi setan. Kesombongan telah diam di dalam diri manusia, sehingga kita hampir tidak bisa melihat apakah yang namanya kesombongan itu.

Pada waktu kesombongan itu pertama kali muncul, dan kita memutuskan untuk memangkasnya, maka terjadilah perang di batin kita

Saul: hatinya dikeraskan oleh kesombongan.
Simson: hatinya dibutakan dengan kekuatannya yang luar biasa.
Daud melakukan dosa-dosa yang lebih buruk dari kebanyakan orang. Tetapi dia menyesal dan bertobat sehingga dia mendapatkan pengampunan dan pemulihan.

8. Kita harus mempertahankan hal yang utama (Tuhan Yesus).

Sejak dibaptis, kita mempunyai tritugas Kristus, yaitu Imam (harus menguduskan diri sendiri dan sesama; bukan hanya laki-laki saja, tetapi berlaku untuk setiap orang yang percaya pada Kristus = imamat umum); Nabi (mewartakan kabar gembira melalui kata-kata dan tindakan); Raja (menggembalakan diri sendiri dan sesama).

Menjelang kedatangan Yesus yang kedua kalinya, 2/3 dari gembala akan mengalami kematian rohani, karena hidup mereka diberkati secara luar biasa (Za 13:7-9). 

Berkat ini bisa menjadi kebaikan bagi kita, tetapi juga bisa menjadi malapetaka bagi kita. Jadi, kita harus mewaspadai zona nyaman tersebut.

1/3 gembala yang tersisa akan dimurnikan seperti orang memurnikan perak dan diuji seperti orang menguji emas. Hasilnya adalah mereka akan menjadi gembala-gembala yang hidup melekat dan mengenal Elohim yang berkuasa penuh atas hidupnya.

Samuel sejak kanak-kanak sudah diserahkan kepada imam Eli (1 Sam 1:25). Terlepas kekecewaannya terhadap orang penting dalam hidupnya, sejak kanak-kanak sampai masa tuanya dia selalu mendengarkan suara Tuhan

Imam Eli begitu menghormati anak-anaknya, dia tidak bisa melihat apa yang dilakukan anak-anaknya itu melukai hati Tuhan (1 Sam 2:29, 12).

Salomo menunjukan kasih-Nya kepada Tuhan dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya. Dia diberi Tuhan hati yang penuh hikmat dan pengertian, kekayaan maupun kemuliaan. Dia mendirikan Bait Suci, dia memiliki memiliki segalanya, kereta perang, kuda yang berlipat ganda, istri dan gundik yang banyak... maka dia mulai jatuh karena hatinya dicondongkan pada hal-hal itu (1 Raj 3:3, 12-13; 6:1-37; 10:14-29; 11:1-13).

Daya pikat uang/daya tarik kekuasaan bisa membutakan kita (Mat 19:22). Suatu perselingkuhan bisa menghancurkan rumah tangga yang dimulai dengan baik. Sebuah skandal bisa merusak sebuah pelayanan.

Apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya (Mzm 62:11)

9. Kita harus membuka dan menerima pengampunan yang tidak bersyarat

Tidak ada satu babak dalam kehidupan kita yang tidak bisa ditutup tanpa pengampunan. Pengampunan adalah sebuah keputusan bukan perasaan

Jadi, kita harus memohon rahmat-Nya agar kita mampu menutup pintu masa lalu dan membuka pintu masa depan seperti Yusuf (Kej 50:19-20).

Orang yang mudah tersinggung adalah orang yang paling sombong, dia mempunyai luka batin yang paling banyak. Kalau kita sudah tidak luka batin, kita mudah mengerti orang lain.

10. Menyelesaikan dengan baik kehidupan kita, tidak berarti memenuhi seluruh keinginan kita

Babak terakhir dari kehidupan kita jarang menyerupai adegan terakhir sebuah novel/film. Manusia pasti mengalami kematian, tetapi kapan kematian itu datang tidak pasti. 

Jadi, kita harus terbiasa dengan misteri kehidupan dengan mempercayai bahwa hanya Allah yang memiliki seluruh jawabannya (Bdk. Ayb 38-42). 

11. Harus melepaskan sesuatu yang menjadi pengikat kita dan melangkah maju

Tidak ada seorang pun yang bisa menyelesaikan kehidupan dengan baik, jika dia tidak belajar untuk melepaskan sesuatu

Melekat luar biasa pada dunia, bergantung pada banyak orang dan posisi akan mencegah kita untuk mengakhiri hidup dengan baik. 

Setiap kali kita melepaskan apa yang tidak berguna, kita mengambil satu langkah menyelesaikan dengan baik.

Allah tidak pernah meminta kita melepaskan sesuatu tanpa memberikan sesuatu yang lebih baik pada tempatnya. Jika kita tidak membuka tangan kita untuk melepaskannya, bagaimana kita bisa memiliki tangan terbuka untuk menerima apa yang Tuhan sudah sediakan bagi kita?

12. Menyelesaikan dengan baik adalah jalan yang penting pada akhirnya.

Seperti mendaki gunung, mencapai puncak adalah sebuah pilihan, menuruninya adalah sebuah mandat, artinya kalau kita menuruni gunung itu berati kita sudah pernah naik. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 80/XII/2010 » Renungan KPI TL tgl 25 Oktober 2010 dan 2 Desember 2010, Dra Yovita Baskoro, MM).