Jumat, 07 Oktober 2016

12.31 -

Citra diri

Tuhan menciptakan manusia pertama menurut rupa dan gambar-Nya yang sempurna (Kej 1:26-27 - memiliki sifat-sifat, karakter, temperamen dari Allah yang tidak kelihatan). 

Manusia diciptakan-Nya untuk mewakili-Nya berkuasa di bumi. Jadi, manusia harus bertanggung jawab atas keadaan bumi ini, karena manusia hanya dipinjami untuk sementara waktu saja (Kej 2:15 - mengusahakan dan memeliharanya).

Tetapi setelah berdosa, manusia tidak lagi mencerminkan gambar Allah yang sempurna, gambar Allah dalam diri manusia sudah pudar/rusak (Kej 3; 5:3 – Adam memperanakkan menurut rupa dan gambarnya). Jadi manusia yang berdosa memiliki gambar yang rusak, kemudian mempunyai anak yang tentunya gambarnya rusak juga, demikian seterusnya.

Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23)

Meskipun kita sudah memohon ampun pada Tuhan, iblis akan terus-menerus menuduh kita dengan menggunakan dosa masa lalu dan berusaha menghancurkan citra diri manusia dengan selalu berkata: “Ngaca-o, kamu orang berdosa, kamu orang cemar, kamu orang najis, kamu orang bejat, kamu tidak mampu, kamu tidak ada gunanya.” 

Akhirnya tanpa sadar kita terperangkap jebakannya dan berkata: “Ya... saya memang orang berdosa, saya memang orang cemar, saya memang orang najis, saya memang orang bejat, saya memang tidak mampu, saya memang tidak berguna, saya memang tidak punya apa-apa.” 

Dengan tuduhan-tuduhan ini, manusia menjadi minder, tidak berani datang kepada Tuhan, merasa hina, merasa jauh sekali dengan Tuhan dan akhirnya manusia kehilangan otoritas.

Gambar Allah pada manusia rusak karena dosa, tetapi Darah Yesus menyucikan kita dari dosa dan memulihkan gambar diri kita yang rusak. Jadi, Tuhan Yesus memulihkan hidup kita melalui penebusan dan pengampunan dosa.

Sebagai orang yang sudah dipilih dan ditentukan dari semula, kita menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya (Rm 8:29). 

Karakter Yesus adalah gambaran Allah yang sempurna. Kalau kita menjadi serupa dengan Yesus, berarti kita menjadi serupa dengan gambar Allah yang sempurna (Mat 5:48).

Citra diri yang benar adalah bagaimana memandang dan menilai diri sendiri sama dengan Tuhan menilai kita.

Tuhan memandang kita luar biasa, tetapi kita memandang diri kita biasa-biasa saja. Sehingga ketika kita diberi tanggung jawab, jawaban kita: “Selalu nggak bisa.” Padahal sebenarnya kita bisa tetapi kita malas/nggak mau repot-repot (masuk dalam zona kenyamanan).

Mengapa citra diri penting? Karena citra diri sangat mempengaruhi bagaimana kita membawakan diri kita. Dan juga mempengaruhi cara kita memandang dan memperlakukan orang lain. Secara otomatis kelakuan kita akan mengikuti pandangan kita tentang diri kita sendiri.

Orang yang mempunyai citra diri yang baik akan berkata kepada dirinya: “Kalau sekarang saya gagal, besok saya pasti akan berhasil. Nggak apa-apa, karena hari ini saya kurang persiapan. Besok akan saya persiapkan lebih baik lagi.” - tidak mencari kambing hitam.

Orang yang memiliki citra diri yang buruk akan berkata kepada dirinya: “Apa kata orang kalau mereka tahu bahwa saya gagal.” - dia menganggap peristiwa kegagalan adalah pukulan yang sangat berat bagi dirinya

Itulah sebabnya dia selalu takut menghadapi kegagalan. Dia berupaya bagaimana caranya tidak gagal. Karena takut gagal maka cara yang paling gampang dan umum dilakukannya yaitu “tidak berani mencoba.” 

Orang yang mempunyai tipe ini “tidak akan mengalami kemajuan dan sulit untuk berhasil.” Tanpa dia sadari keputusannya untuk menghindari kegagalan adalah suatu bentuk kegagalan yang lebih besar lagi.

Orang yang berpikir negatif selalu melihat musuh mereka sebesar raksasa (Bil 13:31-33). Mereka tidak mungkin memiliki mimpi besar, selama jiwanya kerdil, hatinya kikir (selalu melihat dirinya tidak mampu/jelek) atau selama citra dirinya rusak.

Marilah kita belajar pada kutu loncat, anak rajawali dan kumbang badak:

* Ada seekor kutu loncat yang dimasukkan sebuah toples yang tertutup. Dia hanya akan meloncat sebatas toples tersebut. Sebulan kemudian tutup toples tersebut dibuka, ternyata dia tidak meloncat keluar. Mengapa? Karena dia berpikir hanya dapat meloncat sebatas toples tersebut.

Keadaan ini banyak terjadi pada manusia. Orang lain bilang “kamu bisa” tetapi jawabannya “nggak bisa”. Mengapa hal ini terjadi? Karena mereka sudah sekian lama dibatasi oleh keadaan, latar belakang keluarga, lingkungan, dll. sehingga mereka berpikir bahwa mereka tidak mungkin bisa lebih tinggi dari suatu prestasi tertentu. 

Pikirnya: “Saya sudah hampir mencapai batas kemampuan saya. Jadi walaupun saya berusaha lagi, saya sudah tidak akan bisa lebih tinggi lagi”

* Pada suatu hari terdamparlah sebutir telur rajawali di kandang ayam, lalu menetaslah telur tersebut. Sesudah menetas, anak rajawali itu bergaul terus dengan anak ayam.

Suatu saat, dia melihat seekor rajawali terbang, lalu dia bertanya pada induk ayam tersebut: “Mama, aku ini kok lain dengan saudara-saudaraku. Anak siapakah aku? Jawab induk ayam tersebut: “Kamu anak ayam.”

Ketika induk ayam itu mau mati, anak rajawali itu bertanya lagi: “Mama, aku ini anak siapa sebenarnya?” Jawab induk ayam tersebut: “Kamu anak ayam.”

Karena terbiasa bergaul dengan anak ayam, maka ketika ada badai, anak rajawali juga ikut lari tunggang langgang untuk mencari perlindungan seperti anak ayam

Andaikata anak rajawali itu sadar akan jati dirinya, maka dia akan belajar terbang dengan memakai kekuatan angin untuk menghadapi badai tersebut.

* Kumbang badak adalah serangga yang berbadan besar dan cukup kuat, sayapnya kecil pendek dan tipis. Jika dia mengerti ilmuaerodinamika”, mungkin dia akan takut untuk terbang. Untungnya dia tidak mengerti ilmu ini.

Teori ilmuaerodinamikadengan badan yang besar, sayapnya kecil pendek dan tipis tidaklah mungkin bisa terbang.

Sebagai orang Kristiani yang sudah “Lahir Baru”, tutup yang menyelubungi kita sudah dibuka; segala belenggu dan kuk sudah dipatahkan Tuhan. Karena Roh yang ada di dalam kita, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia (1 Yoh 4:4), melebihi roh manajemen, roh koneksi dan kolusi bahkan lebih dari roh jaringan. 

Jika kita percaya pada-Nya, maka kita akan dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar bersama Roh Kudus (Yoh 14:12). Asal batas yang ada dipikiran kita, kita buka ( “mind set” diubah).

Orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan barumereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesumereka berjalan dan tidak menjadi lelah (Yes 40:31).

(Sumber Warta KPI TL No. 73/V/2010 » Renungan KPI TL Tgl 24 April 2010, Dra Yovita Baskoro, MM).

Artikel terkait: