Selasa, 06 September 2016

Semut



Jika kita ingin bijaksana, perhatikanlah perilaku sang semut:

* Semut selalu bekerjasama



Jika seekor semut menemukan makanan yang cukup besar, maka ia akan mengundang rekan-rekannya untuk bersama-sama menggotong makanan tersebut ke gudang mereka. Mereka akan mengerubuti makanan tersebut dari semua arah dan berusaha menggotongnya bersama-sama. “Satu... dua... tiga... ya!” teriak mereka penuh semangat. 



Jika makanan itu terlalu besar dan berat untuk digotong bersama-sama, maka mereka akan merobek makanan tersebut menjadi kecil-kecil dan membawa potongan yang kecil-kecil itu ke gudang mereka. 

Semua semut-semut ini bekerja sama dengan baik, saling tolong menolong dan tidak pernah tersinggung, kecewa, atau saling membunuh. 

Tidak ada yang menyombongkan diri karena sudah menemukan makanan tersebut. Tidak ada juga yang membanggakan diri karena bisa membawa potongan yang lebih besar. 

Tujuan mereka hanya satu, gotong royong menyelesaikan pekerjaan besar tersebut. Karena mereka bisa bekerja sama maka mereka bisa berkembang dan menjadi keluarga yang besar dan kuat. Itulah sebabnya semangat kerja semut perlu diteladani.

* Mereka bekerja dengan hati yang penuh dengan tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi

Di dalam masyarakat semut ada yang disebut semut pekerja. Disebut demikian karena memang semut pekerja ini selalu bekerja selagi waktunya memungkinkan. Tanpa pimpinan di dekat mereka, mereka tidak menjadi lebih malas, mereka tidak menjadi tidak disiplin, mereka tidak berhenti bekerja, mereka tidak kehilangan gairah untuk bekerja karena mereka bekerja dengan hati (Ams 6:6-8). 

Semut pekerja sesuai dengan namanya, selalu bekerja dan bekerja. Ia bekerja sama dengan ratu semut, semut jantan dan semut betina. 

Semut pekerja memberi makan ratu semut, semut jantan dan semut betina. Semut pekerja membawa telur-telur ratu semut ke ruang khusus telur. Setelah telur menjadi larva, semut pekerja membawanya ke ruang khusus larva. Sesudah larva menjadi semut lengkap, kembali semut pekerja merobek kepompong sehingga keluarlah anak-anak semut. Semut jantan dan semut betina kerjanya mempersiapkan diri untuk hari perkawinan mereka. 

Setelah kawin, semut jantan mati dan semut betina akan menjadi ratu semut yang kerjanya bertelur, merawat telurnya, memberi makan larva yang jumlahnya bisa mencapai 1000 ekor. 

Itulah sebabnya semut bisa sukses di manapun mereka berada, baik di pantai maupun di gunung yang tinggi, baik di ruangan kamar sampai di lapangan luas terbuka, baik di pasar ataupun di hutan lebat. Di manapun mereka berada, mereka dapat bertahan hidup bahkan berkembang biak dengan banyak.

*  Semut punya perencanaan

Semua semut pekerja berjalan dengan cepat mengumpulkan makanan mereka di musim panas untuk persediaan di musim dingin nanti (Ams 30:25).

* Semut tidak mementingkan diri

Bila kita melihat ada dua semut bertemu muka dengan muka agak lama, jangan disangka mereka sedang bercanda/berebut makanan/berciuman/ada masalah di dalam komunikasi/asyik menggosip, tetapi yang terjadi adalah: melalui mulutnya, semut memberikan madunya yang tersimpan di lambung yang pertama kepada teman-teman yang membutuhkannya (rela berbagi berkat). 

Di dalam perut semut terdapat 2 lambung. Lambung yang terdepan, yang dekat dengan mulutnya, adalah lambung tempat madu yang akan diberikan kepada teman-temannya. Lambung yang kedua terletak di belakang yang pertama, adalah tempat menyimpan madu bagi dirinya sendiri.

* Semut komunikatif

Semut-semut bisa berkomunikasi dengan mengucapkan salam satu kepada yang lain hanya dengan mengandalkan 2 buah sungut yang halus, tetapi hasilnya sungguh menakjubkan. Mereka bisa saling mengerti yang membuat mereka bisa bekerja bersama-sama, bergotong royong, dan membagi beban pekerjaan yang besar.

Bagaimana dengan manusia? Alat manusia begitu canggih. Manusia mempunyai 2 telinga untuk mendengarkan, 1 mulut untuk berkata-kata, 2 mata sebagai alat tambahan untuk melihat, juga 2 tangan jika diperlukan gerakan-gerakan penekanan, ditambah dengan otak yang terbaik dari semua otak lainnya ciptaan Tuhan. 

Tetapi seringkali kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik satu terhadap yang lain. Sekalipun kita dilengkapi dengan alat-alat bantu tambahan seperti telepon, televisi dan internet, tetap saja terasa bahwa komunikasi di antara kita terasa sangat kaku. 

Ayah tidak lagi menyapa ibu dengan kasih sayangnya. Ibu sudah tidak bertegur sapa dengan mertua. Anak sudah tegang-tegangan dengan kedua orang tua. Komunikasi dengan pembantu pun terasa sangat minim. Bahkan dengan tetangga sebelah rumahpun hampir tidak pernah terjadi komunikasi. 

Apa ada yang salah dengan alat komunikasi yang dimiliki manusia? Alat komunikasi kita sebenarnya tidak ada yang salah, tidak ada yang rusak, semuanya baik-baik saja dan dapat berfungsi dengan baik. Tetapi yang membuat komunikasi kita menjadi hambar, kering, bahkan terkesan tidak ada sama sekali adalah karena gangguan di pusat komunikasi: hati kita! 

Kebanyakan kita tidak mempunyai hati yang tulus seperi semut. Kebanyakan dari kita hatinya sudah dipenuhi dengan mementingkan diri sendiri/diisi dengan hal-hal dan rancangan yang jahat terhadap orang lain/diisi dengan iri dan benci. 

Semua perkara ini akhirnya merusak getaran komunikasi yang kita pancarkan sehingga yang keluar dari alat komunikasi kita adalah kata-kata yang menyakitkan, amarah, sikap yang sombong yang membuat lawan komunikasi kita pergi menyingkir. 

Jadi, kta tidak perlu perlengkapan komunikasi yang canggih untuk membuat dunia ini terasa lebih nyaman dan bersahabat. Yang kita perlukan hanyalah sebuah hati yang tulus, hati yang menghormati kepentingan orang lain, hati yang mengasihi orang lain sama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. 

(Sumber: Warta No. 60/IV/2009 » Seminggu bersama semut, Mansor Mei 2002).