Selasa, 06 September 2016

Aku lemah lembut dan rendah hati

Kesombongan ada sejak zaman dahulu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kejatuhan malaikat Lucifer dan Adam dalam dosa kesombongan. Demikian pula pada kasus Menara Babel (Kej 11:1-9) – mau mendirikan menara yang puncaknya sampai ke langit, artinya: mau menjadi seperti Tuhan (langit adalah takhta Tuhan – Yes 66:1; Kis 7:49).

Sesudah dibaptis, kita dipanggil Tuhan menjadi murid Yesus; kita harus belajar meneladani setiap sikap, tingkah laku dan perbuatan-Nya.

Dari sekian banyak sifat yang dimiliki oleh Tuhan Yesus yaitu: lemah lembut dan rendah hati (Mat 11:29). 

Yesus itu lemah lembut, bukan berarti berhati lemah/tak berdaya.  Kelemah-lembutan yang sejati yang dimiliki oleh Yesus,

Ciri-cirinya

* Memiliki wibawa yang besar, disegani baik oleh kawan maupun lawan. 

* Selalu diikuti oleh kebajikan kesabaran dan penguasaan diri.

* Memiliki kebajikan kekuatan dan keberanian yang tak tergoncangkan. Ia seperti aliran air yang tenang, tetapi dapat mengikis dan menghaluskan batu sekasar apa pun. Tahu dengan pasti kapan harus bersikap tegas dan kapan memang harus mengalah. Walaupun sebagian besar hidupnya tampak dipenuhi kesabaran, ia tidak akan segan untuk marah jika itu memang diperlukan untuk kebaikan. 

Yesus mengusir semua pedagang di Bait Allah, karena rumah doa dijadikan sarang penyamun (Luk 19:45-46).

Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Mat 23:1-36).

Yesus di hadapan Pilatus dan imam-imam kepala (Mat 27:12, 14).

Keutamaannya tidak akan dapat ditutup-tutupi (kualitas-Nya terpancar dari dalam), seperti kota di atas bukit yang tampak dari jauh (Mat 5:14).

Orang dapat saja membuat dirinya kelihatan lemah-lembut. Namun, itu bukan jaminan bahwa ia memiliki kebajikan kelemah-lembutan. Mungkin, ia dapat menipu orang-orang untuk sementara waktu. Akan tetapi, hal tersebut tidak akan bertahan lama. 

Seringkali sikap berpura-pura lemah-lembut mencerminkan keinginan seseorang untuk diperhatikan atau suatu usaha menutupi kekurangannya. Tidak jarang pula dalam kesulitan tertentu orang berpura-pura sabar dan tampak menguasai diri sepenuhnya. 

Namun, sebenarnya sikap tersebut keluar dari ketidak-berdayaan untuk mengatasi persoalan tersebut. Untuk yang terakhir ini, sebenarnya orang tersebut hanya menumpuk perasaan-perasaan negatif di dalam hatinya. Suatu ketika perasaan-perasaan tersebut akan meledak atau muncul ke permukaan dengan berbagai perwujudannya. Misalnya, penyakit fisik, stress berkepanjangan, insomnia, dan sebagainya. 

* Kehadirannya dapat memberikan rasa sejuk, aman, dan tenang bagi orang-orang di sekitarnya. 

* Anak-anak tidak takut datang kepada Yesus (Mat 19:14).

* kehadiran Yesus pada saat angin ribut, Yesus ada di perahu. Yesus tertidur lalu dibangunkan, menghardik angin itu dan orang-orang menjadi aman, merasa aman.

Kerendahan hati berasal dari bahasa Latin “humilitas” (= humus/tanah). 

Seharusnya kita menyadari asal-usul kita. kita hanyalah debu tanah yang kotor (Kej 2:7) dan akan kembali menjadi debu tanah. Namun demikian kita disayang Tuhan, diangkat menjadi putra-putri-Nya.

Orang yang benar-benar memiliki kebajikan kelemah-lembutan akan rendah hati.

Ciri-cirinya:

* Selalu mempunyai sikap memuliakan Tuhan.

* Di dalam dirinya timbul semangat pelayanan yang sejati; tidak mengharapkan pamrih dalam setiap pelayanannya. Di dasar lubuk hatinya yang terdalam, ia hanya mengharapkan perkembangan Kerajaan Allah. Baginya, upah sedinar sehari saja, yakni keselamatan, sudah sangat memadai.

* Sadar akan segala kelemahan dan keterbatasannya. Namun, ia sekaligus sadar pula akan segala kekuatan dan kemampuan Tuhan yang ada di dalam dirinya (Flp. 2:13). Ingatlah! Kita diberi kuasa untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya, bahkan yang lebih besar daripada itu (Yoh. 14:12). Jadi jangan lupa untuk mengembalikan seutuhnya plus bonusnya demi kemuliaan-Nya.

* Membebaskan seseorang dari banyak kesusahan lain; terbebas dari kesombongan kalau dipuji, tidak akan berkecil hati kalau gagal. Hasilnya sepenuhnya pun sudah diserahkannya kepada Tuhan. Kalau orang sombong, di dalam dirinya timbul sakit hati/tersinggung dalam menghadapi suatu masalah.

Kerendahan hati diumpamakan sebagai perisai terhadap serangan musuh, kelemah-lembutanlah yang menjadi pedangnya. Jarang orang yang dapat bertahan melawan kelemah-lembutan. Dan hampir tidak ada serangan yang tidak dapat ditangkis kerendahan hati. 

Modal penginjilan dan kesaksian yang utama, tidak pelak lagi adalah kelemah-lembutan. Dan di dalam dinamika pewartaan dan pelayanan Injil, kerendahan hati mutlak diperlukan. 

Betapa pentingnya dua kebajikan ini, hendaknya disadari oleh kita semua. Tiada hidup Kristen yang sehat tanpa kehadiran mereka. Mari kita mohon agar Tuhan memberikan kita dua anugerah mulia ini.

(Sumber: Warta KPI TL No. 59/III/2009 » Renungan KPI TL tgl 26 Februari 2009, Rm Yoseph Purwo Tjahjanto, SVD)