Rabu, 22 Juni 2016

Mencari perkenanan raja



Burung Rajawali mempunyai banyak kelebihan dari burung-burung lainnya. Diantaranya: sebagai pemburu yang hebat, karena dari jarak yang begitu jauh dia bisa melihat hewan buruannya; biji matanya tidak sampai terbakar ketika terkena panas terik matahari yang sangat kuat di ketinggian tertentu, karena ada selaput yang melindungi biji matanya, sehingga biji matanya tetap terpelihara.

Ketika burung Rajawali masih muda, pada saat dia mendapat buruannya;  puluhan burung perampok menyerangnya dengan sekuat tenaga, mereka memancingnya agar marah dan bereaksi.

Ketika dia membalas menyerang musuhnya, tanpa sadar buruannya terlepas dari cengkramannya yang kuat dan disambar puluhan burung perampok tersebut.

Golongan burung perampok - tidak dapat memburu mangsanya sendiri, maka mereka mengintai buruan rajawali.

Ketika burung Rajawali semakin dewasa, semakin bertambah pengertiannya, semakin sadar bahwa dia mempunyai keunggulan yang dapat dia gunakan dengan baik untuk menghindari perampokan.

Maka ketika puluhan burung perampok mulai menyerangnya, dia terbang semakin tinggi ke arah matahari dan membuat mereka melawan matahari.

Puluhan burung perampok tersebut tidak sadar bahwa mereka tidak mempunyai keunggulan seperti burung Rajawali. Sehingga ketika mereka mengejarnya ... biji mata mereka terbakar, menjadi buta ... panik, lalu satu persatu mereka jatuh ke bawah dan akhirnya mati.

Ketika dilihatnya tidak ada lagi seekor pun dari burung-burung perampok yang mengikutinya, dia turun kembali ke sarangnya, menikmati buruannya.

Oleh karena taktik yang dia kerjakan, dia tidak perlu berperang, hanya membawa lawan-lawannya ke arah matahari dan membuat mereka melawan matahari.

Itulah yang dikehendaki Iblis. Ketika menghadapi pergumulan/begitu banyak tantangan di luar kemampuan kita, dia buat kita marah lalu bereaksi, sehingga kita mengabaikan perkenanan Allah dan mengurusi pergumulan kita sendiri.

Hidup dengan sikap hati yang rindu untuk mendapatkan perkenanan dan nyukakan hati raja seharusnya menjadi perioritas utama di dalam kehidupan kita, bukan  masalah/pergumulan kita.

Seberat apa pun pergumulan kita, bawalah semuanya naik ke hadirat Tuhan dalam penyembahan dan doa, berkatalah: “Tuhan, aku sudah tidak sanggup lagi menghadapi pergumulaan ini. Kubawa pergumulan ini kehadapan-Mu. Pergumulan ini dapat mencelakakan aku secara manusia. Tetapi  aku tidak akan mengabaikan-Mu.” – cara inilah yang membuat Tuhan berperang menggantikan kita, meskipun kadangkala jawabannya tidak seperti yang kita mau.

Pada umumnya orang Kristen kalau berdoa, sikap dan tutur katanya kadang-kadang terlalu kasar untuk disampaikan kepada Penguasa langit dan bumi. Karena mereka terlena dengan statusnya (anak Allah). 

Seharusnya kita meneladani sikap Yesus – meskipun Dia statusnya anak, mempunyai hati seorang hamba (Bdk. Flp 2:6-7). Sikap ini tergantung pada kedewasaan rohani seseorang.

Kunci hidup kekristenan adalah perkenanan Raja, caranya:

1. Masuk melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataranNya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepadaNya dan pujilah namaNya (Mzm 100:4).

2. Pakailah pakaian ratu (roh kita), sehingga kita tahu apakah Raja berkenan atau tidak.

Kita terdiri dari tiga dimensi, yaitu: tubuh, jiwa dan roh (1 Tes 5:23). Sedangkan Allah terdiri dari satu demensi, yaitu: roh (Yoh 4:24). Jadi sembahlah Dia dalam roh dan kebenaran, agar kita bisa menerima pewahyuan dari Allah. Kemurnian hati tidak memasukkan unsur kedagingan kita.


Jagalah hatimu dari segala kewaspadaan, karena di situlah terpancar kehidupan (Ams 4:23)


Marilah kita belajar dari Ester (Est 5:1-8; 7:1-10):

Ester mengenakan pakaian ratu

» meskipun suaminya seorang raja, pada saat dia menghadap raja, dia memakai pakaian yang layak, yaitu: pakaian ratu.

Berdirilah ia di pelataran dalam istana raja, tepat di depan istana raja... berhadapan dengan pintu istana itu ... berkenanlah raja kepadanya.

Ketika raja bertanya padanya: “Apa maksudmu... apa keinginanmu? Sampai setengah kerajaan sekalipun akan diberikan kepadamu.” » inilah sikap hati yang luar biasa, sehingga raja Ahasyweros yang murah hati terpikat melihat kesahajaannya. 

Jawab Ester: “Jikalau baik pada pemandangan raja, datanglah kiranya raja dengan Haman pada hari ini ke perjamuan yang diadakan oleh hamba bagi raja.”

» bagi Ester, yang paling utama adalah dapat menyenangkan hati raja, bukan kemauannya/kerinduan/kebutuhan – kerinduan seperti inilah yang dihargai oleh Tuhan dengan cara yang luar biasa.

Kebudayaan Persia pada waktu itu, jika raja mau mengambil suatu keputusan selalu diadakan rapat. Setelah mereka menyepakati beberapa pilihan putusan yang akan diambil, mereka minum sampai mabuk. Karena mereka percaya, bahwa jika mereka mabuk, mereka lebih dekat dengan roh para dewa dan keputusan mereka akan di-amin-kan oleh para dewa. Selain itu Ester ingin memberikan pelayanan yang terbaik pada raja.

Ester tidak langsung menyampaikan isi hatinya, karena dia tahu kebudayaan raja Ahasyeweros (raja Persia).
Sementara minum anggur bertanyalah raja kepada Ester: “Apakah permintaanmu, hai ratu Ester? Niscaya akan dikabulkan. Dan apa keinginanmu? Sampai setengah kerajaan sekalipun akan dipenuhi.”

» Ketika Ester sedang melayani raja, raja teringat lagi atas pertanyaannya yang belum dijawab, lalu dia bertanya lagi. Meskipun raja bertanya tiga kali (Est 5:3, 6; 7:2), tetapi Ester tidak menjawabnya langsung, karena dia tidak mau mengotori tangannya dengan membinasakan Haman. Dia membiarkan raja bertindak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Memiliki sikap hati seperti ini tidak tiba-tiba kita punya, tetapi harus kita perjuangkan dengan sukacita setiap hari melalui peristiwa-peristiwa yang kita alami di dalam kehidupan. Sehingga  kita mudah/mampu mengalami terobosan-terobosan hidup yang luar biasa dan dan kita pasti jadi pemenang.

(Sumber: Warta KPI TL No. 53/IX/2008 » Renungan KPI  TL 21 Agustus 2008,  Dra Yovita Baskoro, MM)