Sabtu, 16 April 2016

02.05 -

Belajar dari Haman


Dalam hidup ini kita harus hati-hati. Karena ada begitu banyak orang yang dipakai Tuhan secara luar biasa (dibukakan hikmat/pengertiannya) tapi akhirnya dia jatuh karena dia tidak ingin dengar apa yang Tuhan ingin sampaikan dan apa yang kebenaran katakan. Ketika firman kebenaran disampaikan dia menjadi sadar tetapi semuanya sudah terlambat.

Marilah kita belajar dari Haman (Est 5:9 - 6:14)

Ketika melihat Mordekhai tidak menghormatinya, hati Haman yang semula riang gembira menjadi panas.

Hal itu diceritakan kepada sahabat-sahabatnya dan Zeresh, istrinya: “Betapa besarnya kekayaannya, banyaknya anaknya laki-laki, dan segala kebesaran yang diberikan raja kepadanya serta kenaikan pangkatnya di atas para pembesar dan pegawai raja. ... Tetapi semuanya itu tidak berguna bagikuselama aku masih melihat si Mordekhai duduk di pintu gerbang istana raja.”

Istri dan sahabat-sahabat Haman berkata: “Suruh orang membuat tiang ... supaya Mordekhai disulakan orang pada tiang itu; kemudian engkau dapatlah engkau bersukacita.”

»  Haman ingin mendengar apa yang ingin dia dengardia tidak ingin dengar kebenaraan. Dia dikelilingi oleh orang-orang penjilat/ABS (Asal Bapak Senang).

Sebagian besar orang yang konseling, cuma mau curhat, dia sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Tetapi dia butuh pendapat orang lain, siapa tahu ada yang cocok dengan apa yang dia pikirkan/bayangkan adalah benar, hanya  minta klarifikasi dari pada mencari kebenaran.

Haman menceritakan kepada Zeresh, istrinya dan kepada sahabat-sahabatnya apa yang dialaminya. Maka kata para orang arif bijaksana dan Zeresh, istrinya, kepadanya: “Jikalau Mordekhai, yang di depannya engkau sudah mulai jatuh, maka engkau tidak akan sanggup melawan dia, malahan engkau akan jatuh benar-benar di depannya.”

» Istri Haman adalah orang yang mengalir ke mana angin bertiup. Ketika semuanya mendukung Haman, dia juga menyarankankan kematian bagi Mordekhai.

Ketika tahu Haman jatuh, dia ikut bicara dengan orang yang memberi nasehat seperti dia juga arif bijaksana.

Aku akan menghakimi engkau selaras dengan tingkah lakumu (Yeh 7:3).

Kalau hidup kita dikelilingi oleh orang-orang yang suka meng-ia-kan setiap perkataan kita, sepertinya baik/membela kita,  tapi sebenarnya mereka tidak mengasihi kita.

Karena mereka tidak berani ambil resiko/bayar harga untuk sebuah kebenaran. Inilah faktor kejatuhan dari semua manusia terutama pemimpin.

Sorak-sorai orang fasik hanya sebentar saja dan sukacita orang durhaka hanya sekejap mata. Sesungguhnya, ia tidak mengenal ketenangan dalam batinnya. Dalam kemewahannya yang berlimpah-limpah ia penuh kuatir (Ayb 20:5, 20, 22)

Yang dapat dipelajari dari sikap Haman, sehingga di dalam menjalani kehidupan ini kita tidak seperti dia.

1.   Janganlah ceroboh dalam menyelesaikan persoalan, ketika hati kita terganggu oleh sikap sesama kita.

Misalnya: Pada waktu makan, baju kita ketumpahan kecap. Reaksi kita pasti ingin membersihkan baju yang kena kecap itu.

Reaksi itu dan cara kita membersihkan baju kita saat itu menentukan apakah baju itu kelak layak pakai atau tidak, kalau caranya salah maka hasilnya jelek.

2.   Kedagingan dan emosilah, yang menyebabkan pendengaran kita tidak sempurna.


(Sumber: (Sumber: Warta KPI TL No. 52/VIII/2008 » Renungan KPI TL  TL 31 Juli 2008,  Dra Yovita Baskoro, MM)