Sabtu, 16 April 2016

01.31 -

Janji Kelimpahan


Saya mempunyai seorang teman Cina Malaysia,  yang enam tahun yang lalu lulus MBA di London. Ayahnya seorang yang sukses, rumahnya ada di Kuala Lumpur, London dan Australia. Apa saja yang dimintanya, selalu diberikan dengan sangat mudah, mau pergi kemana pun gampang, mau pacaran dengan cewek ini itu gampang. Tapi dia tidak temukan satu makna dalam hidupnya/ada kekosongan dalam hatinya.

Suatu saat dia menemui seorang pastor mengungkapkan masalahnya. Jawab Pastor itu: “Kamu mau nggak hidup di daerah yang sangat miskin selama beberapa hari?” Jawabnya: “Nggak ada salahnya. Akan saya coba.”

Lalu Pastor itu menulis surat ke temannya, Pastor di Filipin.

Di sana dia tinggal di gereja yang sangat sederhana bersama dua Pastor, sebuah kampung nelayan yang sangat kurang. Untuk mencari air bersih pun susah, karena harus berjalan beberapa km melewati jembatan.

Setelah sampai di sana dia ditanya apa yang akan dilakukannya. Dia mengalami kebingungan, lalu Pastornya menyarankan untuk mengajari anak-anak bahasa Inggris. Hari-hari pertama dia kesal, karena anak-anak itu sangat bodoh.

Rencananya hanya tinggal beberapa hari tetapi tanpa terasa dia sudah satu tahun tinggal di sana. Di sana dia melakukan beberapa hal. Misalnya: membuat proyek air bersih, menyediakan komputer untuk anak-anak dll.

Dia meng-email saya: “Ternyata saya menemukan mutiara yang sangat berharga ketika mau terlibat dengan orang lain yang kekurangan. Ada kebahagiaan yang sangat dalam ketika saya berikan hidup saya.”

Beberapa tahun kemudian dia meng-email saya lagi: “Saya mulai pikir-pikir nih! Bagaimana kalau saya berikan hidup saya untuk orang lain dengan lebih dalam lagi ... saya mau jadi pastor.”

Jawab saya: “Itu bagus sekali. Secepatnya lebih baik.” Beberapa bulan kemudian dia benar-benar masuk biara. Saat ini dia sudah menjalani masa pendidikan imam selama lima tahun.

Ibadah yang sejati persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidupyang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Rm 12:1).

Saudara-saudara Yusuf iri hati dan benci padanya. Karena Yusuf menceritakan mimpinya, bahwa suatu saat dia akan menjadi pemimpin.

Selain itu juga dia diperlakukan secara istimewa oleh ayahnya. Misalnya: dibuatkan jubah yang maha indah; saudara-saudaranya menggembalakan kambing domba, dia hanya bersama ayahnya, kadangkala dia disuruh melihat dan memberi kabar keadaan saudara-saudaranya/keadaan kambing domba.

Akhirnya saudara-saudaranya bermufakat untuk membunuhnya. Mereka melemparkannya ke dalam sumur ... Yusuf diangkat ke atas dari dalam sumur, kemudian dijual kepada orang  Ismael di bawa ke Mesir ... dibeli oleh Potifar. Dia dipenjarakan karena fitnah dari istri Potifar. Berkat penyertaan Allah-lah dia dapat menjadi penguasa di Mesir.

Meskipun Yusuf diperlakukan sedemikian rupa oleh saudara-saudaranya, dia mau mengampuni sehingga  ... rahmat Allah dalam kelimpahannya (Kej 37; 39-47). 

Demikian juga kita punya peran secara tidak langsung dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 (ada yang diperkosa, dibunuh dan diambil barang-barangnya).

Karena secara tanpa sadar menceritakan di depan  orang lain yang susah, tanpa mau berbagi dengan mereka. Tentang enaknya sebagai anak Tuhan yang selalu diberkati secara ekonomi, mempunyai suami/anak yang luar biasa dll.

Jangan takut memberi sedekahDengan jalan itu kautimbun simpanan bagi dirimu untuk masa darurat (Tob 4:8-9).

Ada 2 syarat supaya kita mengalami mujizat yang besar:
1.    Harus punya iman yang besar.
2.    Harus punya masalah yang besar.

Kunci mengalami rahmat Allah dalam kelimpahannya:

1.Belajar untuk mengakui kesalahan, sehingga bisa hidup lebih rendah hati. Dengan demikian kita lebih mudah untuk mengampuni.

Semua orang mau menerima rahmat Allah yang berkelimpahan. Tetapi sayangnya tidak semua orang bisa menerima rahmat ini. Karena seringkali manusia sangat sulit mengakui kesalahan, begitu ada sesuatu yang tidak beres selalu mencari kambing hitam, akibatnya sulit mengampuni. 

Akar dosa kesombongan inilah yang membuat kita tidak dapat menangkap rahmat Allah yang begitu berlimpah dalam hidup ini.

2.Belajar mendengarkan Allah dan taat pada apa yang Allah katakan.

3. Tidak serakah, mau berbagi, murah hati, mau terlibat dalam hidup orang lain.

Marilah kita belajar dari Petrus (Luk 5:1-11)

[4] Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkan jalamu untuk menangkap ikan 

» Allah memulai inisiatif yang baik (memberikan rahmat-Nya), bukan karena kita baik/pantas.

[5a] Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa

» mau mengakui bahwa baru gagal sebagai penjala ikan.

[5b] Tetapi karena Engkau yang menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga

» mau mendengarkan dan taat apa yang Yesus katakan.

Andaikata Petrus bersikap/berkata: “Siapa sih lu! Tukang kayu mau memberi nasehat seorang nelayan yang profesional, yang tahu di mana dan kapan harus tebarkan jala.” Petrus tidak dapat menerima rahmat Allah yang begitu berlimpah.

[6-7] Setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak ... mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan

» tidak serakah, mau berbagi.

[10b] Mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia

» Yesus tidak hanya memberi rahmat materi saja, tetapi juga memanggil Petrus menjadi penjala manusia.

Bagaimana perasaan kita ketika gagal sebagai:

- Orang tua » sudah mengirim anak ke sekolah baik dengan begitu banyak pengorbanan ternyata anak kita pakai narkotik.

- Suami » istri sudah dijaga baik-baik, dibelikan berlian. Tapi bukannya bersyukur, malah mencari PIL.

- Istri » suami sudah disayang-sayang, ternyata masih memilih WIL.

- Bisnisman » sebagai pengusaha yang sukses (selalu menyumbang setiap kali ada kegiatan, pendapatnya selalu di dengar), perusahaannya bangkrut di tipu orang/kena kasus.

Perasaan yang biasanya menyertai orang yang mengalami kegagalan:

- Capai » meskipun sudah beristirahat, capainya nggak hilang-hilang.
- Malu » nggak mau ketemu orang lagi.
- Frustasi/depresi/perasaan negatif lainnya » mencari jalan singkat. Misalnya: bunuh diri.
- Tidak berani mempunyai ambisi/cita-cita » karena takut untuk gagal lagi.

Marilah kita menanggapi panggilan Allah seperti Petrus, mau   ikut serta masuk lebih dalam lagi ... sampai semakin dalam membangun Kerajaan Allah.

Dengan cara bertekun, sehati dan mau berbagi kepada semua orang seperti cara hidup jemaat yang pertama, sehingga mereka bisa mengalami kelimpahan. 

(Sumber: Warta KPI TL No. 52/VIII/2008 » Renungan KPI  TL 24 Juli 2008, Romo Adrian OP).