Rabu, 11 November 2015

Sakramen Tobat

Kita diharapkan bisa mempertanggung jawabkan iman kita. Iman bisa dijawab: bila ditanya orang, kita bisa jawab; bila suara hati kita bertanya juga bisa dijawab, tidak lari; apa lagi kalau orang berlainan agama bertanya, kita harus bisa menjawab sepengetahuan kita.

Sakramen tobat ini sering dilakukan, namun masih menyimpan beberapa persoalan yang mengganggu pikiran kita dan membuat kita kurang enjoy dalam melaksanakan sakramen ini.

T: Ada seorang bapak yang mengatakan banyak melakukan dosa besar, intipnya neraka. Apakah dia bisa diampuni Tuhan? Karena ibunya anak-anak sudah tidak suka sama dia, apalagi Tuhan.

J: Secara nyata Gereja membuka satu tempat/media yaitu Sakramen Tobat. Tuhan dan Gereja menerima semua orang berdosa, buktinya: kalau masuk kamar pengakuan tidak pernah ditolak. Sesudah mengungkapkan seluruh dosa, imam sebagai wakil Tuhan memberikan absolusi. Ini merupakan bukti bahwa Tuhan menerima pendosa kembali.

Sekalipun dosamu merah seperti kermizi, akan putih seperti salju (Yes 1:18 - ungkapan kerahiman Tuhan).

T: Apakah boleh mengaku dosa langsung pada Tuhan di kamar? Atau harus masuk kamar pengakuan? Karena saudara kita yang lain mencela: “Lho, kok repot-repot, mau ngaku dosa aja kok cari kamar pengakuan di Gereja. Mbok ya ... masuk kamar, tutup pintu, langsung mengaku pada Tuhan. Bukankah yang kamu hadapi adalah seorang imam, yang juga manusia berdosa juga. Mengapa mengaku dosa kepada orang berdosa? Jangan-jangan jeruk makan jeruk!”

J: Berdasarkan alasan

1. Biblis teologis – Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga (Mat 16:19 - diberi sebuah wewenang). 

Tuhan memberikan wewenang pengampunan kepada rasul, rasul menurunkannya pada para uskup, karena wilayah keuskupan terlalu luas, maka uskup mentahbiskan imam. Imam itu baru mempunyai wewenang untuk memberikan pengampunan. 

2. Aspek psikologis - Sebagai manusia kita membutuhkan sebuah figur yang nyata/jelas yang bisa diajak komunikasi; jiwa manusia ingin bukti nyata yang bisa di rasakan/dilihat/didengar. Jika kita mengaku dosa secara langsung pada Tuhan, kita hanya menangkap iman ~ percaya kalau Tuhan mengampuni, kita tidak mendapat kepuasan psikologis.

T: Siapakah yang mengampuni pendosa dalam Sakramen Tobat? Imam atau Allah?

J: Yang mengampuni dosa adalah Allah, imam hanya sebagai alat-Nya saja. Sakramen itu baru sah kalau adaforma’ (kata-kata - ‘Atas nama Kristus, aku mengampuni/melepaskan dosa-dosamu. Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.’ dan ada ‘materia’ (tangan imam memberi berkat).

T: Mengapa orang enggan mengaku dosa? 

J : Karena alasan malu, tidak sabar antri, capai. Padahal pada saat antri kita diuji kerendahan hati terhadap Tuhan dan sesama, sehingga pada saat antri kita terasa sudah bertobat; justru pada saat itu ada waktu untuk merenungkan, jika kita mohon Roh Kudus agar menemukan dosa-dosa yang terlupakan.

T: Mengapa ketika mengaku dosa, kadang-kadang kita berpikir bahwa imam akan menceritakan dosa-dosa kita pada umat yang lain/dalam kotbah? Sehingga seringkali kita mencari imam yang tidak kenal/cari imam yang sudah tua dan pikun.

J: Meskipun imam mendengarkan pengakuan, bila pemahaman kita, ‘imam dipandang sebagai wakil Kristus’, kita tidak akan malu/ada kekuatiran.

Bila imam dihadapkan pada pengadilanpun, dia tidak akan menceritakan tentang apa yang dibuat oleh peninten (petobat) tadi. Jadi alangkah besar dosa imam kalau mengatakan pada umat umum.

T: Apa yang dimaksud denda dosa? 

J: Denda dosa adalah sarana untuk memotivasi orang untuk mengambil sikap tobat, dan tobat ini harus nyata. 

Jangan mengurangi denda dosa, karena dalam hati kita akan resah.

T: Mengapa kita selalu jatuh pada dosa yang diulang-ulang?

J : Karena tidak ada tobat yang nyata (hati nuraninya sudah tumpul).

T: Apakah perlu mengikuti Ibadat Tobat, sebelum Sakramen Tobat?

J : Perlu, jika pengakuan dosa tanpa mengikuti Ibadat Tobat (hanya melihat yang pokok saja), sama seperti Misa Kudus hanya terima komuni saja.

T: Apakah seseorang dianggap berdosa ketika mengemban tugas membunuh, misalnya: militer, algojo, intel?

J : Dalam tinjauan moral, apapun yang terjadi, membunuh/meniadakan nyawa adalah dosa - beban berat manusia yang harus dilepaskan, karena hal itu akan menggelisahkan hatinya. Ketika beban berat tersebut dilepaskan, maka hati terasa plong. Jika tidak mengaku dosa, hati nuraninya sudah tumpul.

T: Bolehkah mengaku dosa kepada imam, selain umat Katolik?

J : Tidak boleh. Secara yuridis Hukum Gereja tidak memperbolehkan, karena Sakramen Tobat harus didahului oleh Sakramen Baptis sebagai pintu untuk menuju sakramen-sakramen yang lain. Tetapi dalam praktek, ada kelembutan pastoral jika memenuhi syarat sbb: 

1. Benar-benar percaya bahwa Tuhan mengampuni melalui imam. 

2. Mau mewujudkan sikap tobat yang nyata; siapa tahu ... Tuhan memanggilnya menjadi umat Katolik.

T: Bolehkah melakukan Sakramen Tobat melalui sarana media elektronik? 

J: Tidak boleh. Karena rahmat itu hadir secara langsung secara pribadi; bagaimana cara imam memberi berkat? 

Pengakuan dosa adalah pembasuhan jiwaDalam ruang yang bersih dan tidak terpakai pun terkumpul debu, dalam sepekan terlihat sudah harus dibersihkan lagi! (St. Pio dari Pietrelcina)

(Sumber: Warta KPI TL No. 44/XII/2007; Renungan KPI TL Tgl 22 November 2007, Rm I. Y. Sumarno, Pr. Msi).