Rabu, 04 November 2015

Bagi Allah Tak Ada yang Mustahil

Lima tahun yang lalu, saya hadir di dalam suatu persekutuan doa, saya begitu tersentuh dengan kesaksian hidup Ibu pembawa firman. Pada saat itu dia berkata akan mengambil program S2 dan minta persetujuan suaminya. 

Saya kagum dengan pembawa firman itu, saya mau belajar dari dia, tetapi saya hanya tahu namanya saja. Saya berdoa dengan iman (Mrk 11:24): “Tuhan, kalau Engkau mengizinkan saya untuk bisa belajar dan bertemu lagi, pertemukan saya dengan dia.” 

Selain itu kalau saya bertemu dengan pasutri hamba Tuhan yang melayani secara bersama, saya berkata dalam hati: “Tuhan, saya juga kepingin seperti itu, kapan hal itu Engkau berikan pada saya.” 

Dua tahun yang lalu melalui seorang teman, janji tersebut digenapi dalam hidup saya; saya dipertemukan dengan kelompok KPI TL.

Saya percaya rencana Tuhan luar biasa dalam hidup saya, setiap peristiwa hidup yang Tuhan izinkan terjadi pasti di balik itu ada rencana-Nya yang indah agar kehendak-Nya terjadi.

Pada suatu Kamis, beliau menyatakan firmannya dalam Ef 5:22 “Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan”. 

Saya berkata dalam hati: “Ini firman yang berat bagi saya, tetapi kalau saya mau keluarga saya dipulihkan, saya harus berubah lebih dahulu, mau belajar ... dan mencoba ‘tunduk pada suami.”

Sejak itu kalau ada perselisihan, saya berusaha belajar diam. Ternyata Tuhan bekerja sungguh luar biasa, ketika saya belajar ... dan belajar ... ternyata Tuhan juga memproses suami saya. 

Dua bulan yang lalu, suatu pagi saya bangun, suami saya juga bangun. Dia bilang: “Lho..., kamu kok nggak berangkat adorasi?” Saya bilang: “Ayo ... ikut ...” Tetapi dia diam saja. Saya pikir ini mungkin adalah suatu kesempatan pada saya, lalu saya cepat-cepat siapkan perlengkapan mandi (biasanya tidak pernah saya lakukan). Saya lalu kembali masuk ke kamar dan mengatakan: “Ayo ... berangkat ikut adorasi ... slak dijemput sebentar lagi, ayo ... ayo ...” E ... ternyata bangun.

Saya percaya Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya (2 Ptr 3:9). Yang menurut saya ‘tidak mungkin mengajak suami berjaga-jaga menemani Yesus di dalam Sakramen Mahakudus, 1 jam dalam 1 minggu.

Di depan Sakramen Mahakudus saya menangis dan berkata: “Tuhan, Engkau sungguh luar biasa baiknya, yang menurut saya puluhan tahun, ... tetapi dalam waktu satu tahun hal tersebut sudah terjadi.”

Kalau pagi ini Engkau tarik dia, terus tariken ... Tuhan, saya tahu ini berat bagi kami, karena jam adorasi yang kami pilih adalah jam-jam berkat, tetapi saya percaya di balik itu akan ada berkat-berkat dalam kehidupan saya. 

Sekarang dalam rumah tangga saya jarang terjadi perselisihan pendapat dan damai sejahtera dalam keluarga Dia berikan terus ...

(Sumber: Warta KPI TL No. 40/VIII/2007).